29. KAPTEN
Ketakutan berlebih akan membuat jiwa kita menjadi lebih ekstra dalam bekerja. Lalu ketika jiwa terlalu lelah, maka akhirnya raga takkan lagi kuat menopang.Oleh karena itu, jangan terlalu takut, jangan terlalu cemas dan jangan terlalu khawatir.Kita hanya perlu membentengi jiwa dengan menumbuhkan pikiran positif dan melindungi raga dengan hidup yang tertata.
🍭🍭🍭
"He is coming back, right?" Lalu Sadam bergegas mengikuti arah sahabatnya itu menuju sport center.
"Woy! Yugo, Sadam! Tungguin gue!" Bobby mengekor.
Seiza yang semula diminta untuk ikut ke lapangan basket pun tidak menurutinya, lebih tepatnya belum. Karena ia sekarang berjalan ke arah kantin untuk membeli beberapa botol air mineral dan minuman isotonik.
"Maksud lo apa ngomong kayak tadi?" Riko ikut mengejar dan kini menahan sebuah tangan yang kekar. "Lo jangan jadi cowok yang terlihat berengsek dengan cara jadiin kak Seiza sebagai taruhan! Lo bukan siapa-siapa dia!"
Helaan napas terdengar saat Yugo berbalik menatap Riko. "Orang kayak Mario gak akan berhenti sebelum kalah. Jadi tinggal gimana kita berjuang buat menang." Lalu Yugo melepas cekalan di tangan kanannya itu. "Mending lo sekarang balik. Tapi hati-hati, soalnya Julian udah tunggu lo di luar dan siap ngikutin lo ke mana pun."
Riko mendengus, "Jadi lo tau kalau Julian selalu ikutin gue? Atau jangan-jangan lo yang pakai mobil merah itu? Yang selalu ikutin gue juga?" Melihat interaksi itu Sadam dan Bobby hanya jadi penonton, karena nyatanya sudah tahu kronologinya.
"Tujuan gue bukan ngikutin lo. Gak usah geer!" Yugo berjalan tiga langkah lalu berkata lagi, "Serahin Seiza sama gue. Lo cuma perlu jaga jarak sama Seiza untuk sementara waktu. Oh ya! Satu lagi ... jangan sampai makhluk kayak Mario ketemu sama iblis kayak Julian. Bisa runyam kita nanti."
Riko terdiam dan mencerna semua perkataan panjang yang dilontarkan pria cool di depannya ini, dalam batinnya ia berpikir berapa banyak kosa kata yang sudah keluar. Dan Riko merasa bahwa Yugo saat ini adalah Yugo seperti yang ia kenal dulu, sangat protektif terhadap Seiza.
"Ditambah lagi Julian ngelakuin ini atas suruhan orang," lanjut Yugo dan sukses membuat Riko membuka lebar matanya.
"Lo udah tau siapa orang yang suruh Julian?" Pertanyaan Sadam hanya dijawab gelengan oleh Yugo.
Riko yang terkejut mengusap kasar wajahnya, lalu dengan raut wajah khawatir dia berucap, "Gue ikut cara kalian aja. Pikiran gue buntu sekarang. Gue harap lo bisa jagain kak Seiza dan jangan sampai dia terluka lagi. Kalau sampai lo gagal ... lo gak akan gue izinin buat ketemu kak Seiza lagi."
Kemudian Riko berbalik dan meninggalkan mereka, dalam hatinya ia berkata, semoga lo gak akan bikin kak Seiza terluka dan sedih lagi.
🍭🍭🍭
Pertandiangan yang awalnya akan dilaksanakan di indoor itu mereka urungkan karena dipakai oleh anak tim basket yang lain sedang latihan. Akhirnya mereka menggunakan lapangan outdoor di belakang kampus.
"Satu ... dua ... tiga ...."
Bola dilempar ke atas oleh Nizar―salah satu pemain basket kampus―menandakan pertandingan one by one antara si ketua tim basket kampus dan mantan ketua tim basket semasa sekolah telah dimulai. Mario VS Yugo.
