44. EXCESSIVE FEAR
NowPlaying : Shawn Mendes - Mercy
Haii..
APA KABAR KALIAN SEMUA? :(
.
.
.
Kesempatan yang pernah kita dapat mungkin saja tidak akan pernah datang kembali. Oleh karenanya sekecil apa pun kesempatan itu, kita harus menggunakan dengan sebaik mungkin. Sebab di lain hari belum tentu akan ada kesempatan kedua, ketigadan seterusnya.
🍭🍭🍭
Sang Surya siang ini berpijar lebih terik dibanding hari sebelumnya, membuat sebagian manusia yang beraktivitas di luar ruangan harus memakai alat pelindung dari sinar ultraviolet. Namun, hal itu tak membuat seorang gadis yang sedang duduk di salah satu kursi sebuah kafe yang bertema outdoor itu. Tangan mungilnya sibuk menghubungi nomor asing yang tadi meneleponnya dan meminta untuk bertemu di kafe ini, tapi nihil, rupanya momor tersebut tidak aktif.
Tak lama berselang ponselnya berdering menampilkan nomor baru lagi, bukan nomor yang sebelumnya ia hubungi. Seiza mengerutkan keningnya bingung. Siapa lagi?
Tak ingin membuat orang di sana menunggu lama, akhirnya ia memilih untuk menggeser tombol berwarna hijau pada ponselnya.
"Hallo? Seiza?"
"Maaf ini siapa?"
"Ini aku Julian, kamu di mana? Ada acara hari ini?"
"Lho? Ini aku lagi tungguin kamu di kafe Mentari, jadi gak ketemunya?"
"Hah? Ketemuan? Kapan aku ngajak kamu ketemuan? Aku, kan, udah bilang kalau aku bakal telepon kamu kalau mau ketemu. Aku baru telepon sekarang."
"Terus yang tadi telepon aku siapa?" tanya Seiza bingung, seketika ia mengerutkan keningnya pertanda berpikir lalu kembali berkata, "Tapi suaranya mirip kamu, Julian."
"Shit! Nomornya berapa yang tadi telepon kamu?" Julian mengumpat dan rasanya ia ingin menghajar orang yang mengaku sebagai dirinya itu.
Seiza membuka ponselnya tanpa memutus telepon Julian. "Belakang nomornya 77912."
Dari kejauhan, Julian pun ikut membuka ponselnya untuk mencari kontak yang ia kenal dengan nomor belakang 77912.
Got it! Julian berhasil menemukannya. "Shit! Sumpah Itu bukan aku dan aku tau siapa yang telepon kamu. Sekarang kamu bilang kamu di mana? Gimana kondisi di sana? Kamu cari tempat yang ramai," pinta Julian.
"Aku di kafe Mentari dan di sini ramai. Terus kalau bukan kamu, siapa yang telepon aku?" Suara Seiza sudah mulai getir karena rasa takut yang menjalar seketika dan secara otomatis dia mengedarkan pandangannya ke sekeliling.
"Kamu janjian sama orang itu jam berapa?" tanya Julian gelisah.
"Jam tiga, Julian."
Di kejauhan sana Julian melihat jam yang melingkar di tangan kirinya sudah menunjukkan pukul 14.30. Dia hanya memiliki waktu 30 menit untuk sampai pada gadis pujaannya itu.
"Pergi ke tempat lain, Za. Jangan di sana! Kirim lokasi kamu nanti dan aku akan ke sana, tunggu aku."
Saat teleponnya dimatikan, Julian langsung bergegas mengendarai mobilnya. Ia sekarang menjadi tahu, bahwa rekan kerja sekaligus temannya sedang berusaha menjadi musuh.
Tepat 23 menit setelahnya Julian berhasil tiba di parkiran kafe Mentari dan kembali menghubungi Seiza.
"Kamu di mana, Za?" tanya Julian.
"Aku ada di seberang kafe Mentari, soalnya di sini lebih ramai."
"Tunggu aku di situ, aku mau nyebrang dulu. Jangan dimatiin teleponnya," titah Julian.
"Gak usah, Julian. Biar aku aja yang ke sana," tutur Seiza yang akhirnya memilih untuk berjalan ke arah jalan raya.
