18. Engagement
"Boleh. Tante penasaran dengan yang namanya Melati."
Ayu menarik lengan Bram agar wajahnya suaminya juga tersorot oleh kamera. Namun, Bram yang masih menyimpan kesal, justru beringsut bangun dari kursi.
Ayu melotot tajam. "Mau ke mana, Pa?"
Bram memilih bungkam. Ia lantas melengos menuju pintu keluar restoran.
"Halo?"
"Ha-halo?" Ayu tergagap. Ia buru-buru memasang senyum palsu pada layar ponsel. "Ini Melati?"
"Betul, Tante. Salam kenal, ya. Aku harap bisa segera bertemu dengan Tante secara langsung." Ekspresi Melati ramah dengan tawa lebarnya. "Apa yang Mas Iman katakan betul sekali, Tante sangat cantik. Aku kaget karena Tante begitu muda, layaknya remaja."
Ayu terkekeh malu. "Bisa saja kamu," ucapnya. "Kamu juga cantik, Melati. Semoga pertunangannya lancar, ya."
"Mana Om?" Iman tiba-tiba menyerobot di samping Melati.
"Oh, Om lagi ... ke toilet. Perutnya sedang bermasalah, tetapi, dia titip salam untuk kalian berdua," dalih Ayu.
"Begitu, ya—" gumam Iman kecewa. "Sayang sekali karena Om tidak bisa berkenalan dengan Melati."
"Tenang saja, Man. Nanti sepulangnya dari Korea, kita semua bisa berjumpa secara langsung," ujar Ayu.
***
Melati melepaskan anting-anting mutiara yang bersarang pada daun telinganya.
"Hah ..." Ia mendesah sendiri.
Entah sudah berapa kali Melati menghela napas berat seharian ini. Acara pertunangannya dengan Iman benar-benar menguras emosi. Biar pun bukan manusia suci, tetapi Melati masih punya perasaan. Raut haru Bimo, Farah, serta keluarganya membuat relung Melati bak diiris-iris belati.
Mereka semua mendoakan kebahagiaan dirinya dan Iman. Mereka mana tahu kalau semua palsu.
Yah, paling tidak, pesta pertunangannya berjalan lancar.
Para tamu didominasi oleh kolega penting Bimo dan Iman dari perusahaan. Sedangkan Melati hanya didampingi oleh Lastri, Yanuar, dan Wisnu. Gigi Melati kering akibat terlalu lama tersenyum beramah tamah. Acara dilangsungkan di ballroom salah satu hotel bintang lima di Surabaya.
Sepanjang pesta, atensi Melati sibuk menghitung berapa budget yang keluarga Sasongko habiskan. Lampu kristal berkilauan bagaikan bintang di langit, memantulkan cahaya keemasan pada dekorasi bunga mawar putih yang tersusun rapi di atas meja-meja bundar. Di tengah ruangan, sebuah pelaminan megah dengan kursi berlapis beludru merah menjadi singgasana Melati dan Iman. Ketimbang pesta pertunangan, acara tadi hampir mirip resepsi pernikahan.
Tingtong.
Melati melangkah cepat menuju pintu kamar hotel. Barangkali itu para perias yang akan mengambil perlengkapan mereka tadi.
"Ya?" sambut Melati. Akan tetapi bibirnya seketika menciut ketika melihat siapa yang berdiri di hadapannya.
Iman, dengan setelan jas hitam yang fit di tubuhnya, tersungging lebar.
"Biarkan aku masuk," terobos Iman.
"Mau apa, sih? Seluruh keluarga kita ada di sini. Kalau mereka tahu kita berdua-duaan dalam satu ruangan, bisa jadi omongan!" buru Melati.
Iman santai melenggang ke dalam. "Biarin aja. Abis ini kita juga kawin," sahutnya.
"Kawin?" pelotot Melati.
"Menikah," koreksi Iman.
Melati mendengkus. Dia sebenarnya lelah menghadapi tingkah laku Iman yang annoying. "Kamu mau ngapain?" selidiknya.
