30. KISAH LAINNYA

Berhakkah aku cemburu kalau aku saja bukan siapa-siapa bagi kamu?
~ Seiza Denaya ~

🍭🍭🍭

Meminum secangkir cokelat panas banyak sekali manfaatnya bagi tubuh kita apabila dikonsumsi secara tepat, dan salah satu manfaat itu adalah untuk meningkatkan mood bagi yang meminumnya. Cocok sekali bagi Seiza yang saat ini moodnya sedang rusak karena mengetahui Julian berada di depan kosnya untuk mencari keberadaannya.

Sekarang ia sedang duduk meminum cokelat panas yang dipesankan oleh Yugo. Mereka sedang menunggu Delia untuk membawa baju dan perlengkapan milik Seiza untuk satu minggu ke depan. Dan saat Delia datang, rasa panik Seiza berkurang walau sedikit. Entah kenapa nama Delia terlintas begitu saja. Mungkin karena dahulu Delia pernah menawarkan bantuan.

"Maaf yah, Kak, agak lama. Ini semua peralatannya." Delia menyerahkan sebuah picnic bag.

"Makasih, Delia." Seiza meraihnya dan duduk dengan tenang sekarang.

"Kakak kenapa gak bilang kalau ada orang yang jahatin? Aku, kan, bisa minta tolong papa aku buat kirim orang."

"Ada gue! Lo gak usah repot. Urusin aja urusan lo sama si Arga itu," ucap Yugo memotong.

"Kak Yugo tau?" tanya Delia heran.

"Lo pikir gue gak lihat malam itu?"

Delia langsung tertunduk malu. "Aku cinta sama kak Arga. Jadi aku rela lakuin apa aja. Karena gimana pun kak Arga pernah selamatin nyawa aku."

Yugo dan Seiza terkejut mendengar hal itu, lalu selanjutnya Seiza bertanya, "Selamatin nyawa kamu? Maksudnya?"

"Sebelum kuliah di sini, aku udah pernah ketemu kak Arga sekitar satu tahun yang lalu. Posisi hidup aku itu sebenarnya gak aman, Kak. Karena papa aku seorang pebisnis dan kebetulan banyak ekspansi di berbagai kota, sampai akhirnya banyak yang merasa tersaingi. Imbasnya ke aku yang selalu jadi bahan incaran para pesaing papa."

Delia menarik napas panjang sebelum melanjutkan, "Sampai puncaknya satu tahun yang lalu waktu keluargaku lagi liburan ke Bandung, di situ aku hampir jadi korban penculikan dan pembunuhan. Waktu papa sama mama lagi menghadiri meeting, aku sama adik aku ditinggal. Dan nakalnya aku malah main ke kebun teh di belakang villa. Di situ aku diculik sama orang gak dikenal dan mau dilempar ke jurang."

"Ya ampun!" Seiza membekap mulutnya sendiri dan tak menyangka bahwa Delia mengalami hal mengerikan seperti yang pernah ia alami juga.

"Tapi saat itu juga kak Arga datang. Dia yang selamatin aku. Bahkan waktu itu kak Arga yang akhirnya temani aku sampai papa mama aku pulang." Tanpa disadari air mata Delia turun membasahi pipi. Seiza yang semula duduk di sebelah Yugo kini pindah ke sebelah Delia dan memeluknya.

"Bahkan sebutan Delia aja itu kak Arga yang kasih. Karena dulu semua orang panggil aku Adel. Tapi karena kak Arga suka dengan nama Delia, jadi waktu aku masuk kampus sini, aku memperkenalkan diri dengan nama Delia," ucap Delia sambil tersedu-sedu ketika menceritakan bagaimana panggilan namanya yang semula Adel menjadi Delia, karena memang nama lengkap dia adalah Adelia Sasikirana Kalani.

"Waktu dia mau pergi, dia janji bakal hubungi aku. Aku udah kasih nomor ke dia, tapi gak pernah ada kabar. Dan yang aku bingung lagi, waktu kita ketemu di kampus, dia gak kenalin aku. Padahal aku udah panggil dia dengan panggilan yang dia minta, kak Tara. Dulu dia kasih tau namanya kak Tara."