Mario berhasil mengambil bola berwarna oranye itu lebih dahulu dan mendribblenya menuju ring. Dan ketika sudah dekat dengan ring, bola itu dishoot dan masuk. Poin pertama bagi Mario.
Kini bola yang bebas diambil oleh Yugo, dia berlari ke arah ring lain dan melakukan shoot jauh. Walaupun percobaan pertama gagal, tapi percobaan selanjutnya dia shoot dari luar garis penalti sehingga menghasilkan 3 poin, membuat skor dipimpin oleh Yugo sampai waktu 15 menit berlalu.
"Nah, kan, apa gue bilang. Dia memang jagonya main basket. Jiwanya itu lahir buat jadi kapten basket," ujar Bobby heboh ketika melilhat Yugo terus mencetak poin. Namun, suara Bobby kalah ketika Seiza terpekik melihat Yugo terjatuh ulah Mario.
"Wah! Lo mainnya curang, Mar!" teriak Sadam dari pinggir lapangan.
Yugo yang terjatuh hanya diam saja walaupun siku kanannya sedikit lecet dan mengeluarkan darah karena bergesekkan dengan lantai. Bukannya marah, Yugo justru tersenyum miring dengan mengangkat satu alisnya. "Jadi gini permainan seorang kapten tim basket Universitas Artha? Sepicik ini?"
"Sialan lo!" Mario menarik kuat baju depan Yugo. "Apa mau lo, hah?"
Yugo mengedikkan bahu dan saat itu pula peluit tanda berakhirnya permainan selesai dengan skor Yugo yang memimpin.
"Gue harap lo cukup gentle buat penuhin perjanjian kita," ujar Yugo sambil berjalan ke luar lapangan dan menghampiri Seiza yang sudah berdiri dengan wajah paniknya sambil memegang sebuah botol air isotonik.
"Gak usah sok belagu lo, Anjing!" Mario berontak dan berlari mendahului Yugo untuk memukulnya. Namun, karena sepatu Mario yang licin akibat keringatnya di lantai, dia berlari terlalu kencang sampai akhirnya menabrak Seiza hingga jatuh terbentur kursi di belakangnya.
Yugo terkejut melihatnya dan berlari membantu Seiza bangun. Lalu setelah memastikan Seiza baik-baik saja, ia berdiri sempurna dan berbalik langsung mendorong Mario hingga tersungkur ke lantai lagi.
"Sekali lagi lo bikin masalah sama gue dan orang di sekitar gue, gak akan pernah gue biarin lo hidup tenang. Cabut lo dari sini sekarang, sebelum gue bikin bonyok muka songong lo itu!" ucap Yugo penuh amarah.
Seiza meraih lengan kanan Yugo yang sikunya lecet. "Ssttt ... udah jangan marah-marah, Yugo. Sini aku obatin luka kamu dulu. Abis itu kita pulang, yah." Suara lembut Seiza berhasil meluluhkan emosi Yugo.
Mario semakin kesal karena Bobby menjulurkan lidahnya dan memberikan acungan jempol terbalik tanda 'loser'. Ditambah lagi dari tengah lapangan Nizar selaku wasit tadi berujar kencang, "Pertandingan selesai! Dan kayaknya kita punya kapten tim basket baru. Gue bakal kasih tau yang lain."
Hal itu sukses membuat Mario mengepalkan kedua tangannya. "Lihat aja pembalasan gue!" Dan setelahnya dia beranjak dari lapangan diikuti kedua teman setianya.
Lapangan sudah sepi, Sadam dan Bobby pun sudah meninggalkan kampus, Seiza dan Yugo kini berjalan di koridor setelah Yugo mengganti bajunya terlebih dahulu.
"Mana tangan kamu yang luka tadi?" Seiza tiba-tiba menghadang jalan Yugo.
Yugo yang terkejut pun seolah langsung menoleh pada lengan kanannya.
Dengan sekali gerakan, Seiza mengangkat lengan Yugo itu dan menekuk sikunya hingga ujung siku yang runcing berada tepat di depan wajah Seiza.
