41. TAK TENTU ARAH

NowPlaying : Judika - Jadi Aku Sebentar Saja

Part ini panjaaaaang banget, bahkan terpanjang dari semua part lain. Aku gak bisa potong part ini karena takut feelnya gak dapet.
Jangan kabur yah😖

.
.
.

Bahkan sepertinya ucapan terima kasih saja tidak cukup bagi semua hal yang telah kamu terima dalam hidup ini, baik itu berupa hal manis maupun pahit.

🍭🍭🍭

"Lama banget sih. Kan, udah janji jam lima, Bro," kesal Arga karena sudah lebih dari setengah jam ia menunggu Yugo yang tak kunjung datang.

"Sorry ... Semalam gue pulang jam 2 dari tempat Seiza, jadi baru tidur sebentar."

"Anjir! Ngapain aja lo? Jangan sampai gue punya pikiran kotor tentang lo, yah," timpal Arga ketika Yugo sudah duduk nyaman di kursi penumpang.

"Sial! Gue gak kayak lo yah, Ga. Jangan sembarang lo!" sergah Yugo tak terima.

Arga terbahak mendengar kekesalan Yugo yang terlihat natural. "It's okay ... I believe that you're not having sex. But what are you doing till midnight with her? Just cuddling, heh?" tanya Arga sedikit menggoda.

"Fuck your mind!" umpat Yugo kesal dengan tebakan Arga yang nyatanya benar.

Semalam memang Yugo pulang pukul dua dini hari setelah menunggu Seiza terlelap. Dan selama itu mereka memang melakukan cuddling. Ya! Saling memeluk, memberikan kasih sayang antar keduanya. Dan baiklah ... jangan lupakan juga dengan sesekali diselingi ciuman atau bahkan lumatan dan juga sedikit isapan lembut pada beberapa bagian.

Sekitar empat jam menghabiskan perjalanan ke Bandung, kini Yugo dan Arga sudah tiba di depan sebuah rumah minimalis yang terlihat rumput di halamannya sudah cukup tinggi.

Setelah Arga dan Yugo mengucapkan salam berkali-kali, akhirnya si pemilik rumah keluar.

Betapa terkejutnya Yugo saat seorang pria paruh baya yang membukakan pagar besi itu.

"Om Soni?"

Orang yang dipanggil Om Soni itu hanya membulatkan kedua matanya penuh dan tak lama setelah itu dengan gerakan cepatan ia kembali menutup pintu pagarnya.

"Om Soni, tunggu Om! Ini Yugo, Om. Om Soni gak lupa, kan?" Yugo sedikit berteriak dengan sebelah tangannya menahan pagar agar tak tertutup sempurna.

"Tau darimana kalau saya Soni? Bukannya kamu amnesia?" tanya telak Soni.

"Hmm ... Itu ... I-itu gak masalah sekarang, Om. Yang penting sekarang banyak hal yang mau Yugo omongin dan Yugo tanyain sama Om. Yugo mohon, Om."

Dengan gerakan lambat Soni kembali membuka pagarnya, namun tubuhnya ia gunakan sebagai penghalang agar kedua pria muda itu tak memasuki pekarangan rumahnya.

"Kalau kamu mau tanya tentang kematian mamah kamu, kematian anak buah kamu, atau bahkan kematian ayah dari pacar kamu, tolong jangan cari saya," tutur panjang Soni.

Yugo menautkan kedua alisnya. "Om tau darimana kalau Yugo mau tanya itu?"

Diberi pertanyaan itu Soni kembali menutup pagarnya seraya berkata, "Saya gak tau apa-apa, Den Yugo. Tolong jangan libatkan saya dan keluarga saya. Cukup saya saja yang berkorban untuk keselamatan Den Yugo dan Seiza, sisanya saya serahkan sama Den Yugo sendiri. Karena sepertinya sekarang Den Yugo sudah lebih baik."

"Ta-tapi Om ... Yugo masih gak ngerti sama semuanya. Apa hubungan Om Soni sama Seiza, sama mamah dan sama ayahnya Seiza? Om pasti tau sesuatu, kan? Tolong kasih tau Yugo, Om. Yugo janji setel─"

"Den Yugo! Sudah saya bilang, saya gak tau apa pun. Dan satu lagi ...." Soni kini benar-benar menutup rapat pagarnya, namun suaranya masih terdengar jelas oleh Yugo dan Arga. "Jangan libatkan Seiza dalam urusan Den Yugo. Seiza gak tau apa-apa, dia gak salah apa-apa." Lalu setelahnya Soni kembali mengunci pagarnya tak peduli Yugo dan Arga mengetuk bahkan menggedor pagar itu, Soni tetap mengabaikan.

