23. AMBANG GELISAH

⚠⚠⚠ Warning

Mohon maaf sebelumnya, di part ini akan ada percakapan kasar + vulgar, yah.🙏🏻
Mohon dimaklumi demi tercapainya jalan cerita🙏🏻🙏🏻🙏🏻

.

Ada saatnya asa dan harapan seseorang akan berada pada titik terlemah. Maka saat itulah kita diuji apakah akan tetap berjuang dengan semangat gairah, atau bertumpu pada waktu dengan pasrah, atau justru mundur perlahan dan membiarkan asa dan harapan itu musnah.

Lalu pilihan mana yang lebih baik aku ambil?
Berjuang, pasrah, atau mundur?
~ Seiza Denaya ~

🍭🍭🍭

"Lo gak lihat tadi Seiza diseret paksa sama si Arga?" tanya Sadam.

"Memang apa urusannya sama gue?" jawab Yugo seolah tak peduli.

Sadam mengedikkan bahu. "Gue udah ingatkan, yah. Kalau terjadi sesuatu jangan salahkan gue."

"Apaan, sih, lo, Dam, gak jelas banget."

"Jangan sampai lo nyesal kalau terjadi apa-apa sama dia. Secara lo tau sendiri, kan, Arga gimana? Kalau tiba-tiba Seiza dipaksa buat tidur atau ...." Belum selesai Sadam berucap, Yugo langsung berdiri dan rahangnya mengeras entah karena apa.

"Gue gak peduli. Lagian buat apa juga gue peduli," sergah Yugo.

"Bego, lo! Udah lah, Go! Lo gak perlu pura-pura depan gue." Sadam memainkan ponselnya, sampai akhirnya memberikan pada Yugo. "Tuh udah gue teleponin si Okta. Gue yakin dia tau alamat apartemen Arga plus kuncinya. Waktu lo gak banyak, Go."

Yugo berpikir terlebih dahulu, apa yang harus dia lakukan saat ini. Mematahkan keegoisannya dan menjemput gadis yang selalu berlarian dalam pikirannya, atau melebarkan kekhawatirannya dengan tetap bertahan di sini dan menemani gadis ceria yang sedang berulang tahun malam ini.

Perdebatan kuat terjadi di benak Yugo. Sampai hatinya tergerak untuk menerima uluran ponsel Sadam dan berbicara dengan Okta untuk meminta alamat dan password pintu apartemen Arga. Karena memang Okta dan Alex sering ke sana, sehingga Arga memberikan akses kepada kedua sahabatnya itu. Setelah mendapatkannya Yugo mengambil langkah seribu ke tempat parkir mobil.

"Yugo! Kamu mau ke mana?" teriak Maura sambil berusaha mengejar. Namun, gerakan Yugo terlalu cepat sehingga baru saja Maura sampai pintu kafe, mobil Jazz merah Yugo sudah melaju cepat memecah dinginnya malam. "Berani, yah, kamu tinggalin aku, Yugo!"

🍭🍭🍭

Yugo berdecak saat sudah sampai di lift yang mengarah ke lantai 22. Dia kesal karena perjalanan terhambat akibat macet. Saat ini ia merutuki diri dan berharap bisa menggunakan motor sport lagi agar bisa mengambil jalan pintas dan lebih cepat sampai tujuan. Dan saat lift sudah sampai di lantai 22, Yugo segera berlari ke salah satu pintu. Yugo menekan kata sandi dan pintu dibuka keras menandakan Yugo sedang dikuasai amarah.

"Ah ... sshh ... pelan-pelan, Kak Arga. Ini pertama kali buat aku."

Yugo mendengar suara samar-samar seorang wanita. Pertahanan Yugo hampir runtuh, pikiran buruk terus memenuhi otaknya.

"Shit! Kenapa punya lo senikmat ini!" Kali ini Yugo yakin itu adalah suara erangan Arga.

"Kak ... ah nikmat ...."

Mendengar suara desahan yang semakin menggema dari kedua insan itu membuat Yugo segera mencari pintu kamar yang ingin dia dobrak saat ini juga. Batinnya berteriak dan bergelojak. Yugo, lo terlambat!

Dia masuk semakin jauh ke dalam apartemen yang bernuansa putih itu, mengedarkan pandangannya sampai akhirnya menemukan sebuah kepala yang menyembul dari balik sofa. Yugo mengerjap, tiba-tiba bulu kuduknya berdiri, ditambah suasana apartemen Arga yang pencahayaannya redup. Dia bertanya dalam hati. Hantu kah itu?

Yugo menggelengkan kepala beberapa kali, dia mencoba mendekat, semakin dekat sampai akhirnya terlihat sempurna sosok manusia yang sedang duduk. Walau dari hanya dari samping, Yugo sangat yakin kalau itu benar manusia dan bukan hantu yang tadi dipikirnya. Dan hal yang melegakan lagi, sosok manusia itu adalah wanita yang selalu terlihat cantik di matanya.

"Seiza," lirih Yugo.

Yugo menghela napas lega. Dia mengusap wajahnya kasar sambil berjalan mendekati gadis itu yang sepertinya tak menyadari kehadiran Yugo.