Kini mereka berniat menyebrang jalan raya yang terbagi menjadi dua jalur itu dan dari pinggir jalan raya yang berseberangan itu mereka bisa saling melihat satu sama lain.
Jalanan siang itu sangat ramai, terlebih mereka berada di jalan utama ibu kota, sehingga jalanan lebih ramai dari jalan yang lain.
Dengan saling menempelkan ponsel di telinga masing-masing, kini mereka sudah berdiri di pinggir jalan dan bisa saling bertatap dari jauh walaupun cara menatap Julian merupakan tatapan penyesalan dan rasa bersalah, sedangkan cara menatap Seiza adalah tatapan penasaran dan ada rasa sedikit takut.
Lalu saat Seiza terlebih dahulu yang ingin menyebrang melalui zebra cross, dari kejauhan Julian melihat ada orang yang berjalan mendekati Seiza, membuat Julian terkejut.
"Seiza!! Cepat lari ke arah mana pun, jangan nyebrang ke sini. Kamu lari ke kerumunan orang yang ada di depan toko baju. Berlindung di situ atau kamu minta tolong siapa pun di sana buat temani kamu! Cepat, Za, cepat!" titah Julian terburu-buru.
Seiza sungguh bingung dengan perintah yang Julian ucapkan tadi, namun karena dari seberang sana Julian memberikan kode melalui tangannya. Dengan tergesa akhirnya Seiza mulai melangkahkan menuju kerumunan yang terlihat lebih ramai, dan benar saja ketika Seiza sempat melirik ke arah belakang, ada dua orang pria berbadan besar dengan menggunakan jaket kulit hitam sedang berjalan ke arahnya juga. Seiza kini amat ketakutan.
"Za! Dengar baik-baik! Aku sayang sama kamu, Za! Aku cinta sama kamu. Tapi, aku tau kalau aku salah memperlakukan kamu kasar waktu dulu. Aku minta maaf, Za. Dan kamu harus tau ... kalau aku ngelakuin itu semua karena disuruh orang dan itu semua ada sangkut pautnya juga sama pacar kamu, Yugo. Aku lakuin semua ini karena butuh uang buat berobat adik aku, Za. Tapi, aku sebenarnya gak pernah tega buat lakuin hal keji ke kamu. Dan perlu kamu tau, Za ... sebenarnya kamu dan Yugo itu dalam bahaya, karena dalang dari semua ini adalah orang yang─" Ucapan Julian terputus.
"Orang yang apa Julian? Siapa yang kamu maksud?"
Seiza sempat menoleh kembali ke arah belakang untuk melihat Julian yang tidak melanjutkan ucapannya, namun ia tak memerhatikan langkah dan kondisi di sekitarnya secara detail.
Seketika telinga Seiza berdenging cukup kencang mendengar sebuah benturan amat kencang, tubuhnya seolah kaku, bibirnya tak sanggup berkata banyak.
"Julian ...." lirih Seiza.
🍭🍭🍭
Suasana ruang musik seketika menjadi hening dan aura ketegangan muncul dari raut wajah para insan di dalamnya, terutama seorang Riko Fairel Gentala.
Setelah Manda mengucapkan bahwa Seiza tadi menerima telepon dari seseorang dan akhirnya pergi sendirian, pikiran Riko tertuju pada percakapan di telepon beberapa hari yang lalu.
"Shit! Jangan-jangan ...." Pikiran Riko mulai tak karuan.
"Jangan-jangan apa, Ko?" tanya Sadam yang mulai panik.
Riko menelan sedikit salivanya sendiri untuk menetralkan rasa paniknya. "Beberapa hari yang lalu kak Seiza telepon gue, dia ...." Riko menatap Yugo sedikit tajam, seolah meminta jawaban atas apa yang akan ia katakan selanjutnya.
"Dia apa, Ko? Jangan gantung kalau ngomong!" tutur Manda kesal.
Bukannya menjawab, Riko justru berjalan mendekati Yugo yang sedang menyimpan gitar dan bergegas menyambar tas punggungnya.
"Kak Seiza tanya alamat rumah Julian ke gue," ucap Riko dengan tatapan penuh tanya pada Yugo.
