2. PERKENALAN KEDUA
Perpisahan adalah salah satu jalan untuk pertemuan kembali.
🍭🍭🍭
Seiza tertegun melihat ruang seni yang terlihat lebih ramai dari biasanya. Pasalnya, dia hanya kenal dengan Manda, Sindy, Sadam, Bobby, Tita dan Zidan saja. Namun, hari ini suasana ruangan riuh seperti sedang ada acara arisan. Ada banyak wajah asing yang baru dilihat hari ini.
"Seiza, sini!" teriak Sindy sambil melambaikan tangan dari sudut kanan ruangan. Di sana dia duduk berkubu dengan Manda, Tita dan Bobby. Sadam sedang berada di kubu lain bersama Zidan dan yang lainnya yang belum Seiza kenal.
"Kenapa mukanya bingung gitu, Neng?" tanya Bobby yang melihat raut bingung di wajah Seiza.
"Eh, iya. Soalnya tumben yah rame banget," jawab Seiza sambil menunjukkan senyum kikuknya.
"Memang setiap tanggal 18, semua bidang bakal kumpul bareng, selain biar bisa kenal satu sama lain, ini juga jadi wadah buat kita saling sampaikan masalah di bidang masing-masing." Manda menjelaskan.
"Sini gue kenalin satu per satu anak seni di sini," ajak Sindy sambil menarik tangan Seiza.
Seiza yang belum siap pun akhirnya mau tak mau ikut berbalik arah menuju keramaian di tengah ruangan.
"Hi, guys. Kenalin nih anggota musik baru," tutur Sindy mencari perhatian semua seraya menyikut tangan kanan Seiza.
"Eh, i-iya. Perkenalkan namaku Seiza." Dia memperkenalkan diri sambil terbata-bata karena gugup melihat sorot mata heran dari teman-teman lainnya.
"Nah, iya, ini yang tadi gue ceritain tadi. Seiza, pianis baru kita." Sadam membantu perkenalan Seiza menjadi lebih mudah.
"Oh, ini yang namanya Seiza," ucap salah satu pria di sudut kiri ruangan. "Cantik juga. Bolehlah, iya, kan, Ga?" Sambil menepuk pundak teman di depannya, yang diketahui namanya Arga itu.
Setelah itu tidak ada yang menyahuti ucapan pria itu dan Sindy tertawa karena ulah Alex yang ingin menggoda Seiza kandas di awal perjuangan. Sindy yakin kalau Seiza memang bukan tipikal wanita yang mudah terpancing dengan gombalan laki-laki, apalagi macam Alex dan Arga, yang terkenal playboy dan player.
Hal itu pun dijabarkan dengan rinci oleh Sindy dan Manda setelah perkenalan super singkat tadi, mereka bertiga mengadakan rapat dadakan untuk membahas para anggota-anggota di dalam ruangan ini, tanpa ada yang terlewat, sebut saja singkatnya mereka sedang bergosip.
"Nah, yang itu kak Arga, drummer musik kita. Dia itu manusia paling dingin yang pernah gue temuin di dunia ini. Dia gak bakal ngomong duluan kalo gak penting-penting banget," jelas Manda menggebu-gebu
"Dan poin pentingnya, dia itu cowok paling berbahaya. Lo hati-hati kalo dia dekatin lo," ucap singkat Sindy yang dibalas dengan kernyitan di dahi Seiza.
"Dia itu selain playboy kelas kakap, dia juga player," tambah Sindy sambil menggerakkan kedua jari telunjuk dan jari tengahnya yang setengah dilipat. "Dia semacam penjahat kelamin gitu." Sindy berbisik agar tidak didengar yang lain. Dan Seiza hanya bergidik ngeri saja. Membayangkannya saja sudah ngeri, apalagi sampai didekati oleh Arga, yang ada Seiza langsung minta pindah kampus lagi seperti sebelumnya.
"Nah, itu Alex, yang tadi ngomong gak ada yang ladenin itu. Alex itu bassis kita, dia juga partner clubbingnya Arga. Dan sebelah Alex itu Okta, backing vocal cowok musik kita, mereka bertiga cowok-cowok paling berbahaya di kampus ini."
"Di antara ketiga cowok itu, paling mending Okta, dia sama kayak lo, Za. Dia juga ambil beasiswa di sini, bahkan Okta udah daftar buat ikutan beasiswa luar negeri yang disponsori kampus," tutur Sindy.
"Iya, Za. Hati-hati yah kalo mereka udah mulai berani dekatin lo. Cepat lapor ke Sindy, biar dikasih pelajaran," timpal Manda yang dihadiahi cibiran Sindy, seolah Sindy pawang dari ketiga lelaki itu.
Setelah rapat dibubarkan, mereka kembali ke ruangan seni masing-masing, termasuk Seiza, Sindy dan Manda yang ikut masuk ke ruang seni musik berserta yang lain.
