31. MINE AND YOURS

Hal yang aku takuti bukan saat kamu tidak mencintaiku.
Namun, hal yang paling aku takuti adalah ketika kamu pergi dari hidupku.
Karena apabila kamu tidak cinta aku, aku akan berusaha membuat kamu jatuh cinta.
Sedangkan ketika kamu pergi, aku tak yakin bisa membawamu kembali.

~ Yugo Pandu Pranadipa ~

🍭🍭🍭

" .... You must be mine, and I will be yours." Tubuh Seiza ia tarik ke dalam dekapan hangatnya, memeluk erat seolah tak ingin dilepaskan sedetik pun, menghirup aroma chamomile kesukaannya dan mencium pelipis Seiza sekilas sebelum kembali berucap, "Don't ever get out of my life. 'Cause I don't know how I can life without you, Seiza."

Percayalah bahwa siapa pun yang mendengar penuturan itu akan merasa dirinya berarti, bukan? Terlebih dari seseorang yang sangat amat kita harapkan untuk itu. Ya! Dari seseorang yang kita cintai lebih tepatnya.

Air mata Seiza luruh bersama bahagia yang menguap dari hatinya. Penantian selama ini rasanya terbayarkan semua. Tak peduli dengan apa pun alasan Yugo berkata seperti itu, karena ia hanya peduli bahwa Yugo telah kembali, kembali dalam pelukannya dan kembali memeluknya.

Kedua tangan Seiza melingkar pada pinggang Yugo dan mengeratkannya hingga kepala Seiza semakin tenggelam pada dada bidang Yugo.

"Hm, Yugo. And I will never let you go. Never!"

Yugo mengurai pelukan itu kemudian menatap Seiza penuh cinta, lalu mencium keningnya cukup lama dan membawa ke dalam rengkuhannya kembali.

Malam yang bahagia untuk kedua insan yang sebenarnya sudah pernah menyatukan rasa itu dan kini semesta menyatukan mereka kembali dengan sebuah kata cinta.

"Seiza?"

"Ya?" Suara Seiza sedikit tertahan dalam dada Yugo.

"Gak mau hilangin bekas bibir Maura di pipi gue, hm?" goda Yugo membuat Seiza berdecak dan melepas pelukannya lalu memukul pelan lengan Yugo.

"Ih! Lagian kamu mau aja dicium Maura!"

"Jadi, mau apa enggak, nih?" goda Yugo kembali. Seiza kesal, ia mengerucutkan bibirnya membuat Yugo gemas sendiri melihatnya. "Ya udah kalau gak mau, gak apa-apa, sih. Cuma ya ... gimana, yah. Bekas ciuman Maura di pipi gue masih kerasa gitu, Za."

"Ih! Yugo!!"

Yugo tertawa lalu berlari ke dalam rumah dan dikejar oleh Seiza. Dia merasa bangga sudah berhasil menggoda gadisnya. Sepertinya ia mulai menyadari satu hal, bahwa bahagia itu tak perlu sesuatu yang mahal dan mewah, dengan kejar-kejaran seperti ini saja sudah membuat perasaannya membuncah bahagia.

Sepertinya ia sudah lama tak merasa sebahagia ini. Satu hal yang harus ia sadari dan pahami lagi yaitu, kebahagiannya telah kembali sejak kemunculan sosok gadis cantik, pintar, lembut dan penyabar seperti Seiza Denaya. Ya! Gadis yang ia cintai. Gadis yang membuatnya bisa tertawa lepas. Seperti sekarang ketika ia sengaja memperlambat laju larinya sehingga Seiza bisa menangkapnya dengan mudah lalu memukul dadanya pelan dan bertubi-tubi.

"Awas, yah, kamu berani terima ciuman lagi dari Maura atau siapa pun, gak akan aku ampuni! Aku gak akan mau ngomong sama kamu lagi! Ingat itu!" peringat Seiza.

"Jadi gini, yah, kalau cewek lagi ngambek itu?" Yugo mencubit hidung Seiza gemas.

"Ih! Gak usah pegang-pegang!" Tangan Yugo ia tepis.

"Iya deh iya. Gue gak akan pernah cium cewek lain dan terima ciuman dari cewek lain lagi." Yugo memajukan wajahnya agar sejajar dengan Seiza. "Eh bentar, deh. Berarti itu artinya kalau gue cium lo, atau pun lo cium gue, boleh yah?" Yugo menaik-turunkan kedua alisnya bersamaan membuat Seiza merona di pipi.

Seiza gelagapan ditatap sedekat ini, tapi ide jahil melintas di pikirannya. Ia akan memanfaatkan kesempatan ini sebaik mungkin.

Seiza mengecup pipi kanan Yugo yang tadi dicium Maura, lalu beralih mengecup bibir seksi Yugo sekilas. Dengan cepat ia memundurkan kembali wajahnya lalu melihat reaksi Yugo yang sedikit membulatkan matanya.

"Tuh, udah aku hilangin bekas bibir Maura. Aku juga kasih bonus karena kamu udah mau jujur sama perasaan kamu tadi." Percaya atau tidak setelah mengatakan itu dia langsung berlari secepat mungkin menuju lantai 2 karena tak kuasa menahan malu dan pipinya yang sudah seperti kepiting rebus.

Yugo benar-benar seperti diberi jackpot mendapat dua sekaligus kecupan lembut itu. Ia menggelengkan kepalanya menyadari bahwa hal tadi seperti candu baginya, membuatnya ingin dan ingin lagi. Dan tak dapat dipungkiri bahwa hatinya menghangat saat itu juga.

"Mulai berani nakal, yah, lo, Za! Awas nanti gue balas, lho! Gue kasih yang lebih hot nanti!" teriak Yugo dari bawah lalu ia tertawa sendiri menyadari ucapannya seperti sedikit agak mesum.

