22. HARAP-HARAP CEMAS
Ketika ada sesuatu hal yang terus saja mengganggu pikiran, tanpa disadari itu artinya hal tersebut merupakan sesuatu yang berarti dalam hidup.
🍭🍭🍭
"Makasih, Yugo. Aku gak tau lagi apa yang harus aku lakuin kalau gak ada kamu," ucap Seiza saat mobil Yugo sudah berhenti tepat di depan kos Seiza. Yugo mengantar Seiza sore ini karena ada sesuatu hal yang sebenarnya ingin dia pastikan. Keselamatan Seiza.
"Lo tinggal di sini?"
"Eh?" Seiza tahu kalau Yugo mengalihkan pembicaraan. "Iya Yugo, aku ngekos di sini."
"Isinya cewek semua, kan?"
"Iya."
"Kenapa gak cari yang dekat sama kampus?"
Seiza tersenyum sebentar sebelum berkata, "Tempat ini dekat sama kos Riko yang ada di seberang sana. Dan ...." Seiza menarik napas dalam. "Bundaku cuma bisa bayar di sini, kalau di tempat lain lumayan mahal."
Yugo menganggukan kepalanya tanda paham. "Ya udah sana lo masuk."
"Oh iya, Yugo. Ini hoodienya nanti aku kembaliin lusa, yah. Soalnya malam ini mau aku cuci dulu."
"Gak usah."
Seiza memiringkan wajahnya heran. "Gak usah? Gak usah dicuci maksudnya?"
"Gak usah dibalikin. Buat lo aja."
"T-tapi ini―"
"Udah sana buruan masuk."
Terjadi keheningan sekejap sebelum Seiza kembali berucap, "Hmm ... Yugo ...." panggil Seiza pelan sekali.
"Apa lagi?" tanya Yugo tanpa mengalihkan pandangannya dari depan. Tangannya pun masih setia memegang setir mobil.
Seiza menarik napas dalam, sedalam-dalamnya. Dia akan nekat untuk saat ini. Dia ingin mencurahkan segala perasaan yang bersarang di benaknya. Ingin berterima kasih pada Yugo dengan cara yang tak biasa.
"Kenapa? Lo mau ngomong sesuatu?" tanya Yugo tak sabar.
Hening seketika. Waktu berjalan melambat.
"Lo mau ngomong ap―"
Tiba-tiba benda kenyal itu berhasil mendarat di pipi kiri Yugo. Tak lama, tapi cukup berarti.
"Makasih, Yugo. Makasih buat bantuan dan perhatiannya." Setelah itu Seiza buru-buru keluar dari mobil Yugo, meninggalkan Yugo yang diam seperti patung. Entah kenapa aliran darahnya berpacu lebih cepat dan detak jantungnya terdengar bergemuruh. Ada perasaan aneh yang Yugo rasakan, mungkin seperti ada kupu-kupu yang terbang di perut Yugo. Sangat menggelitik.
"Berani lo, Za. Awas, yah, nanti. Sekali lagi lo berani kayak gitu, gak akan gue lepasin," ucap Yugo bermonolog dengan senyum miringnya.
🍭🍭🍭
Waktu sudah menunjukkan pukul 20.12 ketika Yugo melihat jam yang melingkar di tangan kirinya. Dia datang tepat waktu ke kafe mewah di kalangan pusat kota. Keramaian di acara ulang tahun Maura tak mampu mengalihkan pikiran yang terus lari berfokus pada satu titik, sungguh membuatnya pening.
Yugo duduk di sebuah kursi dan menunggu sang bintang utama yang berulang tahun malam ini. Benar saja, baru beberapa menit dia duduk, dapat dilihat seorang gadis cantik berperawakan ramping dengan warna rambut pirang dan bentuk bibir yang tebal itu perlahan mendekat.
"Makasih, Yugo, kamu udah datang. Kamu orang yang paling aku tunggu malam ini," tukas Maura seraya melingkarkan tangannya pada lengan kanan Yugo. "Kado aku mana?"
"Ini ...." Yugo mengambil sebuah kotak kecil yang dia simpan di meja dan menyerahkannya pada Maura.