Dengan berat hati dan tanpa mendapatkan hasil yang diinginkan, Yugo dan Arga segera beranjak dari sana sebelum mereka diamuk warga karena membuat keributan. Dan keesokan harinya mereka berziarah ke makam Dirga, lalu setelahnya mereka kembali ke Jakarta dengan bergantian Yugo yang menyetir, karena sepertinya Arga mendadak sedikit demam.

🍭🍭🍭

Yugo sudah berjanji pada Seiza bahwa sepulang dari Bandung ia akan langsung mengikuti latihan musik di kampus. Berhubung perjalanan dimulai pagi hari setelah berziarah dan kondisi jalanan pun lengang, akhirnya perjalanan Bandung-Jakarta hanya ditempuh dua setengah jam saja. Yugo benar-benar ingin cepat sampai, sudah tak sabar bertemu sang pemilik hatinya.

Setelah sampai di kampus dan berpamitan pada Arga, ia segera melangkahkan kaki menuju lantai 3 ke ruang musik. Namun, baru saja ia menaiki lift, ponselnya bergetar karena ada pesan masuk dan pesan itu berasal dari nomor yang tak ia kenali.

Saya mohon, jangan libatkan Seiza dalam rencana kamu yang entah apa pun itu.

Yugo menghela napas panjang membaca pesan itu. Dengan segera ia menghubungi nomor tersebut namun nihil, nomornya langsung tidak aktif.

Dalam benak Yugo sepertinya pesan itu berasal dari Om Soni. Semoga tebakannya tak meleset.

Ketika sudah mendekati ruang musik, ia mendengar sayup suara perdebatan yang entah siapa dan tepat ketika dia berdiri di depan pintu ruang musik ia melihat semua sedang menunjukkan wajah tegang, amarah dan ditambah wajah gadisnya dipenuhi air mata.

"Ada apa ini?"

Semua mata tertuju melihatnya yang berdiri kebingungan.

"Yugo?"

Seiza langsung berlari menghampiri prianya yang sudah dua hari tak berjumpa dan jangan lupakan air mata yang masih membasahi kedua pipi Seiza juga hidung dan bibir yang sedikit memerah. Satu lagi, koran lama yang masih setia dipegang Seiza.

"Yugo ...." Seiza terisak kembali.

Belum sempat Yugo bertanya kenapa, Seiza sudah mengangkat koran itu ke hadapan wajahnya seraya bertanya kembali, "Ini ... Ka-kamu tau ini?" Seiza berbicara sambil terisak.

Yugo melihat sekilas isi potongan koran itu, dari judulnya saja ia sudah tahu ke mana arah permasalahan di ruangan ini. Yugo meneguk salivanya sendiri dan menarik napas panjang. Ia yakin kali ini pasokan oksigen dalam tubuhnya seketika berkurang.

"Apa benar berita di koran lama ini yang jadi patokan kamu buat balas dendam? Dan apa benar objeknya itu adalah aku?"

Yugo bergeming.

Hatinya tiba-tiba bergemuruh, pikirannya mendadak keruh dan dunianya seketika runtuh.

"Yugo ...." lirih Seiza. Nadanya terdengar amat pilu yang seolah merobek gendang telinga Yugo.

Hanya saja ada suara lain yang menyeruak masuk ke gendang telinga sebelahnya. "Hai, Sayang. Udah pulang dari Bandungnya? Aku ke sini bawa kejutan, suka gak?"

Kejutan? Maura bilang ini kejutan? Oh, ayolah! Kejutan yang sangat luar biasa! Ingatkan Yugo untuk menginterogasi Maura habis-habisan!

Arah pandang Yugo bergerak tak pasti. Ia bingung harus menatap ke mana. Pasalnya ia tak sanggup menatap mata teduh yang sudah basah di depannya ini.

"Yugo kamu dengar aku ngomong, kan? Yugo lihat aku! Kamu tau tentang ini?" Seiza masih gencar bertanya dengan tangan yang masih menggantung membawa sepucuk koran lama.

