16. MAKAN COKELAT
Banyak pertanyaan yang ada dalam benak ini, namun tak ada sedikitpun jawaban yang ingin ku dapatkan, tidak sama sekali. Karena entah kenapa aku yakin bahwa jawaban itu adalah hal yang tak ku inginkan. ~ Yugo Pandu Pranadipa ~
🍭🍭🍭
"Kenapa?"
"Kenapa, apanya, Yugo?"
"Kenapa lo lindungi dia? Dia siapa memang? Cowok lo? Teman lo? Saudara lo?"
"Oh, Bara maksud kamu?"
"Jadi udah kenalan sama orang asing itu?"
"Dia memang cuma ngajak kenalan aja kok."
"Kalau memang dia cuma ngajak lo kenalan, kenapa lo sampai ketakutan gitu? Tangan lo aja sampai dingin gini." Perkataan ini sontak membuat Seiza melirik ke arah tangannya dan segera melepaskan genggaman tangannya yang sungguh dirasa sangat nyaman. Sejujurnya Seiza masih ingin berlama-lama menggenggam, tapi khawatir Yugo tak suka.
"M-maaf," ucap Seiza yang menundukan kepalanya karena malu.
Saat genggaman terlepas, Yugo langsung berlalu meninggalkan Seiza yang masih berdiri lemah sambil menatap tangan yang barusan digenggam Yugo. Seiza mengecup tangannya sendiri dengan kegirangan, dia bahkan sekarang senyum-senyum sendiri seperti pasien rumah sakit jiwa.
"Mau sampai kapan lo berdiri di sana?" teriak Yugo yang untungnya masih tetap berjalan tanpa membalikkan badannya. Tidak bisa dibayangkan kalau saja Yugo melihat tingkah laku Seiza barusan, sudah dipastikan Seiza akan menceburkan diri di kolam ikan yang ada di taman depan kampus ini.
"Eh iya Yugo, tunggu."
Seiza berlari mengejar Yugo agar bisa berjalan beriringan.
"Gak usah lari, kalau jatuh nanti ngerepotin orang," protes Yugo.
Seiza tertawa pelan mendengar penuturan Yugo yang seakan peduli sekali dengannya. "Eh ngomong-ngomong, tadi Yugo benar lagi cari aku? Yugo mau ngapain?"
"Siapa memang yang cariin lo?" Yugo berjalan cepat seolah tak ingin berjalan berdampingan dengan Seiza, dengan satu tangannya dimasukan ke saku celananya.
"Lho? Katanya kamu tadi cariin aku?"
"Salah dengar kali lo."
Seiza sekarang tertinggal lagi di belakang Yugo dan berjalan lebih cepat. "Enggak ah, aku gak salah dengar kok, Yugo. Ih, Yugo kok jalannya cepet banget, tungguin aku."
"Gak usah lari!"
"Abis Yugo jalannya cepet banget, jadi aku susah ngejarnya."
"Gak usah ngejar gue." Dengan nada dingin, kini Yugo berhenti berjalan membuat Seiza ikut berhenti di belakang tubuh Yugo.
"Hm?" Seiza kebingungan.
"Jangan kejar gue, karena gue gak mau jalan beriringan sama lo." Perkataan Yugo tersebut sukses menikam relung hati Seiza.
"M-maksud Yugo?"
"Jangan dekat-dekat gue." Setelah mengucapkan itu, Yugo kembali berjalan.
Kali ini Seiza tak berusaha mengejar. Biarlah kali ini ia menyerah, karena ada kalanya hati pun terasa Lelah.
Ia membiarkan Yugo berjalan jauh di depannya. Semakin terlihat sulit digapai. Bahkan hatinya yang tadi sempat menghangat, kini kembali senyap. Hingga Seiza lupa bahwa tadi ingin memberikan cokelat yang kini masih ada di tangannya. Benar-benar mood Yugo tak bisa diprediksi.