🍭🍭🍭

Setelah diam-diam memotret Seiza dan mengirimkannya ke grup sebagai tanda bahwa tantangannya telah selesai, Arga membawa sebuah kotak yang ingin dia berikan pada Seiza. Namun, Seiza sempat menolak untuk membuka kotak yang berisikan iPod, earphone dan beberapa novel terjemahan itu, sehingga membuat Arga sedikit kesal dengan tingkah terlalu lamban Seiza ini.

"T-tunggu. Maksud Kak Arga?"

"Ck! Lama banget, sih, buka gitu aja." Akhirnya Arga yang membuka kotak yang tadi dia sodorkan itu. "Nih pakai! Pokoknya lo gak boleh ke mana-mana! Lo pakai tuh earphone, suaranya full aja," titah Arga memaksa.

"Ini semua buat aku?" tanya Seiza ketika melihat beberapa novel keluaran terbaru di dalam kotak itu.

"Hm. Lo pakai sekarang! Gue mau kedatangan tamu."

"Tamu?"

Setelah itu Arga pergi membukakan pintu. Arga membawa seorang wanita cantik dengan pakaian seksi ke dalam apartemennya. Dan dengan tergesa-gesa mereka segera masuk ke dalam kamar untuk melakukan aktivitas intim berdua.

Seiza tak melihat dan tak menyadari kedatangan mereka, karena matanya terfokus pada novel terjemahan yang berjudul After karya Anna Todd, dia senang karena memang ingin membeli novel tersebut, tapi uang jajannya belum cukup kala itu.

Saat pintu kamar hampir tertutup, wanita yang sedang dirangkul oleh Arga itu melihat ke arah sofa di ujung, dia tersenyum penuh arti.

Maaf dan terima kasih, Kak Seiza. Ucap wanita itu dalam hati.

🍭🍭🍭

Yugo segera duduk di sebelah Seiza dan saat itu Seiza baru menyadari kehadiran Yugo.

"Yugo?"

Sekarang Yugo tahu kenapa Seiza tak mendengar suara benturan pintu saat Yugo tadi membantingnya dan tak pula mendengar saat Yugo memanggil. Rupanya kedua telinga Seiza tertutup oleh earphone dan sepertinya volume musik yang sedang dimainkan itu mencapai batas paling maksimal, terbukti dengan Yugo yang mampu mendengar suara musik yang mengalun dari earphone itu. Dan jangan lupakan novel yang ada di pangkuan pahanya. Membaca novel dengan mendengarkan alunan musik klasik. Sangat menyenangkan bagi sebagian orang, termasuk bagi seorang Seiza Denaya.

"Yugo ngapain di sini?" tanya Seiza seraya ingin menarik salah salah satu earphonenya.

Yugo menahan tangan Seiza agar tak perlu melepaskan earphone itu, ia menggeleng pertanda tak mengizinkan. Seiza mengernyit tak paham.

Tangan Yugo terulur untuk ikut menutup telinga Seiza, sedikit menekannya pelan, dia sungguh tak ingin telinga Seiza ternodai dengan desahan Arga dan seorang wanita yang entah siapa di dalam sana yang menemani ranjangnya.

Yugo menahan gejolak yang ada dalam dirinya. Bukan, ini bukan hasrat ingin melakulan pergulatan di ranjang seperti yang dilakukan Arga. Namun, hasrat ingin menghajar Arga yang sudah membawa Seiza pada keadaan menggairahkan seperti ini.

Seiza bingung dengan tingkah Yugo yang serba tiba-tiba ini. Dia pasrah saja tak berkutik, membiarkan tangan Yugo berada di kedua telinganya, membuat Seiza mampu melihat jelas garis tegas wajah pria yang amat ia sayangi itu. Seiza tersenyum manis melihat penampilan Yugo yang terkesan rapi dan formal ini dengan setelan blazer warna abu tua yang sangat kontras dengan kulit Yugo yang putih. Dan Seiza sedikit lega karena rupanya Yugo masih khawatir dan tidak sepenuhnya marah.

Tak lama setelah itu Yugo melepaskan tangannya lalu menarik tangan Seiza dan menuntunnya keluar dari ruangan terkutuk ini. Persis di depan pintu masuk yang dibanting Yugo tadi, langkah Yugo berhenti tiba-tiba saat pintu kamar terbuka.

"Mau lo bawa ke mana, tuh, cewek?"

Yugo berbalik mendapati Arga sedang shirtless dan hanya mengenakan celana pendek saja di atas paha.

Seiza berdiri di belakang Yugo dengan telinganya yang masih tertutup earphone, sehingga tak sadar dengan suara Arga. Namun, dia melihat Yugo berbalik dan Seiza pun ingin ikut melihat objek yang dilihat Yugo.

Dengan gerakan cepat, Yugo menarik tubuh ramping Seiza ke dalam pelukannya, ia merasa Seiza tak perlu melihat keadaan Arga yang terlihat berantakan dan tak senonoh itu, apalagi pintu kamarnya terbuka dan memperlihatkan seorang wanita yang tengah tertidur dengan tubuhnya ditutupi selimut sampai leher.

