26. PAHIT DAN MANIS
Pahit dan manis itu layaknya gelap dan terang.
Ketika gelap melanda, pasti nanti akan ada terang tercipta. Begitu pula ketika pahit mulai bersambang, maka akan ada pula manis menjelang.
🍭🍭🍭
"Ini rumah siapa, Yugo?" tanya Seiza saat tiba di sebuah rumah bernuansa monokrom.
Ketika pintu sudah dibuka, mata Seiza terbelalak melihat betapa rapi dan mewahnya rumah ini. Di bagian dalam pun tak beda jauh, semuanya warna hitam, abu-abu dan putih. Seiza sebenarnya tahu bahwa ketiga warna itu adalah warna favorit Yugo.
"Ini rumah gue." Yugo menutup pintu dan menguncinya.
"Rumah kamu? Kok sepi?"
"Karena emang gak ada siapa-siapa di sini."
Seiza mengangguk paham dengan wajah takjub. "Kamu kerja? Kok aku gak tau, yah, selama ini."
"Lo gak usah kepo. Mending lo sekarang duduk aja dulu, gue siapin kamar sebentar," titah Yugo.
Mata Seiza mengelilingi rumah bertema nuansa Eropa itu. "Yugo ... rumah kamu udah lama kosong? Gak takut ada ...."
"Ada hantu? Yang ada hantunya takut sama gue, Za," sarkas Yugo.
"Ih, kamu, nih. Aku serius tau."
"Rumah ini tiap hari ada yang bersihin, tiap pagi ada orang ke sini, terus sore baru pulang." Setelah mengatakan itu Yugo berjalan ke lantai dua untuk menyiapkan kamar untuk Seiza.
Selagi menunggu Yugo, Seiza melihat-lihat isi ruangan dan beberapa foto yang terpampang di dinding. Hanya saja yang membuatnya aneh, tidak ada satu pun foto keluarga atau foto pribadi milik Yugo. Yang ada hanya foto pemandangan dan beberapa lukisan abstrak.
Dari banyaknya foto yang tergantung di sana, ada satu foto yang menarik di mata Seiza.
Foto tersebut memperlihatkan keindahan pemandangan sebuah taman yang ditumbuhi banyak pepohonan serta ada pendopo dan bangku taman di sekitarnya. Seiza merasa tak asing dengan tempat itu, otaknya bekerja keras untuk mengingat di mana taman itu.
Ah! Aku ingat!
Seketika Seiza menutup mulutnya tatkala mengingat jelas di mana tempat itu. Ya, tempat itu adalah sebuah taman di mana Yugo dulu mengajaknya kencan pertama kali saat mereka SMA.
Tanpa disadari kristal bening luruh dari mata teduh Seiza. Mengingat kenangan itu membuatnya kembali membuka luka. Seiza bingung kenapa Yugo bisa mendapatkan foto ini. Apakah dia sering berkunjung ke sana?
"Za?" Suara Yugo menginterupsi saat Seiza masih dalam lamunannya. Terdengar langkah kaki semakin mendekat. "Lo kenapa?"
"E-eh, Yugo. Hmmm, gak apa-apa, kok. Aku cuma lagi lihat foto ini aja." Seiza menghindari tatapan Yugo karena takut ketahuan sedang menangis.
"Yuk gue antar ke kamar, udah malam soalnya, lo harus tidur," ajak Yugo
Seiza tak mengindahkan penuturan Yugo itu, dia terus saja menatap foto tersebut dengan lekat. Ada kepingan ingatan yang terus berkeliaran dalam benaknya. Sakit, sedih dan kecewa itu muncul kembali ke permukaan.
Menyadari wanita yang diajaknya itu tak bergerak, Yugo yang semula sudah berjalan ke arah tangga akhirnya berbalik kembali dan melihat punggung wanita di depannya itu seperti sedikit bergetar.
Dihampirinya wanita itu lalu ia sentuh pundak kanannya. "Kenapa? Ada sesuatu yang salah?"
Seiza mengusap air mata yang mengalir tipis dipipinya lalu ia menggeleng lemah, tak menanggapi pertanyaan pria itu.
"Apa ada hubungannya sama masa lalu yang katanya pergi tinggalin lo itu?" tanya Yugo.
Seiza menoleh menghadap Yugo dengan pipi yang masih basah, dahinya ia kerutkan karena merasa bingung. "Yugo tau dari siapa?"
"Jadi benar lo ditinggalin seseorang? Siapa orang itu?"
Refleks tubuh Seiza menegang mendengar pertanyaan itu. Ia meneguk salivanya dan entah kenapa lidahnya menjadi kelu, seolah ia mendadak bisu.
"Kalau gue boleh tau. Lo sayang banget sama orang itu?" tanya Yugo yang diangguki Seiza lemah. Yugo mengulum bibirnya sendiri, lalu berkata lagi, "Pasti rasanya sakit banget, yah, ditinggal sama orang yang lo sayang?" Yugo semakin maju mengikis jarak. "Dan pasti lo jadi benci banget, kan, sama orang itu?"
Seiza menggeleng kuat kali ini. "Aku gak pernah benci sama orang itu, kok. Aku selalu yakin kalau dia pasti punya alasan kenapa pergi dari aku," jelas Seiza parau.
Yugo tersenyum tipis. "Kalau gitu ...." Ucapan Yugo tergantung dengan tatapan matanya tak lepas dari mata basah Seiza. "Berarti lo masih sayang banget, yah, sama orang itu?" tanya Yugo lembut.