"Kak Sadam," panggil Zidan. "Kak Bagas, kan, udah off karena dia mau mulai skripsi, terus siapa yang gantiin pemain gitar listrik kita?"
"Iya, benar. Sumpah gue baru ingat, kok lo santai-santai gitu aja kita kekurangan personil, Dam?" ujar Bobby panik.
"Tenang aja, lo semua gak usah khawatir. Gue udah punya kandidat buat itu. Eh, maksud gue bukan kandidat, tapi memang orang yang tepat buat gantiin kak Bagas. Bahkan kak Bagas sendiri yang saranin gue waktu itu," jawab Sadam dengan entengnya.
"Siapa?" Okta ikut bersuara karena mulai penasaran.
"Dia sih tadi bilang ke gue mau datang ke sini sekitar jam 1 siang, mungkin sebentar lagi." Jawaban Sadam hanya diangguki oleh semua rekan musiknya.
Kini para pelaku seni di ruangan itu mulai membahas hal yang harus dibicarakan mengenai persiapan mereka untuk acara sosial mereka yang akan dilaksanakan di puncak sekitar empat bulan mendatang. Mereka mengadakan acara penggalangan dana untuk panti asuhan dan panti jompo di daerah kota hujan itu. Hampir tiap tahunnya mereka berpindah-pindah kota untuk acara sosial itu, agar semua yang membutuhkan bisa ikut terbantu walau tak semua terjamah.
🍭🍭🍭
Saat sedang asyik membahas rencana musik apa saja yang akan ditampilkan nanti, tiba-tiba pintu ruangan terbuka perlahan.
"Ommo! Gue gak salah lihat, kan?" teriak lebay Bobby yang membuat semua anak musik menoleh ke arah pintu masuk.
"Daebaakk!" Manda ikutan lebay.
"What?" Sindy kaget dan tak habis pikir dengan apa yang dilihatnya.
"Udah gue duga." Terakhir Okta yang ikut berkomentar.
Reaksi beberapa orang di ruangan membuat Seiza dan yang lainnya berpusat pada pintu.
"Akhirnya yang ditunggu datang juga," ucap Sadam seraya bangkit dari duduknya dan berjalan ke arah pintu untuk menyambut kedatangan orang itu.
"Sorry, gue telat," ucap orang itu yang sekarang berjalan gontai di belakang Sadam.
"Akhirnya, bro. Apa kabar lo?" tanya Okta yang hanya dijawab dengan lirikan singkat saja oleh orang itu.
"Waduuh, saingan gue datang nih." Bobby ikut berdiri berdampingan dengan Sadam dan melanjutkan pertanyaannya sambil mengulurkan tangan kanannya. "Apa kabar, kekasih gelapnya Sadam?"
Sadam memukul pelan kepala belakang Bobby pertanda bahwa dia tidak terima dengan sebutan itu. Ditanya oleh dua orang, orang itu hanya memberikan tatapan datar. Tak ada niat untuk menjawab, bahkan tak ada tanda-tanda untuk sekadar membuka mulutnya.
"Udah sana, lo duduk aja!" usir Sadam kepada Bobby dan Bobby menurut saja karena tak ada tanggapan juga dari orang itu.
"Ayo! Lo perkenalkan diri!" perintah Sadam kepada orang itu dan lagi-lagi hanya lirikan singkat yang diberikan dan masih dalam mode diam.
"Ah, ya udah, daripada lama, biar gue aja yang kenalin." Sadam geram karena tak kunjung mendapat tanggapan. "Oke, guys. Gue perkenalkan untuk yang kedua kalinya. Dia gitaris baru kita, dia bakal pegang gitar listrik buat gantiin kak Bagas," ungkap singkat Sadam.
Ya. Ini perkenalan kedua kalinya di depan orang-orang yang hampir sama.
"Namanya siapa, Kak?" tanya Tita─mahasiswi baru─dengan polosnya yang duduk bersebelahan dengan Seiza. Membuat semua mata tertuju padanya, termasuk mata sang gitaris yang ikut melirik ke arah suara pertanyaan itu. Namun, matanya terhenti tepat pada wanita di sebelahnya.
"Tuh, lo ditanyain. Jawab!" Lagi-lagi perintah Sadam hanya dibalas dengan diam.
Satu detik. Dua detik. Tiga detik. Empat detik. Lima detik.
Masih tak mau bersuara juga itu si gitaris. Dan Sadam makin geram dengan tingkah sahabatnya itu, tapi masih dapat ditoleransi, sangat dapat ditoleransi
"Sorry, yah, Ta. Dia memang gitu, saraf bicaranya mungkin ada satu yang putus," kesal Sadam yang sudah berniat akan menjawab kembali pertanyaan adik tingkatnya itu. "Nama dia─" Sadam berhenti melanjutkan karena sang empunya nama akhirnya berujar.
"Yugo Pandu Pranadipa."
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top