Yugo yang semula duduk bersandar kini tegak dan bertanya, "Lo yakin kalau Arga itu orang yang sama dengan Tara yang lo kenal itu?"

"Yakin, Kak! Nama kak Arga itu Argantara Dwipraja Gaozhan. Jadi wajar aja, kan, kalau dia mau dipanggil Tara?"

"Tapi nyatanya dia gak ngenalin lo, kan?" Yugo mengingatkan.

"Iya, sih."

"Terus gimana reaksi Arga setelah 'malam itu' lo sama dia?"

"Kak Arga marah sama aku karena aku panggil dia dengan sebutan kak Tara. Abis itu dia pergi tinggalin aku sendirian di apartemen dan akhirnya aku pulang sendiri." Delia tertunduk kembali dengan raut sedihnya.

Seiza yang paham dengan situasi ini segera menggenggam tangan kiri Delia seolah menyalurkan semangat, karena Seiza tahu bagaimana rasanya tidak dikenali dengan orang yang dulunya pernah baik dengan kita. Sangat menyedihkan. Dan sekarang Seiza baru tahu bahwa malam saat Seiza di apartemen Arga itu ternyata ada Delia.

🍭🍭🍭

Selama perjalanan sampai rumah milik Yugo, Seiza tak mengeluarkan sepatah kata apa pun. Dia sibuk dengan pikirannya tentang cerita Delia tadi. Dan sesampainya di sana Yugo membawa picnic bag tadi menuju kamar biru di lantai 2, kamar yang akan ditempati Seiza dalam satu minggu mendatang.

"Yugo mau ke mana?" tanya Seiza ketika Yugo hendak keluar kamar.

Yugo berbalik lalu menaikkan satu alisnya. "Udah diamnya?" Suara Yugo terdengar seperti meledek sekaligus menggoda.

Seiza mencebikan bibirnya dan mendesis, "Kamu ngeselin banget, sih!"

Yugo terkekeh lalu akhirnya mendekat pada Seiza yang duduk di bibir Kasur. "Lagian dari tadi gue dicuekin terus." Kata-kata Yugo membuat Seiza membuang muka dan Yugo melihatnya gemas, kini ia ikut duduk di sebelah Seiza. "Gue mau pulang, Za. Lo gak apa-apa, kan, di sini sendiri?"

"Sendirian? Di rumah sebesar ini?" Raut wajah Seiza berubah menjadi was-was.

"Kenapa? Takut?"

Seiza menggaruk tengkuk yang sama sekali tidak gatal lalu menyengir malu-malu. "I-iya, Yugo."

Yugo mengacak rambut Seiza pelan lalu kembali berucap, "Mulai dari sekarang lo harus belajar kalau gitu."

"Maksudnya?"

Yugo tersenyum simpul. "Gak apa-apa, kok. Ya udah kalau gitu malam ini gue nginap di sini. Tapi selanjutnya lo sendiri aja, yah?" Yugo baru ingat kalau jadwal kepergian om Anwar dipercepat yang awalnya 2 minggu kini menjadi 10 hari saja. Lusa dia akan pulang dan otomatis besok Jeki si bodyguard itu akan kembali. Dan ini adalah malam terakhir untuk kebebasannya. Ia harus gunakan dengan baik.

🍭🍭🍭

Malam ini ada acara ulang tahun Okta, teman Arga yang masih anak musik. Acaranya cukup ramai yang dihadiri semua anak seni di sebuah kafe. Bahkan ada teman-teman sekelas Okta juga. Namun, yang paling mencolok adalah kehadiran seorang wanita yang katanya pernah menjadi kekasih Okta ketika SMA, sudah menjadi mantan tepatnya.

"Yugo! Aku kangen kamu! Ke mana aja, sih? Kok jarang kabarin aku? Chat aku juga gak pernah dibalas, kenapa?" Wanita itu langsung menghamburkan pelukannya pada Yugo.