Iman menjatuhkan bokong ke atas ranjang. Ia setia menyorot Melati melalui iris obdisian-nya.
"Kamu cantik pakai kebaya itu," puji Iman.
Melati sontak salah tingkah. Ia buru-buru membuang muka dan beralih ke depan cermin untuk melepaskan bros dan cincin yang ia kenakan.
"Sebentar lagi perias dan ibuku mungkin akan masuk ke mari, lebih baik kamu segera utarakan maksudmu menemuiku," alih Melati.
"Nggak ada alasan apa-apa." Iman mengedikkan pundak. "Cuman mau membagi kelegaan denganmu karena acara pertunangan kita berlangsung lancar. Tinggal satu langkah lagi."
Melati menghampiri Iman dan mengambil tempat di sisinya. "Ya, kamu benar."
"Tapi ..." Iman memerhatikan raut Melati yang kelam. "Kok kamu kelihatan muram?" selidiknya.
"Aku," sahut Melati terbata. "Jujur, ada rasa bersalah karena membohongi mereka semua, Man."
Iman mendecak.
"Ah, Mel ... sudahlah." Iman meraih jemari Melati, ada cincin bermata berlian melingkar pada jari manisnya. Cincin tunangan mereka. "Apa yang kita lakukan demi kebaikan bersama. Bayangkan kalau aku sungguh-sungguh menikahi wanita lain di luaran sana. Kelak kami pasti bercerai karena ketidak-siapanku. Wanita itu akan menderita dan sakit hati. Selain itu, apa kamu lupa alasan utama orang tuaku mendesakku segera menikah? Hanya demi gengsi. Takut kalah saing sama mantan istriku," bebernya.
Melati mengembuskan napas panjang.
Iman kembali melanjutkan, "Semua orang punya kepentingan masing-masing dalam pernikahan kita. Baik kamu mau pun aku. Orang tuaku, serta keluargamu. Jadi, enyahkan jauh-jauh rasa bersalahmu. Ini win-win solution."
"Iya." Melati akhirnya mengangguk.
Iman diam-diam menyeringai. Ia memainkan jari-jari Melati yang lentik. Kemudian tanpa ragu menuntunnya menuju tengah selangkangannya.
"Rasain deh, Mel," goda Iman.
"Eh, dasar anak monyet!" kutuk Melati menepis tangannya.
Iman terkikik.
"Sok jual mahal kamu," gerutunya. "Nggak terhitung sudah berapa kali aku memuaskanmu. Tapi, kamu sekali pun nggak pernah membalasku."
"Memuaskanku apa?" geram Melati sewot.
"Fingering," jawab Iman di atas angin.
Melati sewot menegakkan badan dan melengos.
"Dasar, Mesum!"
"Memang," sahut Iman santai. "Kamu tahu betul kalau calon suamimu ini mesum. Kamu harusnya sudah siap dengan konsekuensinya, Mel."
"Ya, tapi ikatan kita juga cuma kontrak," kilah Melati.
"Karena cuma kontrak, makanya jangan baper," balas Iman.
Melati terbelalak. "Baper?"
"Jangan ngelak, deh, Mel. Kamu tuh terlalu baperan. Aku aja udah berkali-kali fingering kamu, tapi selepas itu ya udah," dalih Iman.
"Ngomong apa, sih, kamu, Man?" sulut Melati.
"Maksud aku — kenapa kita nggak jalani hubungan casual di mana kita bisa saling kasih kepuasan bagi satu sama lain, tanpa mempermasalahkannya?" tawar Iman.
"Aku udah bilang aku nggak mau bercinta sama kamu!" sentak Melati. "Kita udah sepakat."
"Siapa juga yang ngajak kamu ML?" sanggah Iman.
"Ini apa namanya?" rutuk Melati bersungut-sungut.
Iman membingkai Melati dalam tatapan gelap dan penuh makna. Bibir tipisnya yang dikelilingi brewok mulai tersenyum menyeringai menggoda.
