32. SAJAK RAHASIA
"Aku cinta kamu. Kamu cinta aku. Ya udah, simpel, kan?"
🍭🍭🍭
Pintu ruang musik sudah terbuka setengah membuat pria bertubuh tinggi itu dengan mudah memasukinya. Namun, yang membuat ia heran karena hanya mendapatkan satu wanita saja yang sedang memangku laptop.
"Seiza mana, Sin?"
"Eh ... Yugo? Lho, bukannya Seiza ada di depan, yah?"
"Di depan mana? Barusan gue dari depan pintu."
"Serius gak ada?" Sindy menoleh ke arah pintu dan benar saja tidak ada orang di sana. "Tadi ada yang ketuk pintu, terus Seiza yang buka. Gue kira ada di depan sana."
Yugo terdiam sebentar lalu ia mencoba keluar pintu dan pandangannya meneliti sekitar, tapi nihil. Sampai akhirnya Yugo berjalan ke persimpangan antara pintu ruang musik dan ruang multimedia di koridor sebelah. Ia menabrak sesuatu, lebih tepatnya seseorang.
"Y-Yugo?"
Yugo menangkap lengan gadis itu karena bertubrukan dengannya. "Ck! Lo tuh, yah, bikin kaget aja. Dari mana, sih, Za?"
"E-eh, i-ituu ... tadi anak dari jurusan lain mau tanya sesuatu tentang musik. Katanya buat tugas dia." Seiza memasang senyumnya yang mungkin sedikit dipaksakan. Namun, hal tersebut sepertinya disadari langsung oleh Yugo. Dalam benaknya ia berpikir sepertinya ada yang Seiza sembunyikan.
"Ya ampun, Za! Dari mana, sih, lo?" teriak Sindy saat Seiza sudah masuk kembali. "Itu laki lo nyariin, tuh. Baru ditinggal keluar bentar aja doi udah panik banget, susah ye kalau orang lagi kasmaran." Sindy menggoda dengan menyenggol pelan bahu Seiza.
"Apaan, sih, Sindy. Kan, aku jadi malu," kekeh Seiza pelan.
"Muka lo kenapa? Kok pucat gitu?" Yugo memegang kening Seiza saat sudah di luar. "Kok, lo malah dingin gini? Lagi panik atau takut?"
"E-eh? Enggak kok, Yugo. Aku gak apa-apa." Seiza lantas tersenyum manis pada prianya itu.
Yugo tersenyum tipis sambil mengacak puncak kepala Seiza dan berkata, "Oh iya gue tau kenapa. Ini pasti karena lo belum makan siang, kan? Ya udah, yuk, abis ini kita makan dulu baru gue antar pulang, yah." Selanjutnya Yugo mengamit tangan kiri Seiza dengan hangat.
Sayang banget, Za. Lo bukan orang yang cocok buat bohong, apa lagi bohong sama gue. Ungkapan hati Yugo itu hanya mampu tertahan di benaknya saja.
"Dasar dua sejoli lagi kasmaran! Lupa, deh, sama gue yang ada di sini," gerutu Sindy sambil menutup pintu dan kembali berucap, "Syukurlah sekarang Yugo jadi sedikit terbuka karena kehadiran lo, Za. Semoga kalian bahagia selalu."
Tanpa mereka semua sadari bahwa di persimpangan koridor seberang ada seseorang dengan jaket abu tua yang memerhatikan sambil menghubungi orang lain dengan ponselnya. "Bos! Sepertinya gadis cilik itu sekarang sudah punya kekasih. Jadi saya sedikit kesulitan buat melancarkan aksi," ucap orang itu saat sudah tersambung. Dan entah jawaban apa yang dilontarkan orang di seberang ponsel sana sehingga membuat pria itu menjauhkan ponsel dari telinganya.
"Iya siap, Bos! Nanti saya kirim foto pria yang jadi kekasihnya itu, soalnya tadi saya gak sempat lihat." Dan ucapan itu menjadi kalimat terakhir karena langsung diputus sebelah pihak membuat si pria mengumpat, "Songong banget ini orang! Awas aja kalau sampai gue berhasil lakuin kerjaan ini, lo justru yang akan jadi target gue selanjutnya, Bos!"
🍭🍭🍭
Seiza dan Yugo berada di mobil setelah makan siang di salah satu rumah makan Sunda yang berada dekat kampus. Aktivitas menyalakan mobil Yugo terhenti ketika suara dari ponselnya terdengar kencang. Ia sedikit mengernyit karena nomor baru yang menghubunginya dan karena rasa penasarannya, Yugo mengangkat telepon tersebut tanpa bicara terlebih dahulu.
"Ini gue Riko. Gue tau, lo lagi sama kak Seiza, kan?" Dari kejauhan Riko langsung berbicara tanpa basa-basi.
Yugo menjawab dengan dehaman saja.
"Lo gak perlu balas omongan gue, cukup dengar aja."
Yugo segera memindahkan ponselnya yang semula di telinga kiri kini menjadi di kanan agar Seiza tak mendengarnya.
"Julian udah bisa masuk ke kampus, tadi gue lihat mobil dia keluar dari parkiran. Cuma gue belum bisa dapat info dari siapa dia dapat kartu akses mahasiswa. Oh iya, jangan sampai kak Seiza tau dulu, takut dia panik."
"Hm." Lagi dan lagi hanya sekedar dehaman saja dari bibir Yugo.
"Gue harap lo harus bisa lebih intens jaga kak Seiza."
"Oke! Lo gak perlu khawatir soal itu. Lo juga harus hati-hati."