Seiza terpaku, bahkan cokelat yang berada di tangan Seiza yang semula ingin diberikan pada Yugo kini ia abaikan. Namun, sekilas ia teringat catatan pada buku hariannya, yang mana saat Yugo marah, Seiza akan balik marah―justru lebih marah. Dan akhirnya Yugo yang minta maaf. Seperti kebanyakan wanita, kalau prianya sedang marah, entah kenapa para wanita justru ikut marah dan ujung-ujungnya para pria yang mengalah. Benarkah begitu?
Wajah Seiza yang tadinya sendu, kini berubah sumringah kembali seperti mendapat wangsit. Seiza memantapkan hatinya untuk tetap berusaha mengejar Yugo. Karena kalau tidak begitu, bagaimana Yugo akan mengingat masa lalu dengannya dan bagaimana Yugo bisa kembali mencintainya. Setidaknya Seiza mencoba terlebih dahulu.
"Yugo ... tunggu!" teriak Seiza yang kembali mengejar Yugo. Biar saja Yugo membencinya dan menyangka kalau Seiza gadis murahan yang terus mengejar Yugo.
"Kenapa lagi? Kan, udah gue bilang jangan kejar gue," ucap dingin Yugo menatap heran ketika Seiza yang terengah-engah di sebelahnya. Dan sesungguhnya yang membuat Yugo heran adalah saat ini Seiza mencengkram pergelangan tangan Yugo sambil menundukkan tubuhnya karena kelelahan mengejar Yugo.
Seiza yang masih terengah-engah berusaha berucap walau sedikit kesulitan,"Ini ... a-aku ... m-mau ...."
"Napas dulu yang benar, baru ngomong."
"O-oke." Seiza diam terlebih dahulu seraya mengatur napasnya yang masih mencengkram tangan Yugo, seolah Seiza tidak ingin Yugo pergi meninggalkannya lagi.
"Kenapa lagi? Kan, tadi udah ...."
"Ssstt." Jari telunjuk Seiza mendarat di bibir merah Yugo. "Kamu pasti mau ngomong, kalau aku gak boleh kejar kamu lagi, kan?"
Yugo menaikkan satu alisnya dan menepis tangan Seiza."Terus kalau lo udah tau, kenapa masih dilakuin?"
Saat sudah berdiri tegap, Seiza menyodorkan cokelat batang di tangannya, "Ini! Aku tuh mau kasih Yugo cokelat. Yugo mau yang besar apa yang kecil? Tadi aku ambil dua."
"Gue gak mau," jawab Yugo ketus.
"Ih pokoknya harus ambil! Biar mood kamu itu bagus."
"Gue bilang gue gak mau!" Nada bicara Yugo mulai meninggi.
"Yakin gak mau?" goda Seiza masih terus berusaha.
"Enggak!" tegas Yugo dengan tatapan tajamnya.
Seiza menjadi takut dan akhirnya kembali berucap, "Mmmm, ya udah deh kalau Yugo gak mau, aku kasihin cowok yang lagi duduk di sana aja," ujar Seiza sambil menunjuk seorang pria yang tidak ia kenali sedang duduk membaca di kursi. "Dadah, Yugo."
Ketika baru dua langkah Seiza berjalan, Yugo menarik kembali tangan Seiza dengan keras sampai menabrak dadanya dan membuat Seiza meringis. "Mana sini cokelatnya?"
"Ih, tadi katanya gak mau. Dasar Yugo plin-plan." Seiza mencebikkan bibirnya dengan nada manja.
"Mana sini?"
"Enggak! Tadi katanya gak mau."
"Sini gue makan. Biar lo puas." Mulai kesal, akhirnya Yugo merebut satu cokelat batang berukuran kecil dan langsung membukanya.
Ketika sudah siap dimakan, Seiza menarik tangan Yugo dan merampas cokelat kecil yang sudah dibuka itu. "Eeh yang kecil punya aku. Ini Yugo yang besar aja biar kenyang."
Dengan terpaksa Yugo mengambil cokelat yang besar dan merelakan cokelat kecilnya. Dan tepat saat Yugo mengambil cokelat di tangan Seiza, Seiza menahannya lalu tersenyum menggoda. "Mau yah? Katanya tadi gak mau."
