10. MISI CUPCAKE BERHASIL
🍭🍭🍭
Jadwal latihan kali ini mungkin adalah jadwal paling menyenangkan bagi Seiza. Bagaimana tidak, karena dia akhirnya bisa satu ruangan kembali dengan Yugo.
Biasanya mereka nendapatkan jadwal yang berbeda karena selama dua minggu terakhir Sadam membagi jadwal berdasarkan lagu yang akan dibawakan.
"Guys, Pak Bimo gak bisa datang buat bimbing kita, tapi beliau kasih info ke gue, kalau mulai hari ini kita latihannya jadi 3 kali seminggu yah. Selasa sore, Rabu sore, sama Sabtu pagi," ucap Sadam setelah selesai latihan.
Ketika yang lain sibuk membereskan alat musiknya, berbeda dengan Delia. Tidak ada yang mengetahui bahwa tatapannya tak beralih dari sosok Arga yang tengah santai duduk di belakang kumpulan drum.
Entah apa yang membuat Delia begitu mengagumi sosok Arga yang terkenal playboy, apakah mungkin karena ketampanan pria itu? Karena siapa pun akan kagum dengan pemilik wajah tampan bak kaisar kerajaan dengan tubuhnya yang kokoh.
"Delia, kamu gak istirahat dulu?" Seketika pandangan Delia berpaling saat suara lembut menginterupsi dari sebelah kanannya.
"Eh, Kak Seiza. Iya aku mau istirahat kok. Aku mau ke kantin dulu beli minum. Mau bareng?"
"Delia beli minum sama aku aja. Sekalian aku mau COD di kantin." Tiba-tiba Tita datang menawarkan.
"Manda, lo mau balik bareng kita gak? Gue cuma berdua sama Bobby," ajak Sadam yang sudah menyampirkan tas dan merangkul bahu Bobby.
"Emang Yugo kemana?" tanya Manda.
"Yugo ada kelas pengganti."
Setelah itu mereka keluar meninggalkan ruang seni musik dan tinggalah Seiza sendiri.
Setelah Seiza mengunci pintu dan menyimpannya ke pos satpam, dia berjalan dengan senyuman yang mengembang dan menyusuri koridor menuju gedung C. Sengaja mengulur waktu, dia berjalan menaiki tangga agar sampai ke lantai 2 untuk menuju jurusan teknik informatika, jurusannya Yugo. Ya, rencana kali ini dia akan menunggu Yugo sampai selesai kelas penggantinya.
Satu jam menunggu, akhirnya pintu kelas Yugo terbuka dan dosen laki-laki paruh baya keluar serta diiringi mahasiswa yang ikut berhamburan. Namun, Seiza tak melihat kehadiran Yugo di pintu itu. Dan dengan keberanian yang tinggi, dia berjalan mendekat ke arah kelas Yugo.
Saat sudah di depan kelasnya, Seiza tak berani masuk karena takut mengganggu orang yang ada di dalam. Dia memutuskan untuk bersandar pada tembok di sebelah pintu.
"Hai." Suara sapaan itu membuat Seiza tersentak dari lamunannya. "Cari siapa?"
"Hmm, aku lagi tunggu─"
"Oh, lo pasti lagi tunggu gue, kan?" Tiba-tiba dari arah pintu muncul suara bariton yang menjawab dengan sekenanya dengan penuh percaya diri.
"B-bu─"
"Udah lah, lo gak perlu ngelak gitu, Manis." Kini pria itu berjalan mendekat dan berdiri tepat satu langkah di depan Seiza.
"Mana sini, itu bingkisan buat gue, kan?" Kali ini pria itu mengulurkan tangannya seolah meminta Seiza untuk menyerahkan totebag yang dia pegang.
"T-tapi, ini bukan buat kamu." Akhirnya Seiza berhasil mengeluarkan suaranya setelah ucapannya dipotong.
"Terus buat siapa kalau bukan buat gue? Udah deh, gak usah malu-malu gitu. Bingkisan apa yang lo bawa itu? Lo pasti salah satu dari fans gue, kan?" Dengan paksa pria yang penuh percaya diri itu merampas totebag dari tangan Seiza.
"Iih, kamu apa-apaan, sih. Ini tuh bukan buat kamu!" Karena niatnya memang bukan untuk sang pria aneh itu, Seiza pun bersikeras menahan agar tidak berpindah tangan. Kejadian tarik-menarik pun tak terelakkan.
"Terus bukan siapa kalau bukan buat gue, hah? Lo ke sini pasti nyari gue, kan?" Masih tetap dengan rasa percaya dirinya, pria itu menarik totebag milik Seiza.