Hati Seiza merasa tertohok, ia bingung harus jawab apa. Kalau jawab iya, Seiza takut kalau Yugo yang sekarang akan menjauhinya karena Seiza masih mencintai orang di masa lalunya. Dan kalau jawab tidak, Seiza takut kalau tiba-tiba amnesia Yugo sembuh dan ia jadi menjauhi Seiza juga karena sudah melupakan cintanya.
Karena bingung, Seiza akhirnya memilih untuk tidak menjawab, ia bergeming di tempatnya sampai akhirnya Yugo kembali berucap, "Seiza ... lo ingat, kan, kalau lo masih punya satu hutang balas budi sama gue?" Seiza tersentak karena Yugo bertanya seperti itu.
Seiza kira Yugo benar-benar akan melupakan hal yang berbau balas budi, tapi nyatanya masih saja dibahas. Akhirnya mau tak mau Seiza mengangguk lemah. Dan perkataan Yugo selanjutnya semakin membuat Seiza terkejut. "Gue janji ini terakhir kalinya gue bahas hal balas budi. Gue boleh minta satu hal sama lo, Za?" Pertanyaan itu membuat Seiza sedikit memiringkan kepalanya dengan dahi berkerut.
"A-apa, Yugo?"
"Gue mohon lo harus buang jauh-jauh kenangan pahit yang pernah orang itu lakuin sama lo. Sepahit apa pun itu, lo harus bisa lupain, Za." Mata Yugo sungguh terlihat sangat memohon.
Orang itu adalah kamu, Yugo. Ini suara dari hati Seiza yang tak mampu terucap.
Seiza menggigit bibir bawahnya untuk menyalurkan rasa sakit, air matanya luruh kembali dan kini ia tertunduk dalam. "Tapi gak semudah itu, Yugo. Kenangan apa pun yang aku laluin sama dia gak pernah bisa aku lupa sedikit pun. Semuanya terlalu berarti buat aku."
"Gue tau lo pasti terluka banget akan hal itu. Gue tau lo pasti sakit banget. Dan gue juga tau lo pasti kecewa. Maka dari itu, Za, lupain kenangan pahitnya."
"Pahit dan manis itu sepakait, Yugo. Gak bisa aku lupain salah satunya gitu aja. Kalau hal pahitnya aku lupain, aku juga pasti bakal lupain hal manisnya. Dan aku gak mau, Yugo. Aku gak mau." Seiza terisak hebat dan tubuhnya mulai limbung, Seiza mundur satu langkah mencari sandaran pada dinding di dekat foto tadi.
"Oke kalau gitu mau lo." Yugo mengimbangi pergerakan, kalau Seiza mundur, otomatis Yugo maju untuk mendekat menepis jarak kembali. "Berarti lo harus lupain semua kenangan sama orang itu. Semuanya, Za, semuanya!"
"Yugo, kamu gak bisa seenaknya ngomong gitu. Kenangan itu terlalu berharga buat aku. Dan kamu gak akan ngerti gimana posisi aku sekarang." Seiza mengangkat kepalanya cepat dengan masih menggigit bibir bawahnya.
Tangan kiri Yugo terangkat menyentuh dinding di sebelah kanan kepala Seiza sehingga mengurung sebagian tubuh Seiza. "Gue tau kenangan itu teramat berharga buat lo, Za. Tapi ...." Ibu jari tangan kanan Yugo menarik bibir bawah Seiza agar terlepas dari gigitan lalu mengusapnya perlahan sambil berkata. "Izinkan gue buat gantiin semua kenangan itu, Za. Izinkan gue buat sembuhin luka yang pernah lo rasain. Izinkan gue buat ubah rasa sedih lo dengan rasa bahagia. Jadi tolong izinkan gue buat bahagiain lo, Seiza."
Seiza menatap manik mata Yugo. Sungguh dia benar-benar menemukan kejujuran dan kesungguhan di sana. Karena bibirnya sedang disentuh, akhirnya Seiza meremas tangannya sendiri untuk menyalurkan rasa gugup, rasa tidak percaya dan rasa bahagia yang datang bersamaan. Seketika waktu berhenti bergerak bagi mereka. Sorot mata masing-masing menandakan adanya kehangatan yang terpancar.
"Yugo, k-kamu ...." Seiza terbata dan tak tahu mau melanjutkan apa.
"Jadi intinya gue dikasih izin gak sama lo?"
Degup jantung Seiza seperti sedang berlomba saling bersahutan, ia merasa gugup sekali saat ini. Rasanya sama persis seperti Yugo menyatakan cintanya dahulu.
"E-eh, Yugo ... itu ... aku ... gimana, yah." Seiza mendadak kikuk.
"Oke! Gue anggap jawabannya adalah iya."
Seiza terdiam sebentar lalu berkata, "Ya udah kalau Yugo maksa." Ucapannya diakhiri dengan senyuman manis.
"Gitu, dong." Kini Yugo tersenyum dan tangannya yang ada di dinding ia arahkan ke pipi Seiza lalu naik mengusap mata basah milik wanita yang selalu membuat jantung Yugo berdetak berlebihan.
Refleks Seiza menggigit kembali bibir bawahnya karena semakin gugup. Namun, hal tersebut membuat tatapan Yugo yang tadinya menatap manik Seiza kini beralih pada bibir merah muda milik Seiza. Ibu jarinya kembali menarik bibir ranum itu dan mengusapnya lembut, membuat Seiza menegang seketika.
"Jangan suka gigitin bibir gini, yah!"
Seiza melotot dan panik sendiri. "K-kenapa, Yugo?"
Yugo memajukan wajahnya sampai bibirnya mendekat pada telinga Seiza. "Itu bikin gue pengin ikutan gigit juga." Setelah mengatakan itu Yugo berbalik dan meninggalkan Seiza yang sedang menegang dengan pipi yang memerah.
LoveYouuuu💙💙💙💙
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top