Bagi siapa saja yang baru melihat pasti akan berpikir bahwa mereka sepasang kekasih yang lama tak jumpa. Namun, berbeda dengan mereka yang sudah mengetahui eksistensi wanita itu. Mereka justru memutar bolanya seolah mengerti bahwa tingkah wanita itu terlalu belebihan. Dan yang lebih membuat terkejut adalah ketika si wanita mencium salah satu pipi Yugo seraya berkata, "Kamu gak tau, apa, aku tuh kangen banget!" Nadanya terdengar sangat manja dan Yugo hanya diam saja tak mengelak.

"Najis banget, sih, lo! Lo pikir lo itu siapa, hah?" Sindy mulai tersulut emosi apabila berkaitan dengan satu wanita ini.

"Heh! Lo, tuh, yang siapa? Ngurusin mulu hidup orang!" Sang wanita ikut mengamuk.

Mengerti bahwa keadaan mulai memanas, akhirnya Seiza mengajak Sindy dan Manda menjauh, sekaligus menenangkan hatinya yang panas melihat interaksi itu. Seiza sungguh merasa kesal, bahkan sangat amat kesal dan pastinya cemburu. Ya! Cemburu!

"Yugo, teman kamu itu kenapa, sih, selalu aja sirik sama aku?"

Yugo mengedikkan bahunya. "Mungkin karena mereka memang gak tau gimana kamu aslinya kali, Ra."

"Tapi sebal aja setiap ketemu harus adu mulut."

"Ya udah gak usah dipikirin, Maura. Mending ke dalam, yuk." Yugo menarik tangan Maura sebentar lalu melepasnya ketika sudah di dalam. Bukan berarti Yugo perhatian, hanya sekadar mengajak.

Saat acara selesai, mereka membubarkan diri masing-masing dan Yugo segera menarik Seiza ke parkiran ketika Maura sedang tidak di dekatnya, karena sepanjang acara Maura terus menempeli dirinya, bahkan Yugo sampai tak bisa mendekat pada Seiza. Dan hal itu menyebabkan selama perjalanan pulang Seiza bungkam, benar-benar bungkam!

Hingga sampai di depan rumah Yugo mulai bersuara, "Tadi sore gue dicuekin, sekarang juga. Lo kenapa, sih, Za? Sariawan? Atau sakit gigi?"

Seiza berdecak tak percaya. Dalam hatinya ia menggerutu kenapa pria di sebelahnya ini tidak peka sama sekali.

Seiza tak mau menjawab, hatinya masih kelewat kesal. Ia memilih keluar mobil lalu masuk ke dalam dan meninggalkan Yugo yang kebingungan.

"Kenapa, sih, dia? Lagi datang bulan kali, yah?" Yugo bermonolog sambil menggelengkan kepalanya tak paham lalu segera mengejar Seiza dengan tergesa.

"Seiza tunggu!" Yugo menarik tangan kanan Seiza hingga si pemilik berbalik walau sebenarnya enggan. "Lo kenapa, sih?"

"Gak apa-apa."

"Terus kenapa diam aja?" Tangan Yugo yang lain menyentuh pipi Seiza. "Lo sakit?"

Iya! Sakit hati! Kurang lebih seperti itu batin Seiza menjawab.

"Aku baik-baik aja, Yugo. Udah ah, aku mau masuk. Mau tidur." Cekalan tangan Yugo dilepas lalu berjalan ke arah pintu.

Yugo kembali mengejar dan sekarang menghalangi jalan Seiza. "Selesain dulu kalau ada masalah. Gue mana bisa tidur tenang kalau lo diamin gue kayak gini, Za. Bilang sama gue, kenapa?"

"Apanya yang kenapa, sih, Yugo?" Seiza melipat kedua tangannya karena kesal.

"Lo kenapa jadi diam gini?"

"Ya kamu pikir aja sendiri kenapa!" Seiza membuang muka.