Kini pikiran Yugo kembali berputar pada waktu di mana ia pernah membaca isi berita dari koran itu. Bahkan ia sudah membacanya berkali-kali. Dan bahkan sepertinya Yugo sudah hafal setiap paragrafnya.

Yugo berdecak pelan mengingat pesan Om Soni yang memintanya untuk tidak melibatkan Seiza. Ia gundah saat ini. Entah kenapa pikirannya yang semula jernih, kini menjadi keruh, seperti tak terlihat cahaya barang setitik pun.

Sampai akhirnya suara dari dalam kembali terdengar. "Tebakan aku hebat, kan, Yugo? Tadi aku bilang kalau isi dari koran itu adalah fakta selama ini. Fakta bahwa ayah si jalang itu dan mamah kamu dulu pernah menjalin sebuah hubungan, kan? Dan berakhir dengan ayah dia udah bunuh mamah kamu. Apa yang aku ungkapin itu benar, kan, Sayang?" ucap bangga Maura seraya memasang senyum liciknya. Kini ia merasa di atas angin.

"Shit! Diam dulu bisa gak sih lo, Nenek Lampir!" bentak Bobby di depan wajah Maura.

Mendengar penuturan Maura itu membuat Yugo semakin gelisah, ia membasahi bibir bawahnya yang seketika menjadi kering. Lagi dan lagi hanya bisa membuang napas kasar.

"Oh, iya! Satu lagi! Aku bilang sama mereka kalau kamu dekatin si jalang Seiza itu cuma untuk balas dendam. Aku benar lagi, kan? Kamu mau dapetin dia terus kamu buang gitu aja, biar dia terpuruk terus nanti juga bunuh diri," ucap Maura pongahnya. "Terus sekarang kamu udah sampai mana manfaatin cewek jalang itu? Jangan lama-lama, ah. Aku bete kalau kamu terus dekat sama cewek kotor itu ... eh─"

Baru selesai Maura berucap, Manda sudah menarik rambut pirang gadis itu sampai hampir terjungkal. Untung ada Sadam dan Bobby yang melerai.

Masih dengan mata yang tak berhenti mengeluarkan buliran bening, Seiza masih menunggu jawaban Yugo yang daritadi masih saja bergeming.

Dibantu dengan isak tangis yang terasa nyeri, Seiza kembali bertanya, "Yugo ... A-apa benar yang Maura omongin itu? Kenapa kamu diam aja, Yugo? Jawab!"

Sebelah tangan Seiza yang terbebas menggoyangkan lengan Yugo yang kedua kepalannya ia masukkan ke dalam saku jaket kulitnya. Dan percayalah, di dalam saku jaket itu kedua tangan Yugo mengepal kuat, bahkan sampai kukunya membuat bekas pada telapak tangannya.

Yugo masih tak sanggup apabila memandang wajah gadis yang sudah pernah merebut hatinya ini, matanya masih membuang pandangan ke arah lain. Masih terlalu berat baginya untuk menggerakkan mulut apalagi tangannya.

Sampai akhirnya Seiza kembali menggoyangkan sebelah lengan Yugo agar setidaknya Yugo menatap ke arahnya, lalu segera menjawab pertanyaan yang seperti akan mematikan itu.

"Yugo! Kenapa gak jawab?" Isak tangis Seiza masih belum mereda. "Aku lagi ngomong sama kamu, Yugo. Kenapa kamu gak berani lihat aku? Kenapa Yugo?" Tangan Seiza tak berhenti bergerak di atas lengan Yugo, sampai beberapa detik selanjutnya barulah ada respon dari Yugo, walaupun sepertinya tidak sesuai harapan.

Semesta jahat! Tunggu! Atau justru Yugo yang jahat?

Karena dengan kasar Yugo menepis tangan Seiza hingga tangan mulus itu membentur pintu di sebelahnya. Bahkan hal itu menghentikan aktivitas keempat manusia di dalam ruangan yang masih adu mulut.

Yakinilah bahwa Maura tersenyum penuh kemenangan melihat Yugo yang akhirnya bertindak.

"Yu-Yugo? Ka-kamu?" Tangan dan bibir Seiza bergetar hebat karena tak percaya dengan apa yang diterimanya.

