35. KELEMAHAN TERBESAR
Tak perlu menunjukkan seberapa tajam taring dan cakarmu. Cukup gunakan akalmu untuk menyusun siasat cerdik demi menumbangkan lawanmu.
🍭🍭🍭
"Pacar kamu itu namanya Yugo? Jangan bilang dia itu Yugo Pandu Pranadipa?"
Dengan polosnya Seiza mengangguk lemah dan tepat saat itu juga Julian bergeming pasrah.
Dari kejauhan Yugo saling tatap dengan pria hoodie abu-abu yang sedang menyeret paksa gadisnya dan selanjutnya pria itu menoleh ke Seiza kembali, seluruh pikiran buruk yang semula ia bayangkan ternyata benar terjadi. Dengan kecepatan penuh ia segera berlari untuk menghajar atau bahkan siap menghabisi orang itu.
"Seiza, perlu kamu tau ...." Julian mengecup punggung tangan Seiza dan kembali berkata, "Pacar kamu itu LEBIH MEMBAHAYAKAN daripada aku, Sayang. Aku mohon jauhi dia!" Hanya dua kata yang dipertegas oleh Julian lalu dilepaskannya tangan Seiza dan Julian segera mengambil langkah seribu karena Yugo yang terus berlari mendekat dan meninggalkan Seiza yang semakin bingung terlebih dengan peringatan Julian tadi.
"Shit!"
Kepada siapa pun tolong beri tahu Yugo, pria mana yang tak mendidih hatinya ketika melihat gadisnya disentuh pria lain dan ini bukan hanya disentuh, tapi dikecup?
Sekuat tenaga Yugo berlari, tapi terlambat. Karena pria itu justru ikut berlari menghindar. Ingin terus mengejar, tapi teringat gadisnya sedang terkapar.
Alhasil Yugo mengurungkan niatnya untuk menghajar pria keparat itu.
"Seiza, lo gak apa-apa?" Yugo membantu Seiza berdiri tanpa kesulitan. "Itu yang namanya Julian?"
Seiza mengiyakan dengan dua kali anggukan.
Yugo berdecak kesal dan rautnya berubah, entah karena gagal menjaga Seiza atau karena Julian yang mengecup tangan gadisnya, yang jelas otak dan hatinya untuk saat ini sedang memanas.
Yugo langsung menarik tangan Seiza, dan tanpa sepengetahuannya ternyata gadisnya itu sedikit meringis karena kakinya tadi diinjak keras oleh Julian.
"Kenapa?" tanya Yugo dingin.
Percayalah bahwa air mata di wajah Seiza masih mengalir, selain karena Julian yang menggertaknya, kini Yugo pun menjadi seolah-olah tebal telinga. Seiza berusaha tegar dengan mengusap pipi basahnya dengan sebelah tangannya yang terbebas. Ditambah menahan sakit di kakinya yang seperti ingin patah. Akhirnya dengan lemah ia menggeleng seolah tak terjadi apa-apa.
Dengan segera Yugo membawa ke ujung koridor lalu diambilnya cairan antiseptik yang menggantung di tembok dan dituangkan ke tangan Seiza yang tadi sempat dicium Julian. Yugo menggosok agak kasar di bagian itu, mencoba menghilangkan jejak bibir pria lain di tangan gadisnya.
Seiza membelalakkan matanya melihat apa yang dilakukan pria yang dicintainya itu dan yang lebih mengagetkan karena setelah selesai tangannya dibersihkan Yugo merengkuh tubuh Seiza secara perlahan dan penuh kehati-hatian, seolah tubuh Seiza akan rapuh apabila ia peluk terlalu erat.
Yugo menarik napas panjang dan mengeluarkannya kasar. "Lo gak tau, kan, sebarapa besar keinginan gue buat habisin itu orang? Lo gak tau juga, kan, seberapa kuat gue tahan amarah ketika lihat lo digituin sama si Berengsek itu? Dan terakhir, lo pasti gak tau, kan, kalau rasanya saat ini gue pengin hajar sesuatu sebagai pelampiasan ... tembok di belakang lo misalnya."
Seiza yang semula air matanya sudah kering kini tampak kembali, dalam rengkuhan tubuh kekar itu ia menggeleng kuat seolah tidak mengizinkan Yugo melampiaskan amarahnya apalagi harus memukul tembok yang ada di belakangnya itu.
"Maafin gue karena terlambat datang." Lalu setelahnya Yugo mengenggelamkan wajahnya di ceruk leher Seiza, memeluknya penuh kehangatan dan menghirup aroma chamomile favoritnya itu sebagai obat penenangnya lalu kembali berucap, "Lo udah jadi kelemahan terbesar gue, Za. Gue gak sanggup lihat lo nangis, apalagi lihat lo terluka."
🍭🍭🍭
Kali ini semesta sangat tidak memihak pada Arga yang sejak tadi kesulitan mencari keberadaan Delia. Ternyata hasil rekaman CCTV menggambarkan bahwa benar Delia pergi dari ruangan dan meninggalkan rumah sakit dengan pakaian yang sudah diganti.