Lalu setelahnya sambungan terputus dan Yugo segera mengetikan sebuah pesan untuk Sadam agar segera mengecek CCTV yang ada di parkiran, pintu masuk, serta dekat ruang musik, karena hanya Sadam yang punya akses untuk itu. Wajar saja karena seorang Sadam adalah anak pemilik kampus sehingga apa pun pasti dapat dengan mudah dilakukannya.
Heran dengan Yugo yang wajahnya berubah menjadi serius, Seiza terus menatap Yugo secara lekat seolah meminta jawaban dari siapa telepon tadi.
"Teman sekelas gue, katanya abis ribut sama Mario, dia saranin gue buat hati-hati, karena Mario bilang katanya masih dendam juga sama gue."
Ucapan itu tak sepenuhnya bohong, karena nyatanya tadi di kelas memang Mario mengatakan sendiri bahwa ia dendam dengan Yugo karena telah mengalahkan dan menggantikan posisinya sebagai kapten tim basket.
"Tapi kamu jangan cari masalah duluan, yah, sama Mario." Seiza mengingatkan.
"Kenapa?"
"Pakai tanya kenapa, lagi! Ya, jelas aku khawatir lah!"
Yugo tersenyum simpul seraya mengambil tangan kanan Seiza. Menggenggamnya lalu mengecup dalam punggung tangan Seiza.
"Justru lo yang bikin gue khawatir, Za."
"Kok aku?"
"Karena lo yang punya kemungkinan besar untuk itu. Gue bisa jaga diri gue sendiri, tapi lo?"
Tangan kiri Seiza yang terbebas menyentuh pipi Yugo dan mengusapnya pelan, lalu wajahnya dia dekatkan.
"Kan, sekarang udah ada kamu yang jagain aku."
Yugo tersenyum. "Gue pasti bakal jagain lo gimana pun caranya. Gue harus selalu punya cara buat jaga orang yang gue sayang. Dan itu lo, Seiza."
Dikecupnya singkat telapak tangan Seiza yang menempel di pipinya. Lalu bersandar kembali di tangan mungil itu.
"Aku juga sayang banget sama kamu, Yugo."
Yugo menaikkan satu alisnya. "Yakin sayang banget sama gue?" Seiza mengangguk cepat. "Kalau gitu ... lebih sayang mana antara gue sama cowok di masa lalu lo itu? Bukannya lo pernah bilang kalau cowok itu berarti banget buat lo. Apa sekarang masih?"
Napas Seiza seperti tercekat ditanya seperti itu. Lidahnya kelu. Ia bingung harus menjawab apa, karena sejatinya orang yang Yugo tanya itu adalah orang yang sama, yaitu Yugo.
Apakah ini saatnya Seiza harus mengatakan bahwa pria yang selama ini ia ceritakan pada Yugo adalah diri Yugo sendiri?
"Kok malah bengong, sih? Ditanya gitu aja bingung. Gimana kalau gue tanya 'mau apa enggak nikah sama gue', nanti."
Seiza semakin tercekat, ia membulatkan mata indahnya yang justru terlihat lucu di mata Yugo. Selanjutnya Yugo mencubit pelan hidung mancung Seiza.
"Udah, ah! Kok lo malah makin bengong gini, sih." Yugo menyimpan tangan Seiza kembali dan menyalakan mobilnya.
"Gak usah dipikirin gitu, Za. Gue gak pernah maksa lo buat lupain masa lalu lo kalau memang lo belum siap. Lo berhak kenang itu sampai kapan pun lo mau. Gue juga gak maksa lo buat secepat itu buang rasa sayang lo buat dia, karena gue yakin pasti gak akan mudah, kan? Gue siap nunggu lo buat serahin semua perasaan lo yang tadinya buat dia, jadi buat gue seutuhnya. Karena gue tulus sayang dan cinta sama lo, Seiza."
Seiza tak berhenti berterima kasih pada semesta yang mengirimkan kebabahagian tak terkira ini. Matanya berkaca-kaca mendengar penuturan lembut nan meneduhkan itu, hingga air mata bahagia turun setetes demi setetes.
Yugo yang melihat itu langsung menangkup kedua pipi Seiza dan ia tarik mendekat agar dengan mudah dapat mencium kening gadisnya itu. Lalu ciuman dari kening kini turun pada kedua mata basah Seiza secara bergantian. Ia hapus semua air mata di pipi Seiza dengan kedua ibu jarinya. Masih dengan jarak sedekat ini, Yugo menempelkan keningnya pada kening Seiza hingga hidung mereka beradu.
Cukup lama mereka saling menatap, menyalurkan rasa cinta yang sama besarnya, saling memberi senyuman sebagai bentuk kehangatan dan berakhir dengan sebuah kecupan mesra sebagai tanda tak ingin kehilangan.
"I love you, Seiza."
"I love you too, Yugo."
Seiza berjanji pada dirinya sendiri bahwa setelah ini ia akan berkata tentang kenyataan, akan pasrah pada keadaan dan akan menjawab segala bentuk rasa penasaran.
Ya! Seorang Seiza Denaya akan jujur bahwa pria di masa lalunya itu adalah pria yang kini menatapnya dengan teduh, pria yang berjanji akan selalu menjaganya. Ia tak ingin membuat Yugo merasa bahwa Seiza tak mencintai seutuhnya karena ada pria di masa lalunya. Ia pun tak ingin memperpanjang sajak rahasia tentang siapa Yugo sebenarnya. Karena sesungguhnya dari sejak Yugo menyatakan cinta padanya dulu hingga kata cinta yang barusan terucap, selama itu pula cinta seorang Seiza hanya terfokus pada satu titik bernama Yugo Pandu Pranadipa.
"Yugo ... ada yang mau aku omongin sama kamu."
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top