"Bukan. Lagian aku gak kenal sama kamu."
"Lo gak kenal gue? Kalau mau kenalan sama gue jangan basi gini dong caranya." Cekalan tangannya dia lepaskan dari totebag Seiza seraya berkata kembali, "Lo pasti pura-pura gak kenal gue dengan modus biar bisa kenalan langsung sama gue, terus abis itu lo kasih bingkisan itu buat gue sebagai tanda perkenalan. Gitu, kan, pengin lo?" ucap pria itu sangat percaya diri.
"Hah?" Seiza membulatkan kedua matanya tak percaya dengan ucapan pria di depannya ini.
"Udah, gak usah kelamaan. Ya udah sini gue terima ajakan perkenalan lo dan gue terima bingkisan dari lo. Sini!" Kedua kalinya adegan tarik menarik itu terjadi lagi dan parahnya kali ini tangan kiri Seiza dicekal oleh tangan kiri pria itu sampai tak sadar sudah memerah.
"Ih, kamu nih apaan, sih. Ini tuh bukan buat kamu!"
"Gak usah sok jaim kenapa jadi cewek. Kalau bukan buat gue, terus buat siapa, hah?" Nada bicara pria itu semakin meninggi karena sedikit emosi bahwa wanita di depannya ini masih tak mau jujur.
"Ini buat─"
"Ngapain lo di sini?" Suara lain muncul dari belakang tubuh pria 'kepedean' tadi.
"Gak usah ikut campur lo." Pria itu tak terima ada yang menginterupsi.
"Gue gak ngomong sama lo. Gue ngomong sama dia," ucapnya sambil menunjuk Seiza dengan menggunakan dagu.
"Yugo ...." Suara lembut Seiza lebih terdengar seperti lirih kelelahan.
"Ikut gue!" Tanpa aba-aba, Yugo langsung menepis tangan si pria 'kepedean' itu dan menarik tangan Seiza untuk segera beranjak dari sana.
"Wah. Daya pikat seorang Mario si ketua tim basket, rupanya kalah sama sosok misterius kayak si Yugo itu. Miris banget sumpah."
"Diam lo! Banyak bacot!" Suara tak terima itu keluar dari bibir pria 'kepedean' yang ternyata bernama Mario.
🍭🍭🍭
Yugo terus menarik tangan Seiza menuruni tangga, saat sampai di lobby dia menghentakkan tangan Seiza sampai mengaduh kesakitan.
"Aw! Yugo bisa, kan, pelan-pelan. Sakit tau," keluh Seiza sambil mengangkat tangan kanannya yang tadi ditarik Yugo.
Kini mereka berdiri bersebelahan dengan Yugo menatap ke arah taman, sedangkan Seiza tak lepas menatap wajah 'kekasihnya' itu.
"Lebih sakit mana sama tangan kiri lo yang tadi dicekal sama Mario?"
Seiza langsung melirik tangan kirinya yang ternyata di bagian pergelangannya sudah memerah tanpa dia sadari. Seiza pun hanya bisa menggigit bibirnya karena baru menyadari kalau rasa sakit yang dia rasakan sebenarnya dari pergelangan tangan kirinya itu.
"Ngapain lo di sana tadi? Mau masuk sarang macan, hah?"
"Hmm, aku cuma ...."
"Apa?"
"Aku cuma mau kasih ini." Kini Seiza menyerahkan totebag yang sedari tadi ia bawa.
"Lo itu budeg apa tuli, sih?" Nada bicara Yugo pelan, hanya saja penuh penekanan, ditambah telunjuknya yang kini tepat berada di depan hidung mancung Seiza. "Gue, kan, udah bilang, jangan ganggu gue! Harus gue bilangin berapa kali lagi, sih, hah!"
"Yugo memang kalau ngomong harus kasar dan marah-marah gitu, yah?" lirih Seiza yang tak berani menatap lagi wajah Yugo yang memancarkan kemarahan.
"Lagian lo batu banget sih dibilanginnya. Gue, kan, udah bilang, jangan ganggu gue dan jangan muncul tiba-tiba gitu." Nada bicara Yugo kembali mereda.
Tak ada sahutan kembali dari Seiza, karena gadis itu masih betah dengan menundukkan kepalanya. Dia sengaja menghindari tatapan tajam dari mata Yugo, bukan karena takut, melainkan karena saat ini dia sedang bersusah payah menahan agar kristal-kristal bening di matanya tidak pecah dan mengalir ke pipi mulusnya.
