20. UNEXPECTED RELIEF
Cinta itu harus bersama.
Cinta itu harus terbalaskan.
Cinta itu harus memiliki.
Egois? Kenapa tidak?
🍭🍭🍭
Hari Minggu merupakan hari di mana Yugo biasanya menghabiskan waktu di ruang gym. Namun, berbeda dengan saat ini, dia sudah bersiap dengan pakaian simpel, menggunakan kaus berwarna hitam senada dengan jeansnya, lalu dengan sepatu kets berwarna abu-abunya. Kalau saja bukan karena satu wanita itu, dia malas sekali untuk keluar rumah hari ini, karena panas terik matahari sepertinya akan menggigit kulit.
"Yugo, kamu mau ke mana? Gak temani om ngegym hari ini," tanya Anwar saat melihat Yugo menuruni tangga.
"Yugo mau ke mall, Om."
"Ngapain?"
"Mau cari kado buat Maura. Tiga hari lagi dia ulang tahun."
"Maura? Anak yang punya ketergantungan obat karena stres itu?" sarkas Anwar.
"Om, jangan terus menilai dia kayak gitu. Maura udah berubah, Om."
"Terserah kamu. Yang penting Om sudah ingatkan kamu kalau perempuan itu cuma mau manfaatin kamu aja," tegas Anwar.
"Om gak boleh ngomong yang belum tentu kebenarannya." Setelah itu Yugo berlalu tanpa meladeni lagi ucapan Anwar yang masih mengoceh.
Maura meminta hadiah hoodie couple dengan Yugo dan hal itu sukses membuat Yugo mengernyit kebingungan saat mencari hoodie di salah satu toko jaket di mall itu. Sudah setengah jam dia mengitari keseluruhan toko, sampai matanya terfokus pada sepasang hoodie berwarna hitam. Yugo tertarik sehingga tanpa pikir panjang, dia ambil dan langsung membawanya ke kasir.
Layaknya kebanyakan pria, Yugo tidak berkunjung ke toko lain untuk membandingkan harga, satu toko saja cukup, terlebih kalau barang yang dia cari sudah didapat. Menurutnya itu merepotkan, lebih baik dia cepat pulang ke rumah dan bisa bermain game sepuasnya.
Setelah selesai bertransaksi, dia langsung berjalan menuju tempat parkir. Namun, saat mengedarkan pandangan mencari mobilnya, dia tak kunjung menemukan juga. Yugo menggerutu dalam hati, bahwasanya mencari mobil yang tadi ia parkirkan di mall ini rupanya cukup sulit.
Setelah berpikir sebentar dan mengedarkan pandangannya kembali, dia akhirnya menemukan mobil merah miliknya berada di baris kedua dari belakang. Sebelah bibirnya terangkat senang, dia berjalan perlahan ke arah mobilnya. Namun, ternyata semesta sepertinya tak mengizinkan ia pulang cepat.
Seseorang menabrak Yugo dari belakang membuat ia sedikit mengumpat, "Sial! Apaan, sih!"
Di cuaca panas seperti ini, hati Yugo terpancing panas juga, dia berbalik dan ingin memarahi orang yang sudah lancang manabraknya itu. "Lho, ternyata lo ...."
"Tolongin aku. Aku mohon ...." lirih Seiza dengan mata yang berlinang air mata dan tubuhnya gemetar luar biasa.
"Hah! Lo kenapa?"
"Yugo aku mohon lindungin aku, ada orang jahat di belakang lagi ngejar aku sekarang."
Yugo melirik ke belakang Seiza sejenak, orang yang dimaksud belum muncul. "Ck! Nyusahin aja lo bisanya." Yugo berpikir sejenak sampai akhirnya ia mengulurkan tangan seraya berucap, "Cepat bangun! Ambil barang berharga lo! Buang tas lo! Terus pakai ini!" titah paksa Yugo.
🍭🍭🍭
Keempat pria masih terseok-seok mengejar sosok wanita cantik dengan mata jernih itu. Mereka sempat kebingungan tatkala tak mendapati wanita yang dikejar tadi. Pandangan mereka meneliti setiap pengunjung yang keluar masuk melalui pintu ini, pintu yang menghubungkan gedung mall dengan tempat parkir.
"Shit! Lo semua gak becus buat ngejar satu cewek kayak gitu!" umpat Julian kepada tiga temannya.
"Memangnya lo pikir lo becus apa buat lari? Di antara kita aja lo yang paling lambat" sarkas salah satu temannya karena tak terima.
"Bangke, banyak bacot lo! Cepat mencar buat dapetin cewek itu. Kali ini jangan sampai gagal." Ancaman Julian dihadiahi decakan dari ketiga temannya yang kini sudah berpencar mencari Seiza.
Saat mulai berpencar, salah satu dari mereka menemukan pencerahan.
"Bro, itu tas yang tadi dipakai Seiza, kan? Berarti dia gak jauh dari sini," ucap salah satu teman Julian ketika melihat sling bag yang tadi dipakai Seiza tergeletak di dekat tempat sampah.
"Bagus, berarti dia gak jauh dari sini. Ayo cepat cari!" titah Julian kembali.
🍭🍭🍭
Yugo bersyukur karena tadi sudah menemukan mobilnya walau terparkir cukup jauh dari tempat ia berdiri. Kini tangan kirinya menggenggam erat sebuah tangan mungil yang dirasa sangat dingin akibat rasa paniknya. Mata wanita itu tak henti mengeluarkan buliran bening, membuat Yugo semakin memacu kecepatan larinya.