"Kita nggak bercinta," gumam Iman. "Tapi, masa kamu nggak mau kasih aku kepuasan yang sama seperti yang sudah aku kasih ke kamu?"
"Apa?"
"Sekedar hand-job, kamu bisa dong?" bujuk Iman.
Melati melotot. "Kamu gila!" makinya.
Tanpa menunggu persetujuan Melati, Iman lantas berdiri dan menurunkan resleting celana. Ia bergegas membuka penutup tubuh bagian bawahnya itu. Iman memamerkan kejantanan miliknya yang sudah tegak mengacung menyapa Melati.
"Iman!" Melati merah padam.
Biar pun mulutnya setengah mati menolak, tetapi dalam hati Melati sadar jika milik Iman hampir membuatnya tergiur. Batang itu panjang dan besar berurat.
"Ayo, Mel, keburu ada yang datang," desak Iman.
"Kenapa aku harus melakukannya?" tolak Melati.
"Selepas ini, mami dan papi akan menahanku di rumah karena aku harus menemui keluarga jauh yang sudah datang. Aku tak akan bisa menyalurkan nafsuku, Mel. Dan, kamu tahu, aku sudah lama tak bercinta dengan siapa pun," kata Iman memersuasi. "Aku benar-benar butuh pertolonganmu."
"Gunakan saja tanganmu sendiri!"
Iman terkekeh. "Sama sekali bukan gayaku. Toh, ada kamu."
Iman tahu betul Melati sebenarnya mau. Wanita mana yang tak terpesona oleh adik jantannya yang kokoh? Melati hanya sedang jual mahal. Gengsi.
Iman mendekat. "Sentuhlah dulu."
Melati bergeming sambil menelan saliva. Ia membiarkan Iman menyeret jari-jarinya menuju batang kekar yang terangguk-angguk. Tak butuh waktu lama, Melati pun mampu merasakan kulit lembut berhiaskan urat menyembul itu. Napas Melati mulai memberat. Ia sebetulnya agak tergoda untuk memainkan milik Iman.
Iman menahan geli.
"Come on, Mel. Cuma kamu yang bisa membantuku."
Melati akhirnya berjongkok di bawah Iman. Ia menggenggam batang tegak Iman seraya menengadah.
"Setelah ini, jangan pernah membahas soal apa saja yang pernah kamu lakukan padaku," ujar Melati. "Apa pun itu. Deal?"
"Deal."
Iman seketika memejam tatkala kenikmatan erotik menjalar pada seluruh persendiannya. Melati membenamkan milik Iman dalam isapan hangat. Mengisap kejantanan liat Iman hingga Iman hanya mampu menggeram kepayahan.
Rahang Iman mengeras.
Jemarinya meremas helai rambut Melati yang masih terjalin crown braid.
"Oh, Mel," geram Iman.
Jari-jari Melati lihat mengurut batang Iman; sementara baik lidah serta bibirnya konsisten membasahi area itu. Milik Iman sangat licin sehingga Melati dengan mudah memijatnya dari atas ke bawah.
Lama-kelamaan, Melati mulai menikmati kegiatannya.
Dia juga manusia — mengulum kejantanan Iman mengakibatkan otak Melati melanglang buana. Pikirannya sudah dipenuhi segala fantasi kotor akan apa saja yang bisa Iman lakukan dengan senjata maskulinnya. Melati mulai membayangkan bagaimana rasanya jika batang Iman menusuk miliknya. Mungkin, Melati bisa klimaks berkali-kali.
Oh, tapi demi harga dirinya!
Melati sekuat tenaga menahan diri agar tak tergoda.
Kocokannya makin intens dan kencang. Pun dengan kuluman bibirnya. "Keluarin, Man ..." desah Melati.
Iman menyeringai. "Staminaku tergolong baik, aku tahan lama," godanya. "Semoga mulutmu nggak kram."
Melati mendecih. Sudah jadi sifat alaminya tidak mau mengaku kalah.