"Apa, hah?" Setelah belasan menit mulut itu terbungkam, kini akhirnya terdengar sedikit suara, namun sepertinya suara itu menyakitkan di telinga dan hati Seiza.

"Yugo ... ka-kamu kenapa?" Baru saja Seiza ingin meraih tangan Yugo kembali, namun suara Yugo justru menahannya.

"Kenapa lo bilang? Menurut lo kenapa, hah?" Nada dingin itu keluar dari bibir tipis Yugo yang dua hari lalu masih membelai lembut bibirnya, bahkan membelai halus di sekitar rahang dan lehernya.

"Yugo ... kamu kok ...."

"APA? Mau ngomong apa lo, hah?" Akhirnya kini Yugo mampu menatap wajah Seiza setelah ia tahan daritadi. Namun, camkan! Yugo tidak melihat ke arah mata Seiza, entah ke mana pun yang penting tidak pada netra gadis itu.

"Ka-kamu ... Kenapa jadi gini?"

"Memangnya kenapa? Salah?"

"Ja-jangan bilang kalau yang diomongin Maura itu benar? Gitu?" Dengan susah payah Seiza menanyakan hal itu lagi.

"Terus jawaban apa yang lo mau dengar dari gue, hah?" Ucapan tajam Yugo sungguh menusuk batin Seiza.

"Yugo! Lo apa-apaan, sih?" teriak Sadam dari dalam.

"Gak usah ikut campur lo, Dam!" bentak Yugo yang sukses membuat Sadam bungkam.

"Apa yang terjadi sama kamu, Yugo? Kenapa kamu datang justru jadi berubah gini? A-aku salah apa, Yugo?" Seiza kembali bertanya dan tangannya ingin meraih tangan Yugo kembali, namun usahanya gagal.

"Salah lo apa? Lo tanya itu ke gue? Oke gue jawab!" Kini mata Yugo menghunus tajam ke arah Seiza. "JELAS SALAH LO ITU KARENA LO ADALAH ANAK DARI PEMBUNUH NYOKAP GUE!" ucap Yugo penuh amarah dengan telunjuk yang mengarah pada wajah sendu Seiza.

Seiza menelan salivanya sendiri karena takut melihat Yugo yang sepertinya penuh amarah ini, wajah tampan Yugo berubah seketika menjadi mengerikan, bahkan tak ada lagi kehangatan.

Satu tangan Seiza gunakan untuk menutup mulutnya karena menahan isak tangis yang sudah pecah. Seiza menggeleng kuat dengan tubuhnya yang masih bergetar karena tangisnya terlalu besar.

Saat sudah sedikit mereda barulah ia kembali berkata, "Kamu pasti bohong, kan? Waktu itu ... Aku udah pernah cerita ke kamu kalau ayah aku juga dibunuh. Dan kamu ingat, kan? Waktu aku cerita ada perempuan yang udah lebih dulu ditembak, itu berarti mamah kamu, yah? Aku baru tau sekarang Yugo. Kamu ingat, kan, cerita aku itu? Gak mungkin kalau kamu lupa, kan?"

Yugo mengangkat sebelah bibirnya dan tersenyum meremehkan. "Lo pikir gue percaya, hah? Siapa tau itu akal-akalan lo aja buat tipu gue, kan? Terus setelah itu gue bakal kemakan rayuan lo dan dengan mudahnya juga serahin harta ... BAHKAN NYAWA SEKALIPUN! PERSIS KAYAK BOKAP LO YANG UDAH MEMERAS DAN MEMBUHUN NYOKAP GUE!!" tutur panjang Yugo diakhiri dengan bentakan kencang.

Seiza sedikit membuka mulutnya karena tak percaya dengan apa yang Yugo ucapkan. Lagi, ia menggeleng kuat saking terkejutnya.

"Ja-jadi ...." lirih Seiza pedih dengan terbata, kini pikirannya berkecamuk tak tentu arah. Seluruh pikiran buruk terus menghampirinya. Rumit. Ini sangan rumit dan pahit.

"YA!! Apa yang Maura bilang itu benar. Gue memang ada rencana buat balas dendam melalui lo, Seiza. Tapi sayangnya Maura terlalu baik, karena gue belum sepenuhnya berhasil balas dendam tapi harus terungkap sekarang. Ah ... sangat disayangkan, bukan?"