Tunggu! Yugo tahu siapa wanita itu. Dia hanya menggelengkan kepala mengingat sepertinya wanita itu sosok yang polos, tapi ternyata bisa bermain di ranjang dengan Arga. Ternyata istilah "don't judge book by the cover" itu benar adanya.

"Bukannya lo udah punya pengganti Seiza buat temani lo di ranjang. Otomatis dia jadi milik gue malam ini," ucap tegas Yugo sambil mengeratkan pelukannya pada tubuh Seiza.

Seiza yang berada dalam posisi ini masih tak mengerti, dia sekali lagi hanya bisa pasrah kalau sudah berkaitan dengan Yugo.

🍭🍭🍭

Kini mereka benar-benar meninggalkan apartemen itu dan sudah berada di parkirkan. Lagi dan lagi Yugo selalu saja lupa di mana posisi menyimpan mobilnya tadi, padahal belum ada satu jam dia parkir.

"Kamu, nih, kebiasaan. Suka lupa tempat mobil kamu, yah?" ucap Seiza seraya melepas earphone yang sedari tadi menyiksa dirinya. "Nah itu mobil kamu," tunjuk Seiza pada mobil merah Yugo.

Saat sudah di dalam mobil, keheningan terjadi sampai akhirnya suara Yugo terdengar menyakitkan di telinga Seiza.

"Dasar cewek bodoh!"

"M-maksud kamu, siapa yang cewek bodoh? Aku?"

"Menurut lo?" Yugo membentak.

"Sebelumnya kamu bilang aku cewek murahan, sekarang kamu bilang aku cewek bodoh. Aku salah apa, Yugo?" tanya Seiza yang benar-benar heran dengan sikap Yugo yang sering berubah-ubah.

"Salah apa lo bilang? Lo itu sama aja kayak masuk kandang singa yang lagi kelaparan tau gak?"

"Tadi, kan, aku udah mau bilang sama kamu, tapi kamu gak mau dengar penjelasan aku. Aku sendiri gak tau kenapa kak Arga tiba-tiba jemput aku. Aku udah janjian sama Delia, tapi Delia gak ada, bahkan sampai saat ini gak balas pesan aku."

"Terserah, gue gak peduli. Yang jelas menurut gue, lo itu terlalu bodoh sampai bisa-bisanya semudah itu ikut sama Arga."

"Ya udah, aku memang cewek bodoh dan aku tau aku salah karena gak berpikir dua kali," lirih Seiza mulai parau. "Yugo juga kenapa ngeselin banget. Kadang baik, kadang juga nyakitin."

Seiza mulai dipenuhi rasa kesal dan sedih, dia butuh pengalihan agar tak semakin menjadi. Namun, seketika dia tersadar tasnya masih tertinggal di dalam apartemen. Karena mobil Yugo yang tak kunjung berjalan dan Yugo juga tak bicara lagi, Seiza membuka pintu untuk keluar.

"Mau ke mana?" tanya Yugo yang masih menahan perasaan kesal bercampur khawatir ini.

"Ambil tas aku ketinggalan."

Yugo berdecak. "Lo gila, yah? Stres lo?"

"Yugo apaan, sih, kok ngomongnya kasar terus?"

"Ya abisnya lo bego banget jadi cewek! Udah bagus gue selamatin lo keluar dari sana. Dan sekarang lo mau masuk lagi? Tolol itu namanya!"

Mata Seiza memerah dibentak dengan kata-kata kasar seperti itu.

"Iya memang aku bodoh, gila, stres, bego dan tolol. Semua itu memang aku. Dan aku kayak gini itu semua karena kamu!"

"Ngomong apa, sih, lo!" Yugo terkejut sekaligus bingung karena respon Seiza yang rupanya ikut marah dan yang membuatnya semakin heran kenapa dia yang  dijadikan alasan.

"Terus kenapa kamu mau bawa aku keluar kalau memang aku cewek bodoh?"

Yugo terdiam sejenak menetralkan pikirannya ketika sudah melihat Seiza berkaca-kaca dan siap menangis. "Sadam yang desak gue buat ke sini."

Hati Seiza benar-benar sakit. Jadi kedatangan Yugo ini bukan kemauan sendiri, melainkan desakan dari Sadam. Pertahanan Seiza runtuh, dia sudah tak sanggup dengan kenyataan ini, terlalu sakit. Air mata yang dari tadi ia tahan akhirnya jatuh juga.

"K-kalau gitu kenapa gak Sadam aja yang datang? K-kenapa harus kamu?" Seiza terisak tak bisa menahan lagi sakit hatinya. "Atau memang selama ini kamu bantuin aku cuma disuruh orang? Bukan keinginan kamu sendiri, gitu?" Seiza mengangguk seperti paham akan sesuatu dan menggigit bibirnya menahar getaran tangisnya. "Oh oke, aku tau sekarang. Kamu memang gak pernah tulus buat bantu aku."

"B-bukan gitu, Za. Maks―"

"Udah deh, Yugo. Aku nyerah." Akhirnya Seiza keluar dari mobil sambil terisak.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top