Melati lantas mempercepat pekerjaannya di bawah sana. Ia optimis bisa membuat Iman klimaks dalam waktu singkat. Iman sialan! Dia selalu saja sesumbar dan pamer. Iris Melati tak lepas mematri wajah Iman yang keenakan. Meski demikian, tangannya tetap setia memberikan rangsangan. Tatkala lidah Melati menelusuri ujung batang Iman, tubuh Iman semakin menegang hebat. Melati sontak tersenyum. Ia berhasil menemukan titik sensitif Iman.
"Oh, Mel ... Melati ..." racau Iman kelabakan. Jemarinya meremat kuat rambut Melati demi menghindari serangan klimaks yang hampir meledak.
Pertahanan Iman akhirnya runtuh. Cairan mengental dari batangnya seketika muncrat mengotori sebagian wajah Melati. Dia kalah.
Iman mengerang akibat sisa-sisa gelenyar yang baru saja ia rasakan.
Kini gantian Melati yang menyeringai. "Jadi, segini yang kamu maksud dengan tahan lama?" ledeknya.
Iman meraih tisu untuk membersihkan kejantanannya. Ia terdiam tak menggubris Melati. Sebaliknya, dengan penuh perhatian, Iman menyeka wajah Melati yang kotor.
"Aku bisa sendiri," kata Melati salah tingkah. Ia bergegas mengelap bekas mani Iman yang berserakan ke mana-mana.
Tingtong!
Melati dan Iman berjingkat kelabakan. Mereka saling pandang dengan mata melotot.
"Gawat! Pasti perias atau ibuku!" Melati seperti cacing kepanasan membantu Iman membetulkan celana.
"Mel! Mel! Kejepit!" Iman meringis karena senjata berharganya hampir saja tergilas resleting.
"Buruan! Rapikan!" pelotot Melati. Ia berjalan tergopoh menuju pintu.
Tingtong. Bel kembali berbunyi.
"Iya?" senyum Melati membuka pintu.
Tiga orang kru rias berdiri menunggu Melati. "Mbak, maaf ganggu, mau ambil alat makeup dan kebaya."
"Oiya, silakan." Melati mempersilakan.
Iman mematung sambil cengar-cengir. Kedua telapaknya siaga di tengah selangkangan — gesture-nya semakin memunculkan kecurigaan.
"Oalah, ada Mas Iman, to," kata salah satu kru rias.
"Iya, Mbak, nemuin calon bojo sebentar tadi."
Para perias terkikik bersamaan. "Namanya juga calon pengantin, ya, lengket terus."
"He he." Melati dan Iman kompak cengengesan canggung.
"Mari saya bantu melepaskan kebayanya, Mbak," tawar salah satu kru.
Melati pun menyiapkan diri di hadapan para perias. Sementara, mereka semua melirik Iman secara bersamaan. "Mas Iman mau tetap di sini, to?"
"Ng-nggak," sahut Iman tergagu. Ia melengos pelan menuju pintu keluar. "Mel, aku ke kamarku dulu, ya."
"Okay," jawab Melati kaku.
Salah satu kru lantas membantu Melati melepaskan kancing kebaya satu per satu. Namun, tangannya terhenti ketika menyentuh cairan mirip lendir pada kain brokat.
"Opo iki?" Ia kebingungan.
Melati terbelalak. "Anu itu ..."
"Jus sirsak!" sela Iman setengah memekik. "Tadi, aku bawain Melati jus sirsak kesukaannya, eh, malah tumpah."
"Iya, Mbak, aku tadi numpahin jus sirsak."
Melati sontak melayangkan tatapan mematikan ke arah Iman. Di lain sisi, Iman justru segera membuka pintu dan bersiap keluar. Sebelum lenyap, Iman menyempatkan diri mengerlingkan mata ke arah 'tunangannya'.
Sialan. Awas saja, si Iman itu! Geram Melati dalam sanubari.
SUGARBABY sudah tamat di karyakarsa. Silakan berpindah ke sana bila ingin baca jalur cepat 🖤
Dukungan kalian berarti banget buat Ayana, thank you so muchh ...
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top