Raut wajah Yugo menjadi semakin terlihat menyeramkan dengan smirknya yang khas. Seiza tak henti mengeluarkan air mata kepedihan yang kian deras. Sangat terasa amat perih di hatinya.

Mendengar namanya disebut, Maura ikut kembali membuka suara, "Kalian semua dengar, kan? Apa yang gue bilang itu benar. Sekarang kalian udah dengar dari Yugo sendiri. Puas kalian? Harusnya kalian bersyukur gue kasih tau, karena lama-lama si jalang itu juga bakal manfaatin lo semua!"

"Mulut lo mau gue sobek, hah?" Manda makin terbakar emosinya.

Yugo sedikit memainkan lidah di dalam mulutnya sebelum ia kembali berucap, "Ah ... benar banget! Kayaknya lo cukup pantas buat gue panggil ... Jalang? Iya?" Sebelah bibirnya kembali terangkat.

Yugo meneliti tubuh Seiza dari bawah hingga atas dengan senyum meremehkan. "Sayang banget yah, gue belum sempat nikmatin tubuh lo secara keseluruhan. Padahal tadinya kalau gue udah icip, gue bakal tinggalin lo gitu aja. Dan gue yakin setelah itu kayaknya lo bakal enyah dari sini, atau bahkan lo ...."

"Bunuh diri?" Napas Seiza semakin terengah mendengar seluruh perkataan Yugo. Kecewa, marah dan sakit di dadanya semakin terasa menggigit, semuanya tercampur jadi satu. "Iya, kan? Ka-kamu mau bikin aku bunuh diri juga, gitu? Sama kayak apa yang ada di berita koran ini. Iya, kan? I-itu tujuan kamu? Itu niat kamu?" Dengan bibir bergetar Seiza mencoba mengkonfirmasi dan mencari kebenaran.

"Perfect! Ternyata otak lo cukup pintar. Tapi sayangnya gue lebih pintar jadi bisa bohongin lo sejauh ini. Dan kayaknya renc─"

BUGH!!!!

Belum sempat Yugo melanjutkan ucapannya, tubuhnya sudah terlanjur terhuyung ke belakangan akibat pukulan Sadam.

"Gila lo, Go! Sumpah demi apa pun gue gak percaya lo ngomong kayak gitu! Jadi tujuan utama lo balas dendam selama ini buat hancurin Seiza? Terus buat apa lo minta bantuin gue sama anak buah lo yang lain kalau tujuan utama lo cuma Seiza, hah? Sia-sia gue bantuin lo buat nyari pembunuh nyokap lo! Ternyata lo sendiri udah tau dari berita itu. Sialan lo!"

Setelah mengucapkan itu Yugo kembali mendapat pukulan keras dari tangan Sadam, hingga sudut bibirnya mengeluarkan darah segar. Seharusnya Yugo ingat, kalau dirinya dan Sadam sering melakukan gym bersama, jadi wajar pukulan Sadam sangatlah keras.

Yugo mengelap sudut bibir yang berdarah itu lalu berucap, "Ini cara gue, Dam. Apa yang gue lakuin ke jalang itu jelas beda sama rencana gue yang gue bilang ke lo. Gue memang punya dua rencana. Satu untuk cari tau kematian Dirga yang gue harap ini ada sangkut pautnya dengan kematian nyokap gue. Dan ternyata setelah gue tau kalau itu gak ada hubungannya, jadi gue tetap lakuin rencana gue yang kedua." Kini Yugo berdiri tegap menghadap Sadam sepenuhnya yang berdiri di sebelah Seiza. "Dan rencana kedua gue adalah buat hancurin jalang ini!" tunjuk Yugo pada Seiza.

Kini Seiza mengepalkan kedua tangannya secara erat, bahkan koran yang semula ia genggam kini menjadi kusut dan bahkan hampir sobek.

Seiza tak peduli kalau Sadam kembali memukul rahang Yugo, karena kini ia memilih berbalik dan masuk ke dalam ruangan. Ia sempat mengabaikan panggilan Manda dan Bobby karena sekarang ia segera memasukkan semua perlengkapannya ke dalam tas dan mengambil tas itu lalu bergegas keluar.

Tepat saat di depan pintu ia kembali terdiam dengan isakan yang masih tersisa. Ia menatap Yugo yang kembali mengusap bibirnya yang semakin berdarah ulah pukulan Sadam.