Ketika Maura mengambil kotak itu, dahinya mengernyit. Dibukanya kotak berwarna keemasan itu dan dia keluarkan isinya. "Jam tangan?"
"Hm."
"Bukannya aku udah minta beliin hoodie couple, yah." Nada Maura sedikit kesal dan manja.
"Maaf aku gak keburu beli." Yugo menggaruk kepala bingung dan terpaksa harus berbohong bahwa hoodienya sudah diberikan pada Seiza.
Maura langsung menyimpan kembali jam itu pada kotaknya. Di sana juga ada Sadam serta Bobby yang sudah bergabung. "Gak apa-apa, Yugo. Kadonya aku suka banget." Maura mengangkat jam tangan mahal dengan warna keemasan yang senada dengan kotaknya. "Makasih, sayang." Tanpa rasa bersalah Maura mengucapkan kata itu dan mengecup singkat pipi kiri Yugo.
"Sama-sama," balas Yugo sangat singkat tanpa senyuman kali ini. Rasanya tidak seperti diberi kecupan sore itu oleh Seiza. Memusingkan sekali. Entah kenapa mood Yugo malam ini sangat tidak baik dan gelisah.
Sepeniggal Maura, Sadam langsung menepuk pundak Yugo. "Gue rasa lo harus lihat itu, Go," pinta Sadam yang tangannya menujuk ke pintu masuk kafe, hal tersebut sukses membuat Yugo langsung membulatkan matanya dengan rahang mengeras.
🍭🍭🍭
Tepat pukul 20.08, Seiza keluar dari gerbang tempat kosnya dengan memakai dress merah cerah yang membuat tampilannya semakin cantik dan elegan. Ia sudah siap berangkat ke acara ulang tahun Maura bersama Delia. Delia berjanji akan menjemputnya malam ini, bahkan baju yang Seiza pakai pun diberi oleh Delia.
Seiza melihat di depan gerbang ada mobil yang sudah terparkir, pikirnya mungkin itu Delia. Namun, sampai saat ini Delia belum mengabarinya. Lalu tanpa disangka, pemilik mobil yang terparkir itu akhirnya keluar.
"Mau ke acara Maura, kan? Yuk sama gue aja."
"Kak Arga? T-tapi aku lagi tunggu Delia." Seiza cukup terkejut dan berpikir sejak kapan Arga tahu tempat tinggalnya dan kenapa tiba-tiba mengajaknya.
"Delia nanti nyusul. Dia pergi sama Alex."
Penuturan Arga membuat kening Seiza berkerut.
"Gak perlu, Kak. Aku tunggu Delia aja." Seiza masih pada pendiriannya.
Setelah itu Arga mengambil ponsel yang tersimpan di saku celananya dan menunjukkan sebuah foto yang mana Alex sedang Bersama Delia. Akhirnya hal itu membuat Seiza mengangguk kecil dan segera masuk ke mobil yang sudah dibukakan pintunya itu. Seiza percaya saja karena Arga tadi bilang bahwa Delia akan menyusulnya. Dan belajar dari pengalaman hal sebelumnya Seiza diam-diam langsung mengirimkan pesan ke Delia untuk memastikan.
"Lo lupa? Kita harus penuhi tantangan kekalahan permainan waktu itu, kan?"
Seiza baru ingat. Akhirnya mau tak mau ia melangkahkan kakinya menuju mobil. Ia berharap malam ini segera berlalu.
Tak ada percakapan sepanjang perjalanan, hanya alunan musik dari audio mobil saja yang terdengar. Mereka asik dalam lamunannya masing-masing. Seiza sedang ketakutan kalau saja kejadian dengan Julian akan terulang kembali oleh Arga. Sedangkan Arga memikirkan ucapan teman-temannya tadi siang yang menantangnya untuk mengajak salah satu wanita untuk diajak ke acara ulang tahun Maura. Karena kebetulan Arga saat ini sedang jomlo, ia tak tahu dengan siapa ia harus pergi. Hingga satu nama terlintas di benaknya, yaitu Seiza. Karena mereka pernah kalah dalam permainan, maka di sini lah ia malam ini, mencoba membawa Seiza ke acara ulang tahun Maura.