Seketika Yugo yang baru saja menggendong tasnya dan bermaksud akan keluar ruangan ia urungkan. Tubuhnya menegang seketika mendengar penuturan Riko. Dan dengan raut wajah terkejut itu ia menoleh pada Riko yang sedang menatapnya tajam.
"Kalian lagi berantem?" tanya Riko. "Jangan bilang lo biarin Kak Seiza buat ketemu Julian, ya, kan?"
Yugo bergeming, tak mampu menjawab apa pun. Jauh di palung pikirannya ia bertanya-tanya. Untuk apa Seiza menemui Julian? Apakah Seiza tidak takut? Apakah Seiza sengaja ingin menguji kesabaran Yugo? Apakah Seiza ingin kembali dengan pria kejam itu? Namun, sejauh apa pun Yugo menyelam dalam pikirannya, tak ada satu pun jawaban yang berhasil ia temukan.
"Kalau sampai benar dugaan gue, lo gak akan pernah gue maafin seandainya terjadi sesuatu hal sama Kak Seiza!" ancam Riko dengan menggertakan giginya dan mengepalkan kedua tangannya.
"Gila! Seiza kenapa nekat gitu, sih!" ucap Bobby.
"Ya udah, kita cari dia sekarang," titah Sadam.
Mendengar segala kalimat yang teman-temannya ucapkan, pikiran Yugo semakin kacau. Lalu dengan secepat kilat ia bergegas meninggalkan ruangan itu dan segera memacu mobilnya dengan kecepatan di atas rata-rata.
Saat bertemu dengan lampu merah, Yugo terpaksa ikut berhenti mematuhi peraturan itu. Ia memukul setirnya sekuat tenaga untuk menyalurkan kekesalannya.
Kenapa kamu lakuin ini, Za? Kenapa kamu temui Julian? Kalau kamu mau siksa aku dengan cara kayak gini, maka kamu berhasil. Ucap batin Yugo.
Ketika emosinya sudah cukup stabil, Yugo mengirimkan pesan kepada Sadam bahwa ia akan ke tempat tinggal Julian dan memastikan apakah Seiza ada di sana atau tidak. Dan Yugo pun meminta Sadam untuk berpencar mencari Seiza. Sadam ditugaskan mencari ke apartemen bersama Manda, sedangkan Riko dan Bobby ke tempat kos lama Seiza.
Semoga semuanya belum terlambat. Doa Yugo.
🍭🍭🍭
"Julian ...." lirih Seiza tepat saat seseorang menabrak tubuhnya.
"Wah, ada yang kecelakaan!"
"Tabrak lari. Itu mobilnya langsung ngebut ke sana."
"Kasihan banget orang itu."
Sahut orang-orang di sekitar yang tiba-tiba berlarian menuju satu arah di mana terjadinya sebuah kecelakaan.
Kaki Seiza lemas melihat apa yang baru saja terjadi.
Sebuah mobil sedan berwarna hitam melaju kencang dari arah kanan Julian dan menabrak tubuh pria jangkung itu dengan sangat kencang.
Tubuh Julian tergeletak dengan kepala bagian belakang terlebih dahulu yang membentur aspal, darah segar mengalir begitu saja dari kepala pria itu.
Seiza bermaksud untuk berlari ke arah Julian, namun dari kejauhan Julian masih mampu bergerak perlahan untuk mengambil ponsel yang terjatuh beberapa senti dari tubuhnya sebelum orang-orang berhamburan mengerumuninya.
"Seiza ...." Julian masih berusaha berbicara walaupun suaranya sudah parau. "Jangan ke sini.. Pergi, Za! Lari! Orang-orang itu masih kejar kamu. Pulang, Za! Jangan aktifin nomor HP kamu dulu, takut kamu dilacak. Karena panggilan terakhir aku, itu pasti nomor kamu," titah Julian walaupun sudah tak kuat merasakan sakit di sekujur tubuhnya. "Jaga diri kamu baik-baik yah, Za. Ma-maaf aku gak bisa jaga kamu. A-aku ... sayang ... kamu. Dan semoga Yugo bisa jagain kamu yah, Za. Titip adik aku di Jogja, namanya Jasmine Bellvania, semoga kalian bisa ketemu." Itu adalah kalimat terakhir yang Julian ucapkan dan berhasil membuat Seiza mengeluarkan air matanya.