Kesal karena tak ada sahutan dari lawan bicaranya, kali ini Yugo melangkahkan kakinya dan sekarang mereka sudah berdiri berhadapan yang hanya berjarak satu jengkal saja, bahkan ujung sepatu Yugo sekarang menyentuh ujung sepatu Seiza.
"Gue tanya sekali lagi. Mau ngapain tadi lo ke kelas gue?" Pertanyaan Yugo kali ini seperti terdengar serius bercampur khawatir.
Ah, khawatir? Tidak mungkin. Untuk apa Yugo khawatir pada Seiza. Bahkan kenal saja hanya sebatas teman seni musik.
Seiza yang diberi pertanyaan itu hanya bisa menarik napas dalam, menetralkan hati dan pikirannya, membuang jauh rasa gelisahnya.
"A-aku ... cuma mau kasih ini." Diserahkan lagi totebag berwarna biru itu, tapi Seiza masih mengalihkan pandangannya ke bawah.
"Apa ini?"
"Itu cupcake cokelat. Kamu pasti suka." Seiza memberanikan diri mengangkat wajahnya untuk menatap Yugo, walaupun hanya sebatas melihat bahunya saja, dia belum berani kalau harus menatap tatapan mata Yugo.
"Gue gak suka cupcake. Lo bawa pulang aja lagi. Dan gak perlu bawain gue makanan kayak gitu lagi." Belum diambil saja totebagnya, Yugo sudah menolak mentah-mentah.
"Tapi aku yakin kamu pasti suka, Yugo."
"Gue bilang enggak, ya, enggak. Kenapa lo jadi maksa dan sok tau gitu tentang gue."
Seiza meneguk ludahnya tak tahu harus merespon apa lagi. Mungkin lagi dan lagi rencananya untuk membuat Yugo agar mengingat dirinya kembali akan gagal lagi.
"Yakin gak mau? Kamu benaran gak suka cupcake? Padahal ...."
"Gue gak suka. Dengar, kan, lo?" ucap Yugo sangat penuh penekanan.
"Y-ya udah, deh, kalau gitu aku gak akan maksa Yugo lagi." Seiza pun mengalihkan tatapan matanya karena tak kuasa membendung air mata yang sudah menggenang.
Seiza membalikkan tubuhnya dan dilihatnya dari arah lift muncul Mario bersama teman-temannya yang sedang bersenda gurau. Tanpa sengaja tatapan mereka bertemu.
"Hai, Cewek Manis. Kita ketemu lagi," sapa Mario dengan melambaikan tangannya.
Mario melangkah maju menuju tempat Seiza berpijak, memecah kumpulan dari teman-temannya. Dia berniat menggoda Seiza kembali, sampai akhirnya lengan kiri Seiza ditarik dari belakang hingga membuat dia berbalik.
"Aduh."
Seiza tersentak karena tarikkan pada lengannya cukup kencang sampai akhirnya menabrak dada bidang milik Yugo.
"Mana sini cupcakenya, katanya tadi buat gue," pinta Yugo sambil menatap intens pergerakkan Seiza yang sedang mengusap keningnya efek menabrak dadanya.
Di belakang mereka ada Mario yang masih setia memerhatikan dua sejoli yang dipikirnya tidak seperti pasangan yang sedang berpacaran, karena nada bicara Yugo yang terkesan dingin dan kasar. Saat merasa namanya dipanggil oleh temannya, akhirnya Mario kembali bergabung dan bergegas menuju parkiran.
"Katanya tadi gak mau," ledek Seiza setelah tangannya berhenti mengusap kening.
"Mana sini cepet. Kalau enggak, gue balik sekarang nih," ancam Yugo.
"Eh. Iya, ini." Tangan kanan Seiza terulur untuk memberikan totebag berwarna biru itu.
"Enak gak nih?" Nada Yugo seperti meremehkan.
"Cobain aja dulu sama kamu. Hebat kalau kamu sampai gak suka."
"Maksudnya gue bakal suka banget gitu sama ini kue? Jangan harap!"
Seiza hanya tersenyum saat Yugo memasukkan totebagnya ke dalam tas gendongnya.
"Kenapa?" tanya Yugo saat sudah selesai menutup ritsleting tasnya.
"Kenapa apanya, Yugo?"
"Kenapa harus gue?"
Seiza yang ditanya seperti itu hanya mengertukan dahi putihnya.
"Maksudnya ...." Yugo menggantungkan ucapannya yang membuat kerutan di dahi Seiza semakin dalam. "Kenapa lo terus-terusan maksa dan dekatin gue?"
Kini bola mata Seiza membulat seketika saat mendengar kalimat selanjutnya terucap dari bibir Yugo.
"Lo suka sama gue?"
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top