Kebencian semesta pada Arga tidak hanya sampai situ, ia harus rela menunggu Seiza selesai ditangani terlebih dahulu oleh dokter karena kakinya yang lebam efek keganasan Julian tadi dan kini kesabaran Arga diuji kembali karena mereka bertiga harus terjebak dalam kemacetan akibat kecelakaan yang terjadi di jalan. Lengkap sudah penderitaan Arga, ditambah bayang-bayang wajah Delia yang terus menghantui pikirannya.
Setelah dua jam bergelut dengan kemacetan ibu kota, akhirnya mereka sampai di depan apartemen Delia.
Sekali lagi semesta menunjukkan karmanya pada Arga, Delia ternyata sudah meninggalkan apartemennya sesaat sebelum mereka datang, karena terlihat ada amplop cokelat yang tergeletak di meja dengan bertuliskan 'Untuk Kak Seiza'.
Seiza segera menyambarnya dan ternyata ada sepucuk surat dengan tulisan tidak rapi di sana dengan tinta yang sepertinya masih basah. Ah! Mungkin karena Delia tergesa-gesa menulisnya.
Hai, Kak Seiza.
Mungkin ketika Kakak baca surat ini aku udah gak lagi tinggal di apartemenku. Kenapa?
Itu karena aku kabur.
Aku kabur bukan ke rumah mami-papi aku, tapi ke suatu tempat di mana aku bisa tenangin diri sekaligus sembuhin luka aku, karena aku benar-benar terluka, Kak. :(
Hati aku apalagi. :(
Mungkin juga sekarang Kakak tau kalau aku habis keguguran. :(
Aku hamil anak Kak Arga. Dia juga tau kalau aku hamil. Tapi, dia suruh gugurin. :(
Aku gak mau! :(
Tadinya anak ini mau aku rawat, tapi tadi pagi aku kepeleset di kamar mandi. :(
Aku mau bilang makasih sama Kak Seiza yg selama ini udah mau tolong sama dengar curhat aku. Aku juga minta maaf karena belum bisa tepati janji tentang pembicaraan kita di perpustakaan waktu itu, tapi aku pasti akan segera tepati kok, Kak.
Segabai bentuk terima kasih aku, Kakak harus tinggal di apartemen aku, yah. Di sini aman kok, Kak. Ada CCTV dan penjagaan juga ketat, jadi gak sembarang orang bisa masuk.
Oh, iya satu lagi, ini ada foto hasil USG aku, Kakak tolong simpan yah, karena kalau aku yg simpan nanti takut aku semakin sakit. :(
Bye Kak Seiza.
Adelia Sasikirana Kalani.
Seiza meneteskan air mata ketika membaca surat itu dan ditenangkan oleh Yugo, lain halnya dengan Arga yang memegang foto hasil USG kehamilan Delia dengan tangan bergetar, seolah dunianya runtuh seketika.
Akibat hal ini Arga mengetahui apa arti dari kata menyesal. Menyesal karena tidak dapat memenuhi janji dan menyesal telah membiarkan janji itu pergi.
🍭🍭🍭
"Yakin mau pindah besok? Gak nanti aja?" Seiza menggeleng pasti. "Tapi itu kaki lo masih sakit, Za. Terus baru tadi siang Julian temui lo. Mana bisa gue biarin gitu aja lo tinggal di sana. Bisa mati konyol gue karena khawatir."
Seiza yang sedang memasukan baju ke dalam picnic bag itu berhenti sejenak melihat prianya yang secara tidak langsung sedang merajuk, lalu ia tersenyum tipis dan menghampiri Yugo yang duduk di bibir kasur.
"Kamu lihat sendiri, kan, gimana amannya apartemen Delia, buktinya kita aja selalu diinterogasi kalau mau masuk ke sana."
"Tetap gak bisa! Pokoknya kalau lo mau pindah, itu bolehnya bulan depan," titah Yugo.
Seiza terkekeh lalu menangkup kedua sisi pipi Yugo. "Aku bakal baik-baik aja, Yugo. Kamu bisa kunjungin aku kapan aja, oke?"
"Benar kapan aja?"
Seiza mengangguk seperti anak kecil dan membuat Yugo gemas ingin segera menerkam tubuh semampai gadisnya itu.
"Ya udah. Tapi lo gak boleh pergi ke mana-mana tanpa seizin gue. Gue bakal jemput dan antar lo!"
"Siap, Kapten!"
"Gue gak akan biarin lagi siapa pun bisa sentuh dan sakiti lo kayak tadi. Itu janji gue sama diri gue sendiri."
Oh semesta, biarkanlah mereka memadu rasa untuk waktu yang seadanya. Melampiaskan atas apa yang terjadi sebelumnya.
"Give your all to me and I give my all to you," lirih Yugo.
Lalu entah sejak Yugo yang menarik tangan Seiza hingga tubuhnya limbung, atau mungkin sejak tangan Yugo yang melingkari pinggang Seiza sehingga otomatis tangan Seiza ikut melingkar di leher Yugo.