Ya! Benar! Itu adalah yang terakhir kalinya, karena setelahnya orang-orang langsung menghampiri Julian dan mengatakan bahwa ia meninggal di tempat.
Telepon Seiza yang masih terhubung dengan Julian itulah yang membuat Seiza mengetahui hal itu.
Air mata Seiza mengalir deras mendengar kalimat itu, tapi ia juga sadar bahwa ada orang yang masih mengejarnya. Maka ia segera berlari ke arah yang lebih ramai di persimpangan, lalu menaiki taksi yang berjejer di sana.
Kini Seiza tak tahu ke mana ia harus melangkah. Namun, satu tempat yang ia rasa cukup aman untuk berlindung, yaitu kembali ke apartemennya.
Seiza tiba dengan selamat di kawasan apartemennya. Satpam di sana menyapa dan mengajaknya berbicara sebentar. Seiza mencoba menetralkan perasaan takutnya dan sedikit lebih lega karena bisa bertemu dengan orang yang ia kenal.
"Neng Seiza, tadi Neng Delia ke sini, terus kasih ini ke saya," ucap satpam itu sambil memberikan sebuah kotak.
Setelah itu Seiza langsung berlari ke dalam dan membuka kotak yang katanya dari Delia.
Hal pertama yang Seiza temukan adalah sebuah surat yang berisi tulisan tangan Delia yang lebih rapi dari surat yang pernah ia baca sebelumnya.
Hai Kak Seiza... :)
Apa kabar?
Maaf yah, aku baru kabarin Kakak. Aku di sini baik-baik aja. Tapi, aku belum bisa kasih tau di mana aku tinggal sekarang.
Aku cuma belum siap buat ketemu sama masa lalu aku, terutama Kak Arga.
Kak Seiza ingat gak?
Dulu aku minta tolong sama Kak Seiza buat bantu aku masuk ke grup musik dan kenalan sama Kak Arga. Dan sebagai balasan aku menawarkan Kakak sebuah permintaan. Makanya sekarang aku mau penuhi permintaaan Kakak waktu itu
Kak Seiza waktu itu minta informasi selengkap mungkin tentang Kak Yugo, kan, selama di Jakarta?
Dan sekarang aku mau penuhi janji aku itu.
Aku gak banyak dapat info, Kak..
Ini berawal dari Kak Dirgantara (Tara) yang tolongin aku waktu itu.
Aku udah tau ternyata yang tolong aku itu namanya Kak Dirgantara, kembarannya Kak Argantara. Ternyata selama ini aku salah orang. Tapi, itu gak sama sekali bikin aku menyesal kok.. Aku terima semua yang udah jadi risiko aku.
Ternyata ... Kak Yugo itu mengalami kecelakaan di waktu yang sama dengan Kak Tara dibunuh.
Dan Kak Seiza tau? Kalau Kak Yugo itu sebenarnya suruh Kak Tara buat jagain Kak Seiza. Selama ini Kak Tara diam-diam jagain Kakak, sampai akhirnya waktu Kak Tara mau selamatin kakak yang mau diperkosa sama cowok namanya Julian, ada orang yang menghalangi Kak Tara, akhirnya Kak Tara di bunuh.
Di waktu yang sama itu juga, Kak Yugo tau kalau Kak Tara dibunuh dan Kak Seiza mau diperkosa, akhrinya Kak Yugo pergi pakai motor buat temui Kak Seiza di Bandung. Tapi, ternyata Kak Yugo ditabrak dan akhirnya kecelakaan sampai amnesia.
Hal yang bikin aku bingung, setelah Kak Yugo amnesia, dia masih tetap aja cari tau penyebab kematian Kak Tara dan sempat ketemu sama anak buah Papi aku yang sama-sama cari info tentang pesaing Papi aku yang mau cekalain aku waktu itu. Dari situ aku tau, ternyata Kak Yugo ingat semua hal sebelum dia kecelakaan.
Aku sekarang benar-benar bingung, jadi sebenarnya Kak Yugo itu amnesia apa enggak?