"Lo datang juga?" tanya Maura saat Seiza sudah sampai dan yang ditanya hanya tersenyum tipis.
Saat sudah masuk ke area kafe, Seiza mengedarkan pandangannya untuk mencari keberadaan Delia. Namun, justru ia melihat Yugo yang kini sedang menatapnya juga dengan tajam. Seiza meneguk salivanya sendiri melihat tatapan Yugo yang seolah mengintimidasi itu. Dan ketika Seiza ingin menghampiri Yugo, Maura menghampirinya lebih dahulu untuk mengajak Yugo foto bersama. Sehingga Seiza mengurungkan niatnya untuk menjelaskan apa yang terjadi padanya saat ini.
"Tenyata lo begini, yah, aslinya?" ucap Yugo yang menemukan Seiza sedang duduk sendiran sambil memainkan ponsel.
Seiza langsung berdiri dari duduknya dan menjawab, "Yugo jangan salah paham, yah. Aku tadi sebenarnya mau pergi sama Delia, tapi ...."
"Gue gak tanya dan gue gak peduli!" potong Yugo.
"Tapi ... Yugo, aku gak sengaja datang sama kak Arga. Dia tiba-tiba udah ada di depan kos aku dan―"
"Ya, gue gak peduli! Yang gue tau sekarang, lo gak ada bedanya sama cewek-cewek lain yang notabene dekat sama Arga itu ...." Yugo menggantung ucapannya dan menyejajarkan wajahnya dengan Seiza lalu kembali berucap, "Cewek murahan."
Seiza tersentak mendengar hal itu, ia tak ingin Yugo berpikir bahwa ia dan Arga ada apa-apa. Karena Seiza sendiri bingung, ditambah Delia belum terlihat sampai detik ini.
"Yugo kamu salah paham, aku gak gitu. Aku gak dekat juga sama kak Arga. Aku justru lagi tunggu Delia, tapi gak tau kenapa ja―"
"Terserah! Intinya gue gak peduli, Cewek Murahan!" Lagi dan lagi. Yugo memotong kalimat Seiza yang belum selesai. Parahnya sekarang ia justru meninggalkan Seiza yang khawatir kalau Yugo akan menjauhinya, padahal baru saja mereka dekat kembali.
Tak lama setelah itu Arga datang dan menarik paksa tangan Seiza untuk keluar dari sana hingga Seiza kesulitan mengimbangi Arga yang membawanya kembali ke mobil dan meninggalkan kafe itu.
"Kak Arga, ini mau ke mana?" tanya Seiza panik.
Saat ini Seiza sudah tak mampu membendung perasaan yang dari tadi menghantui dirinya. Takut, Seiza sungguh takut kalau dia akan diperlakukan sama seperti Julian memperlakukannya dahulu.
Benar saja, Arga membawa Seiza ke apartemennya. Ia mendudukkan paksa Seiza di sofa merah miliknya. Seiza menangis tersedu-sedu sampai akhirnya Arga duduk di depan Seiza, lebih tepatnya di meja.
"Lo kenapa pakai acara nangis segala, sih?" Arga mengusap air mata yang jatuh di pipi mulus Seiza. "Lihat, nih, make up lo jadi luntur, deh. Udah jangan nangis."
"A-aku mohon jangan apa-apain aku, Kak," pinta Seiza terbata-bata disela tangisnya.
"Udah lo diam dulu makanya."
Hingga akhirnya tangis Seiza mereda, membuat Arga sedikit tenang untuk melancarkan aksinya.
"Udah, kan, nangisnya?" tanya Arga penuh kelembutan.
"Hm?"
"Cepat buka!" titah Arga.
"Hah! Maksud Kak Arga?"
"Udah cepat buka!" paksa Arga.
"T-tapi, Kak ...."
"Lama, lo! Ayo buka cepat!"
"Kak ...." lirih Seiza.
"Udah lo diam aja, cukup nikmatin apa yang gue kasih."
"Kak ...." lirih Seiza lagi.
"Ssstt, diam. Mau yang pelan atau kencang?" tanya Arga lembut.
"T-tunggu. Maksud Kak Arga?"
.
.
.
Ngapain yah kira-kira mereka? 🤭
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top