🍭🍭🍭

Seiza langsung terbangun setelah alarm dari ponselnya berbunyi dan ia bergegas melaksanakan rutinitas paginya. Setelah selesai dengan kebutuhan pribadi, ia turun menuju dapur untuk menyiapkan sarapan untuknya dan Yugo. Bi Asih hari ini datang siang karena jadwal periksa suaminya dan jadilah Seiza dengan senang hati memasak pancake isi selai. Namun, sampai selesai memasak, Yugo tak kunjung turun juga membuat Seiza kembali naik dan mengetuk pintu berwarna cokelat itu.

Tak ada tanda pintu akan terbuka walau sudah diketuk tiga kali. Aroma citrus dan woody menyeruak saat Seiza nekat membuka pintu itu. Pemandangan kamar bernuansa klasik dengan warna hitam dan cokelat menambah kesan mewah, ditambah lagi dengan hiasan yang ada di sekitar kamar itu memanjakan mata Seiza.

"Ngapain lo?"

Seiza tersentak saat melihat Yugo keluar dari kamar mandi dengan bathdrobe dan rambut yang masih basah. Ah! Itu terlihat seksi.

"Eh? I-itu ... gak apa-apa, kok." Seiza siap mengambil langkah seribu, tapi tertahan saat Yugo menghalangi.

"Mau ke mana? Udah terlanjur masuk, ngapain keluar lagi?" Ucap Yugo dengan sebelah tangannya sengaja ia tempelkan di dinding dekat kepala Seiza.

Seiza meneguk salivanya karena Yugo memajukan sedikit wajahnya semakin dekat. "Y-Yugo ... itu a-aku mau ngajak kamu sarapan aja, kok."

"Yakin cuma itu, hm?" Yugo menaikkan satu alisnya.

Seiza berdecak dan dengan cepat Seiza menyingkirkan tangan Yugo lalu berjalan. Sialnya tangan Yugo kembali menghalangi.

"Semalam aja nakal. Giliran didekati gini langsung blushing. Gue mau bales yang semalam, kalau sekarang aja gimana?"

Yugo semakin memajukan wajahnya dengan kepala sedikit dimiringkan. Jantung Seiza seolah diajak berlari kencang meminta Yugo segera melancarkan aksinya. Namun, entah kenapa justru kedua tangan Seiza mendorong kuat dada bidang Yugo dan ia segera lari keluar dengan napas terengah.

Yugo terbahak saat itu juga melihat gadisnya yang selalu merona apabila ia goda. Padahal tadi ia sengaja hanya menggodanya saja, tak berniat melakukan hal lain.

🍭🍭🍭

Pagi ini Seiza dan Yugo sudah berada di kampus, mereka sudah duduk di depan ruang musik karena Sadam memberi info bahwa sebelum kelas dimulai akan diadakan pembagian jadwal latihan baru dan sedikit instruksi dari pembimbing.

Satu persatu mulai datang dan kini terlihat Arga berjalan sendiri dan di belakangnya ada Delia dengan terengah-engah mengejar.

"Kak Arga! Dengar gak, sih, dari tadi aku panggil?" teriak Delia ketika mereka sudah bergabung.

"Siapa, sih, lo? Pagi gini udah ganggu aja!" sinis Arga.

"Kak Arga lupa sama aku? Kak Arga amnesia atau memang pikun?"

"Ngomong apa, sih, lo? Gak usah sok kenal sama gue!" sarkas Arga.

"Sok kenal? Maksud Kak Arga gimana? Kita, kan, memang saling kenal. Kakak lupa tentang .... " Delia menjeda ucapannya sambil menggigit ujung kukunya.

Arga mengerutkan dahinya dan raut wajahnya terlihat emosi ketika Delia kembali berucap, "Kamu lupa tentang kebun teh dan malam itu, Kak Tara?"

"Cih! Gue gak ngerti dan gue gak peduli! Dan jangan pernah ganggu hidup gue lagi. Apa pun yang pernah terjadi sama lo dan gue ... di mana pun dan kapan pun, gue gak peduli!" ucap Arga tegas dan keras dengan telunjuk yang ia arahkan ke wajah Delia, lalu berjalan menuju Sadam yang sedang membuka kunci pintu. "Dam! Gue cabut. Pagi ini gue gak ikut pengarahan, infonya kirim aja lewat chat."

Arga pergi setelahnya meninggalkan Delia yang sudah menitikan air mata kepedihan. Lalu Seiza yang melihat itu dengan seksama hanya bisa merengkuh Delia dan menenangkannya.

🍭🍭🍭

Jam sudah menunjukkan pukul 3 sore dan Seiza masih senang hati menunggu Yugo di dalam ruang seni karena Yugo masih ada kelas. Bukannya tidak ada tempat lain untuk menunggu, hanya saja ia memilih di ruang seni sambil menemani Sindy.

Terdengar suara ketukan dari pintu ruang seni membuat Seiza dan Sindy saling melirik heran. Pasalnya siapa yang mengetuk? Kenapa tidak langsung masuk saja. Padahal apabila anak musik biasanya langsung masuk tanpa mengetuk. Dan Sindy berpikiran bahwa itu bukan anak musik yang ingin mengecek sesuatu dan hal itu disetujui Seiza.

Karena Sindy masih mengerjakan tugas, akhirnya Seiza memutuskan untuk membuka pintu itu. Seiza melangkah dengan pasti dan perlahan membuka pintu. Namun, saat itu pula tubuh Seiza menegang seketika dengan mata membulat penuh. Sebulir keringat dingin muncul di pelipisnya dan sebagian bulu kuduknya berdiri kecil.

"Hai Seiza. Akhirnya kita bisa ketemu lagi, yah, Sayang."

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top