11. SENYUMAN DAN PERTANYAAN

Semesta terkadang memang tak selalu adil untuk hidup yang singkat ini. Namun, semesta juga tidak pernah lupa untuk memberikan kebahagian yang tak mampu ternilai dengan apa pun. Salah satu kebahagian itu adalah, CINTA.💙

🍭🍭🍭

"Lo suka sama gue?" Pertanyaan itu tiba-tiba terlontar dari bibir tipis Yugo.

"Hah?" Seiza sontak membulatkan matanya ketika ditanya seperti itu oleh Yugo.

"Jawab! Bukannya hah!"

"Eh. Itu ... aku ...." Seiza panik.

"Apa?" Sungguh Yugo tak sabar ingin mendengar jawabannya.

"Iya itu aku sebenarnya ...." Tiba-tiba perkataan Seiza terpotong ketika ponsel di saku celana Yugo bergetar.

"Iya, Om?"

"Jangan lupa jadwal check up sama dokter Anna."

Melihat Yugo yang sedang menerima telepon merupakan sebuah kesempatan Seiza untuk menghindar saat ini juga. Seiza berinisiatif untuk mengambil langkah seribu. Namun, entah karena gelagat Seiza yang seperti orang cemas, atau Yugo yang memang paham akan keadaan, karena baru saja Seiza memundurkan satu langkah kakinya, tangan kiri Yugo yang terbebas langsung menahan tangan kanan Seiza, hanya memegang, tanpa mencengkram.

Lalu secara perlahan tangan Seiza ditarik dan dia sandarkan tubuh Seiza pada tembok di sebelahnya. Dikurungnya tubuh Seiza itu hanya dengan satu tangan Yugo. Seiza sungguh tak mau menyia-nyiakan kesempatan ini. Bukan untuk kabur, melainkan untuk bisa menatap 'kekasihnya' itu secara lebih dekat.

"Hallo, Yugo? Kamu dengar Om ngomong gak?"

"Iya, Om, Yugo dengar kok." Masih dengan ponsel yang menempel di telinga kanannya, Yugo berbicara sambil menatap wajah cantik Seiza. Dan Seiza pun membalas tatapan Yugo. Pandangan mereka tak terputus.

Ada banyak makna yang tersirat dari tatapan masing-masing. Ada banyak kata yang tak mampu terucap dan hanya terpendam di dalam benak saja. Dan ada banyak keinginan yang mungkin ingin diwujudkan, tapi hanya ilusi belaka.

Jantung Seiza berada dalam kondisi berdetak hebat, menahan rasa gugup dan bahagia secara bersamaan.

"Pulangnya jangan terlalu malam."

"Yugo mau ke rumah Sadam dulu, Om."

"Kalau gitu Om minta nomor Sadam."

"Bukannya udah punya, yah, Om?" Telinga Yugo masih mendengarkan obrolan dari Anwar, tapi matanya tak lepas dari mata Seiza.

"HP Om yang kemarin jatuh, Go. Jadi hilang semua nomornya."

Yugo memutus tatapannya dari Seiza, dia langsung memfokuskan pandangannya pada layar ponselnya untuk mencari kontak Sadam.

Yugo paham bahwa Omnya ini tipikal orang yang tidak suka dibantah dan selalu khawatir apabila Yugo tak ada kabar. Oleh karenanya Yugo selalu menuruti perkataan Anwar, walau kadang tak selalu sependapat dengannya.

Kini Yugo membalikkan tubuhnya karena layar ponselnya terpantul cahaya matahari yang mengakibatkan terlihat lebih redup dan kedua tangannya kini memegang ponselnya. Keadaan ini dimanfaatkan Seiza untuk melarikan diri.

Saat Yugo mematikan sambungan telepon dari pamannya tersebut dia melirik ke sebelah kirinya untuk melanjutkan perbincangan dengan seorang gadis yang sudah memberinya cupcake tadi. Namun, dia tidak menemukan sosok itu. Dia akhirnya melihat sekitar dan ternyata gadis itu sudah berjalan ke pintu keluar lobby utama.

"Woy, tunggu! Lo belum jawab pertanyaan gue."

Seiza berbalik dan tersenyum sangat manis ke arah Yugo yang sudah berancang-ancang untuk mengerjarnya, lalu Seiza berjalan kembali dan membuat Yugo berhenti mengejar dan mematung seketika hanya karena sebuah senyuman.

🍭🍭🍭

Hanya karena mendapatkan senyuman manis dari Seiza, Yugo mengurungkan niatnya untuk berkumpul di rumah Sadam sore ini. Dia justru pulang ke rumah karena jadwal bertemu dengan dokter Anna nanti malam.

Saat memasuki rumah megahnya dan hendak berjalan menaiki tangga menuju kamarnya, samar-samar Yugo mendengar suara orang sedang berbincang dari ruang gym. Dia pun memperlambat langkahnya agar bisa mendengar perbincangan itu.

"Untung aja bos udah pecat si Soni, jadi sekarang kita aman kalau mau mata-matain bos cilik," ucap salah satu pria dengan kepala botak plontos dengan tubuh atletis.

"Iya, benar banget lo. Dan untung aja sekarang si bos cilik amnesia, jadi udah gak ada alasan si Soni balik lagi ke sini." Kali ini pria dengan rambut pirang ikut menimpali.