Yugo terbelalak saat Seiza mengecup singkat di sebelah luka pada siku itu. Untung saja tadi Yugo sudah membersihkannya terlebih dahulu saat di toilet.
"Cepat sembuh, yah, lukanya." Seiza tersenyum dan menatap dalam pada mata Yugo. "Dan selamat buat kemenangannya. Semangat selalu, Kapten!" Seiza mengusap dua kali pipi kanan Yugo lalu berbalik dan berjalan terlebih dahulu dengan pipi yang merona.
Yugo yang mendapat perlakuan manis itu hanya terdiam dengan siku kanannya yang masih ditekuk, lalu kemudian tersenyum simpul melihat tingkah laku gadis manisnya itu. Namun, senyumnya hanya sebentar, karena dia teringat sesuatu.
Dengan cepat dia membuka tasnya lalu mengambil buku catatan dan dibukanya halaman paling belakang. Masih terlihat rapi barisan kata-kata yang tertulis pada sticky notes berwarna biru itu. Yugo masih menyimpannya walaupun awalnya tak niat, sticky notes yang dia dapat dari cokelat yang pernah Seiza berikan dan bertuliskan 'Semangat menjalani hari ini, Kapten🙂'
"Kapten?"
🍭🍭🍭
Kini Yugo dan Seiza berada di dalam mobil yang sudah berhenti di depan kos Seiza. Setelah Seiza mengucapkan terima kasih, ia meraih kenop pintu mobil, tapi secepat kilat Yugo menahannya.
"Kenapa Yugo?"
"Jangan keluar!" titah Yugo.
Seiza mengerutkan dahinya. "Lho, kenapa? Kan, aku mau masuk."
"Jangan." Tatapan mata Yugo tertuju pada mobil sedan hitam di seberang jalan.
Seiza yang tak paham pun mengurungkan niatnya lalu duduk menghadap Yugo dan kembali bertanya, "Iya tapi kenapa, Yugo?"
Yugo menatap Seiza seolah ingin menerjangnya, yang ditatap menjadi tak nyaman dalam duduknya. "Ada sesuatu yang lo lupain."
"A-apa Yugo?"
Yugo menaikkan satu alisnya lalu berucap, "Terakhir kali gue nganterin lo pulang, lo berani cium pipi gue. Kenapa sekarang enggak?"
Mendadak Seiza menahan napasnya ketika Yugo mendekatkan wajahnya dan mengikis jarak. "J-jadi maksudnya Yugo mau dicium, gitu?"
"Menurut lo?"
"Ya, udah. Tapi Yugo harus merem," cicit Seiza karena wajah Yugo masih di dekatnya.
"Kenapa harus merem, hm?"
"Yugo! Stop pakai kata hm, ih!" Seiza mengerucutkan bibir merah mudanya. Ia kesal karena Yugo selalu saja menggodanya dengan nada bicara seperti itu. Membuat lemah pikirnya.
Yugo terkekeh melihat aksinya yang berhasil membuat Seiza gelagapan dengan pipi merona.
"Lo telepon teman lo, gih." Dagu mungil Seiza ditarik ke atas dengan lembut dan Yugo semakin mendekat, membuat Seiza refleks menutup matanya. Namun, tidak ada ciuman seperti malam itu, Yugo hanya mengusap pelan pipi Seiza yang masih merona.
"Buka mata lo. Coba lo lihat mobil sedan hitam itu." Telunjuk Yugo terangkat, Seiza pun mengikuti arah pandang Yugo. "Di dalam itu ada Julian sama anak buahnya. Dia mulai keliling daerah sini buat cari lo karena tempat kos Riko dekat sini."
"J-julian?" Mendengar nama itu membuat memori kelam kembali berputar di ingatan Seiza.
Yugo menarik napas panjang dan menghembuskannya cepat. "Kalau lo keluar sekarang, dia bakal tau lo tinggal di sini." Digenggamnya kedua tangan Seiza yang mulai bergetar, Yugo paham bahwa Seiza mulai ketakutan. Untuk menenangkannya Yugo memberikan ciuman hangat dan cukup lama pada kening Seiza seraya berucap, "Don't worry. I will always keep you safe, Baby."
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top