Seiza membulatkan matanya karena sungguh amat terkejut dengan info yang ia dapatkan. Karena kalau benar Yugo melakukan itu padanya, lalu atas dasar apa alasannya? Sedangkan Yugo saja ketika bertemu kembali dengannya bersikap dingin seolah tak mengenalnya. Tapi, kalau diingat-ingat memang banyak hal yang mengganjal bagi Seiza selama ini, mungkin Seiza hanya sedikit menyadarinya.
Contohnya yang paling Seiza ingat adalah ketika di vila Bogor kala itu. Seiza ingat sekali ia meninggalkan ponselnya di dapur, lalu saat kembali lagi ke dapur ia menemukan ponselnya sudah dalam keadaan terbuka dari kunci.
Padahal seingat Seiza ia menguncinya menggunakan password dan passwordnya itu adalah tanggal jadi pacaran ia dan Yugo. Dan otomatis yang mengetahui itu adalah dirinya dan Yugo, bukan?
Lalu apakah Yugo sebenarnya amnesia atau tidak?
Seiza mengenyahkan pikiran itu dan kembali membaca surat dari Delia.
Aku cuma dapat info itu aja, Kak. :(
Oh iya, Kak. Tapi, Kak Arga sehat, kan? Aku harap dia baik.
Aku juga udah tau, siapa yang bunuh Kak Tara, orang itu adalah pesaing Papi aku dan entah kenapa bisa jadi kebetulan Kak Tara dibunuh waktu dia mau selamatin Kak Seiza. Cuma kita gak punya cukup bukti kuat tangkap orangnya, Papi cuma tunjukin aku orangnya aja dan ternyata benar sama kayak yang waktu mau culik aku.
Sekadar jaga-jaga buat Kak Seiza juga, fotonya aku kirim terpisah dari surat ini, yah, kak.
Salam sayang,
Delia
Saat itu pula Seiza melipat kembali surat dari Delia dan mengambil foto di dalam kotak tadi, ada beberapa foto di sana yang menunjukkan wajah beberapa orang yang sangat tak asing baginya. Namun, yang membuat Seiza membulatkan kedua matanya adalah ketika melihat tiga foto terakhir, sungguh napas Seiza terasa tercekat, kepalanya sangat amat pening seperti dihantam meteor besar. Sungguh Seiza sangat ingat siapa orang itu.
Ya, benar! Orang yang ada di foto itu adalah orang yang sama dengan orang yang menembak ayahnya, yang membunuh ayahnya. Itu artinya orang itu adalah orang yang sama pula dengan pembunuh mamanya Yugo dan juga Dirgantara. Orang yang pernah mengancam Seiza dan orang yang pernah mencelakai Seiza hingga hampir tak selamat nyawanya.
Beberapa puzzle permasalahannya sudah terisi sekarang. Dengan cekatan Seiza menutup kembali kotak itu dan segera mengambil tas selempang yang semula ia simpan di sofa, Seiza bermaksud ingin menghubungi Yugo, tapi ia ingat perkataan Julian yang harus mematikan ponselnya terlebih dahulu. Alhasil Seiza memilih untuk bergegas saja dan menemui Yugo langsung ke rumah rahasianya dengan membawa kotak pemberian tadi.
Saat Seiza baru saja menutup ritsleting tasnya. Bel pintu apartemen berbunyi.
Dalam benak Seiza yang mengetahui ia tinggal di situ adalah orang-orang terdekatnya dan Seiza berharap saja bahwa orang itu Yugo, atau mungkin Riko. Ah, mungkin juga Sadam, Manda, atau Bobby. Semoga saja begitu.
Dengan gerakan cepat Seiza membuka pintu itu, namun yang berdiri bukanlah orang yang tadi Seiza harapkan, sangat bertolak belakang.
Seiza mengernyitkan keningnya dalam, ia kenal siapa orang yang sekarang berdiri di depannya. Terlebih dengan seringai penuh kemenangan yang orang itu peroleh.
"Hai, Seiza! Kita ketemu lagi. Udah lama gue gak ketemu lo, Cantik."
"Ka-kamukan ... hmmmph ...." Seiza tak bisa melanjutkan ucapannya karena mulutnyaterlanjur ditutup paksa dengan kain sehingga tubuhnya menjadi limbung danseketika pandangannya menjadi gelap.
.
.
.
Salam sayang dari aku si pejuang garis dua💙💙💙
I LOVE YOUUUUUUU💙💙💙
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top