Yugo mundur satu langkah. "Gue bukan Edward Cullen yang punya kekuatan baca pikiran orang, Za. Jadi gue mana tau masalah lo apa kalau lo gak ngomong."

Seiza berdecak, "Dasar gak peka!"

"Ya udah, bilang sekarang sama gue, kenapa?" Yugo meraih kedua tangan Seiza yang masih terlipat.

"Tau ah! Udah sana kamu pulang aja! Sekalian tuh antar Maura! Biarin aja aku sendirian!" ucap Seiza sambil membuang muka.

Yugo sekarang justru tersenyum puas dan mulai memahami rupanya gadisnya ini berada dalam mode cemburu. Sepertinya kali ini Yugo punya ide bagus untuk mengerjai Seiza.

"Oh ... jadi gitu. Oke, kalau gitu gue balik lagi ke acara Okta buat antar Maura pulang, terus gue pulang ke rumah bokap gue, kalau memang itu mau lo," ucap Yugo dengan nada serius.

Seiza terkejut dengan ucapan itu, lalu ia berbalik menghadap Yugo dengan wajah penuh kesal dan rasanya ingin menangis saat itu juga.

"Ya udah! Sekalian aja cium tuh Maura!" gertak Seiza.

Yugo mengernyit. "Lho? Kok jadi cium, sih? Ini pasti gara-gara tadi, kan? Tadi itu Maura yang cium gue, bukan kehendak gue." Baiklah Yugo mulai paham lagi, bahwa gadisnya juga marah karena Maura menciumnya tadi.

"Ya kamu bisa menghindar. Tapi nyatanya enggak, kan?" Nada Seiza mulai sinis dengan sedikit bergetar.

Tak kuasa berlama-lama melihat gadisnya dengan raut seperti itu, Yugo langsung terbahak yang membuat Seiza terheran.

"Lo lucu kalau lagi cemburu, Za."

"Siapa juga yang cemburu!"

"Terus itu kenapa matanya sampai berkaca-kaca gitu?" Seiza langsung mengalihkan pandangannya agar tak bertatapan langsung dengan mata tajam Yugo.

"Maafin gue, yah, tadi selama acara gak bareng sama lo. Dan maafin gue juga gak sempet ngehindar waktu Maura cium gue." Yugo memeluk pinggang Seiza dari belakang hingga Seiza tersentak. Dagu Yugo kini berada di bahu kanan Seiza.

Seiza menetralkan perasaannya terlebih dahulu sebelum buka suara. Jujur saja ia bingung kenapa juga harus bertingkah seperti ini. Bertingkah seolah-olah cemburu karena Yugo si pria kesayangan dekat dengan wanita lain. Apakah dia berhak begini?

Dengan menarik napasnya sedalam mungkin Seiza berkata, "Kamu gak perlu minta maaf. Lagi pula kamu berhak untuk dekat sama siapa pun, kok. Harusnya aku yang minta maaf udah childish kayak gini."

Yugo membalikkan tubuh Seiza yang kepalanya sudah tertunduk lalu dagu manis itu diapit oleh ibu jari dan telunjuk Yugo dan diangkatnya. "Kebiasaan deh ngomongnya gitu. Gue justru suka kalau lo kayak gini." Yugo tersenyum manis sambil menangkup pipi Seiza dengan kedua tangannya.

Mata Seiza semakin berkaca-kaca mendengar ucapan Yugo selanjutnya yang terdengar sangat manis."Gue suka dan nyaman banget kalau lo bisa cemburu kayak gini. Itu tandanya lo gak mau kehilangan gue, ya, kan?" Seiza menjawab dengan anggukan pelan dan Yugo kembali berkata, "Sama kayak gue yang gak mau kehilangan lo, Za. Gue sangat nyaman dekat sama lo. Gue gak bisa jauh dari lo, Za, karena gue udah benar-benar cinta sama lo. You must be mine, and I will be yours.".

.

.

Sehat selalu untuk kalian semua🤗
Aku sayang kalian💙

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top