Mereka berdua berlari cepat teratur agar segera sampai mobil. Namun, saat tiga langkah lagi mencapai mobil merah milik Yugo, terdengar hentakan langkah yang kian mendekat, sepertinya orang itu sedang berlari. Dengan sekejap, tangan Seiza yang semula digenggam, kini ia tarik hingga membuat tangan dingin itu membentur tubuhnya.
"Sstt ... diam dulu sebentar."
"T-tapi, Yugo."
"Nurut sebentar aja, Za." Dengan masih terisak Seiza akhirnya pasrah dengan tindakan Yugo.
Kini yang Seiza lakukan hanya menenggelamkan wajah cantiknya di dada bidang Yugo, isakannya semakin kencang. Bahkan sekarang bahunya ikut bergetar walau sudah berada dalam dekapan Yugo.
Yugo mengelus rambut dan punggung Seiza dengan lembut dan penuh perasaan. Seiza sungguh pasrah, kalau pun ia akan tertangkap Julian, ia berdoa agar Yugo tak ikut ditangkap. Dan kalau dia selamat, dia berniat akan menuruti apa saja keinginan Yugo sebagai tanda terima kasihnya. Seiza berpasrah pada Tuhan, berharap semesta akan berbaik hati padanya.
Suara hentakan langkah itu terdengar semakin dekat, membuat Yugo semakin mengeratkan pelukannya.
"Gimana, Gal? Ada gak di situ?" teriak Julian dari jauh.
Galih, seseorang yang dipanggil Gal tadi mendapati Yugo dan Seiza sedang berpelukan. Dahinya berkerut, dia sedikit curiga dan akhirnya mendekat pada kedua insan itu.
Satu langkah.
Dua langkah.
Sampai akhirnya suara Yugo terdengar meyakinkan. "Ssttt, udah kamu jangan nangis lagi. Aku gak tau kalau kamu gak suka sama hoodie yang aku beli ini. Maaf, yah. Nanti aku cari lagi yang sesuai keinginan kamu, Sayang." Posisi Yugo yang membelakangi membuat Galih tak bisa melihat wajah kedua insan itu. Terlebih wajah Seiza yang terbenam di dada Yugo.
Hoodie yang memang tadinya Yugo beli untuk kado ulang tahun Maura, kini ia pakaikan pada tubuhnya sendiri dan pada tubuh Seiza untuk melindunginya.
Mendengar perkataan manis Yugo, Seiza semakin terisak, bahkan siapa pun yang mendengar pasti akan miris. Isakan tangisnya terdengar menyakitkan.
Bagaimana tidak? Di balik perkataan manis Yugo tadi, Seiza tahu bahwa itu hanya pengalihan saja. Jauh dari lubuk hatinya, Seiza egois agar hal itu bisa menjadi nyata. Nyata untuknya, nyata bahwa Yugo benar mencintainya dan berucap mesra padanya.
Isakan tangis Seiza semakin menjadi ketika Yugo mengecup lembut pelipisnya dari samping, cukup lama hingga membuat Seiza semakin mengeratkan pelukannya.
Persetan dengan pengalihan! Seiza ingin tetap egois, ia ingin memanfaatkan kondisi ini untuk bisa memeluk Yugo erat, menenggelamkan wajahnya dan menghirup dalam-dalam wangi campuran citrus dan woody yang menguar dari tubuh Yugo. Seiza menyukainya, sangat.
Melihat interaksi dua orang tak dikenalnya itu, ditambah dengan hoodie couple yang mereka kenakan, dengan mantap Galih berbalik arah seraya berucap, "Gak ada, Bos. Yang ada malah orang pacaran lagi berantem melow."
Sepeninggal Galih, mereka masih di posisi yang sama. Tak ada yang berniat melepaskan pelukan itu. Entah karena Seiza yang merasa aman dalam dekapan Yugo, atau justru karena Yugo yang merasa nyaman karena dapat menikmati aroma chamomile itu lagi.
Detik dan menit berlalu. Terik mentari sudah menggigiti kulit para insan yang berdiri tanpa penghalau cahaya. Hawa panas kian berembus dari segala arah. Namun, masih tak ada pergerakan berlebih dari kedua insan yang masih banyak menyimpan rahasia di antara keduanya itu.
Yugo menarik napas panjang ketika isak tangis Seiza berkurang, lalu berucap lirih di telinga kiri Seiza, "Lo hutang nyawa ke gue dua kali. Gue harap lo tau gimana caranya balas budi." Seiza masih tak bersuara, dia hanya mengganggukkan kepalanya dan mulai melepaskan pelukannya pada tubuh Yugo. Namun siapa sangka, Yugo masih tetap saja dengan posisi semula dan tak ada tanda bahwa akan melepaskan Seiza dari pelukannya.
Kini ia memundurkan langkahnya hingga punggungnya membentur body mobil yang entah milik siapa, Yugo tak peduli. Tubuh Seiza pun ikut ia tarik. Yang ada dalam pikirannya kini bagaimana mendapatkan posisi teraman dan ternyaman untuk memberikan kehangatan pada wanita dengan aroma chamomile ini.
"Kalau lo masih mau nangis, gue siap temenin."
Hal itu membuat Seiza kembali meluruhkan berlian bening dari mata indahnya, semakin mengeratkan pelukannya dan memasrahkan raganya untuk bersandar pada dada bidang lelaki kedua kesayangannya setelah sang ayah yang sudah tiada.
"Ssttt ... lo gak perlu takut, ada gue di sini, kok," bisik Yugo dengan memberikan usapan di rambut dan punggung Seiza penuh kasih.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top