Karena sekarang mereka sedang membalas lumatan demi lumatan lembut yang dipenuhi cinta dan kasih sayang.
Saling berbagi saliva hingga tak ada celah yang tersisa. Menyalurkan segala rasa yang berkecamuk di dada. Menumpahkan resahnya jiwa yang menggigiti asa. Memberikan hangatnya cinta hingga jiwa dan raga terasa bahagia.
Kali ini Yugo harus berdamai dengan semesta dan berusaha merelakan sementara gadisnya tinggal di sana, sebelum nanti pasti akan dia bawa paksa kembali ke istananya.
🍭🍭🍭
Keesokan harinya setelah pulang kuliah Yugo dan Seiza yang sudah siap dengan kepindahannya ke apartemen Delia. Seiza tak banyak membawa barang, karena di dalam apartemen itu sudah lengkap segala peralatan.
Semua berjalan normal seperti sabtu sore ini ketika Yugo sudah menunggu hampir 20 menit di parkiran apartemen, Seiza mengabarinya bahwa ia akan turun 'sebentar lagi' yang entah sebenarnya akan berapa lama itu. Dasar wanita!
"Yugo, ini aku udah di parkiran, kamu di mana?"
"Di parkiran motor."
Tepat saat sambungan telepon itu terputus, Seiza langsung menghampiri Yugo yang sudah duduk manis di atas motor besar.
"Kamu bawa motor?" Pertanyaan Seiza dibalas dengan dehaman saja dan Yugo segera bersiap memakai helmnya. "Berani bawa motor? Gak trauma? Terus memang kamu dibolehin bawa motor? Gak ta ... hmmmph."
Yugo mengecup bibir Seiza karena gemas.
"Lo nih udah kayak polisi yang lagi interogasi tersangka tau. Udah cepat naik, panas ini." Yugo menyerahkan satu helm lagi berwarna biru khusus untuk Seiza.
Seiza menggigit bibir bawahnya yang baru saja dikecup, ia menaiki motor Yugo dengan perasaan hangat di perutnya. Yugo paling bisa membuat gadis ini tersipu.
"Jangan digigit terus bibirnya, lo mau gue terkam di sini, hm?" Sudah pasti Yugo bisa melihat hal itu melalui kaca spionnya.
Sontak kepala Seiza justru bersembunyi di balik punggung tegap itu untuk menutupi pipinya yang merona dan Yugo hanya tersenyum melihat tingkah gadisnya yang terlampau menggemaskan.
"Senin nanti gue mau ada turnamen basket ke Tangerang dan menginap dua hari di sana. Gue udah suruh Bobby buat antar jemput lo selama gue gak ada. Gak apa-apa kalau gue tinggal?"
Kini mereka sudah berada di pantai, lebih tepatnya duduk di bibir pantai dengan deburan ringan ombak yang jaraknya cukup jauh dari ibu kota, Yugo sengaja membawa motor agar mempercepat waktu tempuh perjalanan.
"Iya aku gak apa-apa, kok. Aku gak akan keluar apartemen kalau bukan buat ke kampus sama belanja dapur."
Yugo tersenyum simpul seraya mengacak puncak kepala Seiza. "Gadis pintar."
Senja sore itu menjadi saksi bisu kisah kasih nan syahdu.
Sebuah asupan yang cukup bagi Yugo sebelum berangkat bertanding, yaitu menghabiskan waktu malam minggu dengan gadis yang cantiknya tak tertanding.
Hanya saja tanpa mereka sadari, seseorang dengan hoodie hitam sedang memperhatikan canda tawa mereka di tenda pinggir pantai yang sepi. Diam-diam mengambil gambar dan mengirimnya sebagai bukti.
Orang itu tersenyum miring dengan pongahnya. "Sekali serang, dua nyamuk bisa gue basmi! Dan gue jamin lo berdua bakal segera mati!"
🍭🍭🍭
Hari-hari dilalui tanpa hambatan yang berarti, Seiza pun mulai sudi melakukan hal ini dan itu sendiri, bahkan sampai membeli isi dapur di supermarket dekat sini. Setidaknya rasa takut kini sudah tunggang-langgang berlari.
Apabila Seiza tak salah hari, seharusnya hari ini adalah di mana kekasihnya itu selesai bertanding dan jadwalnya kembali. Seiza sudah tak sabar akan esok hari karena sang pria sudah berjanji akan menjumpai di waktu pagi.
Hanya saja, sebelum esok bukankah terlebih dahulu ia harus melewati malam ini?
Baiklah, sebagai waktu pengganti Seiza kini sudah duduk di depan laptopnya dan bersiap untuk menonton drama hingga dini hari. Namun, aksi itu harus terhenti saat bel pintu berbunyi.
Tanpa melihat melalui lubang kecil di pintu yang tersembunyi, maka salahkan Seiza karena langsung membuka tanpa peduli.
"Akhirnya ketemu juga ...."
"K-kamu ...." Seiza terkejut bukan main.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top