Dengan berat hati dan menahan perih, Seiza kembali berucap, "Yugo ... A-Aku mohon tatap aku sekali lagi." Seiza mencoba menetralkan isak tangisnya. "To-tolong bilang sama aku kalau ini cuma candaan kamu aja. Tolong bilang kalau ucapan kamu tadi semuanya bohong. A-aku mohon, Yugo."

Percayalah siapa saja yang mendengar ucapan Seiza itu pasti ikut terhanyut, bahkan Manda yang di dalam saja ikut meneteskan air matanya karena melihat sahabatnya terluka amat dalam.

"Yugo ...." lirih Seiza kembali.

Yugo yang semula masih tertunduk kini coba melihat wajah gadis cantik itu. Ia sedikit menelan salivanya dan berpikir apakah ia sanggup menatap wajah dengan penuh air mata itu.

Mata gadis itu sudah sangat merah, air matanya tak henti sejak tadi. Bahkan bibir ranum yang biasa ia kecup dan ia lumat, sekarang sudah memerah akibatnya. Iya! Akibatnya yang mengucapkan kata-kata tajam yang menyakitkan hati gadis itu.

Yugo mendengus kasar dan menunjukkan senyum miringnya lagi. "Gue gak bohong!." Setiap kata yang terucap penuh dengan penekanan, membuat Seiza tersadar, bahwa Yugo tak main-main kali ini. Yugo serius dengan ucapannya. Yugo serius ingin balas dendam padanya.

Mata Seiza yang semula terbuka menunggu jawaban Yugo, kini berkedip hingga air matanya luruh semakin deras. Seiza berusaha tersenyum walau pedih. Ia menunduk sejenak untuk melanjutkan tangisnya, kembali terisak kencang hingga bahunya terlihat bergetar. Dan semuanya tak luput dari pandangan Yugo.

Setelah itu Seiza mengangkat wajahnya seraya mengusap air mata di pipinya lalu menganggukan kepalanya pelan.

"Oke. Kalau gitu ... sekarang aku yakin kalau Yugo memang jujur. Ternyata Yugo mau dekatin aku cuma karena mau balas dendam, yah? Bahkan Yugo punya rencana buat hancurin aku dan bahkan mau aku bunuh diri? Gitu, kan?"

Sebisa mungkin Seiza menahan, namun air matanya tetap keluar dan segera ia mengusapnya kasar seraya berucap, "Oke ... Sekarang pikiran aku sedikit terbuka, aku jadi tau apa yang harus aku lakukan setelah ini."

Seiza tersenyun amat manis dengan tatapan yang tak pernah putus dari mata Yugo, ia kembali mengusap pipinya yang basah dan mencoba tetap tersenyum sambil berkata, "Makasih yah, Yugo."

Lalu setelah itu Seiza melangkahkan kakinya meninggalkan ruang musik, bahkan saat langkah keduanya, ia sengaja menabrakan diri pada tubuh Yugo, hingga Yugo tersadar dengan ucapan 'terima kasih' yang Seiza lontarkan.

"Makasih untuk apa, hah?" tanya Yugo tanpa menoleh ke belakang.

Nihil, Seiza tak menjawab.

"Gue tanya! Kenapa lo bilang makasih, hah?" tanya Yugo kembali dengan nada semakin meninggi.

Lagi dan lagi tidak ada jawaban dari Seiza, karena Seiza terus saja berjalan menuju lift tanpa peduli pertanyaan Yugo. Seiza lebih fokus pada tangisnya, pada luka di hatinya dan pada apa yang akan ia perbuat dengan rencananya.

Yugo geram karena ia tak kunjung mendapatkan jawaban dari Seiza, entah kenapa ia sangat ingin mendengar Seiza berbicara dan menjawab pertanyaannya. Ia ingin Seiza setidaknya berhenti dan tak meninggalkan tempat ini.

"LO BUDEG, YAH? GUE TANYA LO BILANG MAKASIH KARENA HAL APA, HAH? APA YANG LO MAKSUD?"

Tepat saat Yugo sudah habis kesabaran, ia berbalik untuk membentak secara langsung pada Seiza, namun tepat saat itu pula Seiza pergi meninggalkannya.

ApakahSeiza akan pergi meninggalkannya untuk selamanya? Apa yang ada dipikiran gadisitu?

.
.
.

Panjang banget, yah?
Maaf? 😭

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top