"Dan ada info heboh lainnya lagi yang bikin lo pada harus tau biar waspada." Pria berambut hitam panjang sekarang menggantungkan kalimatnya yang membuat pria berkepala botak dan pria berambut pirang mengerutkan keningnya.

"Info apaan, sih, yang lo maksud?"

"Gadis kecil yang jadi saksi itu sekarang udah gak tinggal di Bandung," tutur pria berambut panjang.

"Kata siapa lo?"

"Si Jeki yang bilang. Soalnya dia pernah lihat rumah anak itu udah ditempatin sama orang lain."

"Terus sekarang di mana dia?" tanya pria berambut pirang.

"Masih belum tau. Tapi anak laki-laki yang biasa sama dia, katanya sekarang ...." Penjelasan itu seolah terpotong dari pendengaran Yugo ketika sebuah tangan mendarat di bahu kirinya.

"Yugo?"

"E-eh. Om Anwar." Yugo tak sadar bahwa Anwar sudah berada di belakangnya, entah sejak kapan.

"Kamu gak jadi check up?" tanya Anwar yang geram ketika keponakan semata wayangnya itu sangat sulit sekali untuk melakukan pemeriksaan rutin.

"Tadi Dokter Anna bilang katanya jam 7 malam, Om."

"Oh. Terus kamu ngapain di sini? Katanya tadi mau ke rumah Sadam?"

"Yugo mau ambil baju, Om. Mau sekalian nginap di rumah Sadam." Ini sungguh di luar dugaan Yugo. Kata-kata yang barusan terlontar dari bibirnya sungguh sangat spontan. Dia sama sekali tak ada niatan untuk menginap di rumah Sadam. Itu hanyalah sebuah alasan agar Anwar tak banyak bertanya atau pun menyadari bahwa sedari tadi Yugo diam-diam sedang menguping perbincangan anak buahnya.

"Kenapa harus nginap, sih, Go?"

"Om mau kalau Yugo pulang tengah malam terus ...."

"Iya, iya, iya. Kamu paling bisa aja cari alasan." Kali ini Anwar mengalah dan tidak ingin memperpanjang perdebatan.

"Ya udah, Om. Yugo ke kamar dulu."

Soni?

Gadis yang jadi saksi?

Ada apa ini sebenarnya?

Pertanyaan itu seolah terus berlarian dalam pikiran Yugo yang sedang berjalan menuju ke kamarnya.

🍭🍭🍭

Setelah pergi ke rumah sakit untuk menemui dokter Anna, Yugo mengendarai mobilnya menuju kafe yang sudah diberitahukan oleh Sadam melalui pesan dan karena dia sudah terlanjur mengatakan kepada Anwar bahwa dia akan menginap di rumah Sadam, dia pun akhirnya berniat ingin mengikuti Sadam ke mana pun malam minggu ini akan pergi.

"Wah, wah, wah, ini kenapa saingan gue tiba-tiba muncul begini?" teriak Bobby berteriak heboh saat melihat seorang pria bertubuh jangkung yang memakai sweater warna biru berpadu putih sedang berjalan gontai ke arah meja yang ditempati mereka, di sana ada Sadam, Bobby, Manda, Seiza dan juga Riko yang sudah datang lebih dulu.

Sadam yang melihat kedatangan orang itu hanya mampu menyunggingkan bibirnya, karena memang sudah mengetahui akan hal itu. Namun, Manda, Seiza dan Riko tidak bisa melihat langsung karena posisi duduk mereka yang membelakangi pintu masuk di lantai 2 tersebut.

"Apaan, sih, lo, berisik tau teriak-teriak mulu dari tadi," balas Manda kesal.

"Tuh, lihat aja!" jawab Bobby sambil menunjuk orang tersebut menggunakan dagunya.

"Hai semua." Suara itu membuat jantung Seiza seolah berhenti sejenak.

Tak kalah terkejut dengan Seiza, Riko yang duduknya membelakangi pintu pun ikut merasa terkejut mendengar suara seseorang yang sudah sangat lama tak ia dengar.

Tanpa diketahui oleh siapa pun, Riko sudah mengepalkan kedua tangannya dan bersiap untuk menerjang wajah tampan pria yang ada di hadapannya sekarang. Dia ingin sekali melampiaskan segala kekesalan yang selama ini terpendam sejak dua tahun yang lalu dan tak lupa dia pun ingin menumpahkan kebencian yang tertoreh atas apa yang sudah Yugo lakukan pada Seiza. Sungguh rasanya Riko ingin membalaskan rasa benci yang teramat dia rasakan selama ini.

Tepat saat Riko sudah mengangkat tangan kanannya dan bersiap melayangkan pukulan keras, tiba-tiba saja suara Manda menginterupsi telinga Riko.

"Gue kira setelah lo amnesia, lo gak akan keluar malam minggu lagi."

"Amnesia?" gumam Riko heran. Lalu setelahnya Riko menoleh pada Seiza yang ada di sebelahnya. "Lo utang cerita ke gue, Kak. Dan lo pasti nyembunyiin ini udah lama, kan?" bisik Riko dengan nada sinis dan Seiza hanya terdiam saja sambil melanjutkan memakan Waffle Ice Cream Sandwiches.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top