Seiza belum juga melepaskan cokelat besar di tangan kirinya itu dan sekarang ia justru memakan cokelat kecil dengan tangan kanannya dengan sekaligus dan tersisa setengah di luar mulutnya.
Saat itu pula Seiza hampir tersedak karena dengan cepat wajah Yugo mendekat sampai wajahnya sejajar dengan Seiza, lalu menggigit ujung cokelat yang belum masuk ke dalam mulut Seiza.
Sebelum Yugo sepenuhnya memasukan cokelat itu ke dalam mulutnya, ia berkata, "Gue gak mau yang itu, karena gue lebih tertarik yang ini." Tatapan Yugo kini tiba-tiba menghangat dan membuat aliran darah Seiza menjadi lebih cepat dan degup jantungnya menjadi lebih kencang.
Waktu sepertinya terhenti seketika, membuat kedua insan ini larut dalam tatapannya masing-masing. Untuk kedua kalinya. Entah dari mana suara keras degup jantung itu, yang mungkin bisa saja didengar oleh siapa pun yang melintas di situ.
Sampai akhirnya suara dering telepon Seiza berbunyi hingga membuat Seiza terkesiap lalu dengan refleks memotong cokelat itu dengan kasar. Seiza mengunyah sebentar sambil merogoh saku untuk mengambil ponsel yang berdering itu dan ternyata yang menelepon adalah Sadam.
"Ha―" Belum sempat Seiza mengucap pembukaan, Sadam langsung berbicara.
"Lo di mana, Za? Buruan balik ke sini, kita mau briefing buat pentas nanti malam."
"Iya, Dam."
"Sekalian kalau ketemu Yugo, ajak dia supaya balik, soalnya HP dia ditinggal di sini."
"Iya, Sadam."
Setelah panggilan terputus, Seiza bertingkah kikuk karena kejadian sebelumnya. Dia menggaruk pelipisnya yang sungguh tidak gatal sambil menunduk, mencoba menyembunyikan rona merah pada wajahnya.
"Mmm ... Yugo. I-itu kata Sadam tadi ...." ucap Seiza tiba-tiba menjadi gugup.
"Kenapa? Suruh balik? Gue masih mau di sini, mau lanjutin makan cokelat," balas Yugo dengan menekankan kata makan cokelat yang membuat Seiza menelan salivanya sendiri.
Seiza semakin kikuk dan memilih untuk bergegas saja. "Ya udah kalau gitu aku duluan deh."
"Eh, mau ke mana? Katanya tadi cokelat itu buat gue." Yugo menahan tangan Seiza yang masih memegang cokelat yang belum dibuka, wajahnya ia dekatkan dan sukses membuat rona di wajah Seiza semakin nampak.
"Ya udah, nih, buat kamu." Seiza melempar pelan cokelat itu ke dada Yugo yang langsung ditangkap Yugo.
"Gak mau makan bareng lagi, hm?" goda Yugo yang memajukan wajahnya kembali.
Seiza mencebikkan bibirnya seraya memukul pelan bahu pria dengan mata tajam itu. "Apaan, sih, Yugo? Udah ah aku mau balik ke depan." Seiza melangkah dengan hati riang meninggalkan Yugo begitu saja, lalu dengan wajah sumringahnya dia berbalik dan berkata, "Awas, yah, jangan kejar aku. Dan satu lagi. Jangan dekat-dekat sama aku." Dengan manisnya dia menjulurkan lidah lalu setelahnya berlari meninggalkan Yugo yang memasang wajah bingung.
Kali ini Seiza membalikkan keadaan. Kalau tadi Yugo yang pergi meninggalkannya dengan wajah dingin, kini Seiza yang justru meninggalkan Yugo dengan tawanya.
Yugo terkekeh sebelum berucap, "Dasar ...." Perkataannya dijeda sebentar, lalu dia menarik napas dalam-dalam. "Dia benar-benar di luar ekspektasi. Gue jadi gak yakin buat lanjut."
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top