PROLOG
Yuhuuuu jangan lupa tinggalkan jejakmu bestie biar semangat apdet
🥰🥰🥰
*
*
*
Gyu Yeon Hwa adalah putri dari perdana mentri Gyu Ho, ia merupakan anak kedua perdana mentri Gyu. Kakak laki-laki Yeon Hwa bernama Gyeong Woo. Gyu Ho adalah perdana mentri kepercayaan kaisar Kim Jae Sung. Yeon Hwa sering bermain bersama Lee In Hwan, putra seorang hakim di istana. Mereka bertiga bersahabat dan sering bermain bersama.
Yeon Hwa sangat menyukai Lee In Hwan dan sangat bergantung padanya. Yeon Hwa adalah sosok gadis yang sangat cantik dan manja. Seperti saat ini, mereka bertiga sedang bermain di bukit yang berada di dekat desa mereka. Lee In Hwan sedang berlatih pedang dengan Gyeong Woo, sedangkan Yeon Hwa sedang bermain dengan kelinci putih kesayangannya.
Bukit di belakang istana cukup tinggi dan dipenuhi oleh pohon pinus dan tanaman yang rimbun, serta bunga-bunga liar yang tumbuh dengan indah. Yeon Hwa sering merangkai bunga-bunga itu menjadi sebuah mahkota yang kemudian dikenakan dikepalanya. Seperti saat ini, ia mengenakan pakaian hanbok berwarna pink dan sebuah mahkota bunga berwarna senada dikepalanya, ia berputar-putar sembari bernyanyi. Lee In Hwan terpesona melihat kecantikan Yeon Hwa, Gyeong Woo memnfaatkan kesempatan itu kemudian segera mendorong sisi pedangnya ke sisi kepala Lee. Lee In Hwan yang terkejut dengan serangan itu tersungkur ke belakang.
"Fokus." Kata Gyeong Woo.
Lee In Hwan bangkit dengan cepat, ia memasang kuda-kuda kemudian memutar pedangnya ke udara sebanyak tujuh kali hingga memunculkan pusaran angin yang cukup kencang diatasnya.
Melihat itu, Lee in Hwan segera mengambil kuda-kuda, ujung pedangnya menyentuh tanah, lalu perlahan ia menarik tangannya ke belakang, pedangnya membentuk garis diatas tanah, setelah itu tubuhnya memutar dengan cepat, pedang ditangannya mengeluarkan percikan api yang semakin membesar. Lalu saat keduanya siap mereka sama-sama mendorong kekuatannya ke depan dan byarrr terdengar ledakan yang cukup kuat. Lee In Hwan terlempar ke belakang sedangkan Gyeong Woo hanya terpental beberapa langkah.
Yeon Hwa yang memperhatikan keduanya berlatih sedari tadi berlari ke arah Lee in Hwan.
"Kakak Jendral tidak apa-apa?" tanyanya panik. Kakak Jenderal adalah nama panggilan sayang Yeon Hwa untuk Lee in Hwan.
"Uhuk uhuk." Lee In Hwan terbatuk-batuk.
"Aku tidak apa-apa." lanjutnya sembari menerima bantuan Yeon Hwa untuk berdiri.
"Dia tidak akan menjadi seorang Jendral, Yeon Hwa. Melihatmu saja dia sudah tidak fokus." Ejek Gyeong Woo.
"Kakak, aku yakin kakak Lee akan menjadi seorang Jendral besar suatu saat nanti. Kakak Jendral harus berlatih lebih kuat lagi ya." Kata Yeon Hwa.
Lee In Hwan terpana melihat kecantikan Yeon Hwa, senyum gadis didepannya membuat dadanya berdetak kencang. Ia tersenyum lalu memegang tangan Yeon Hwa. "Tentu saja, aku akan menjadi Jenderal besar untukmu."
"Ayolah, kamu sekarang masih lima belas tahun sedangkan Yeon Hwa masih sepuluh tahun. Kalian ini membuatku ingin tertawa." Kata Gyeong Woo sembari menyarungkan pedangnya.
"Maksud kakak apa?" tanya Yeon Hwa cemberut.
"Adikku yang cantik, aku dan Lee kemungkinan akan menjadi Jenderal diusia dua puluh lima tahun dan kamu saat itu masih berusia dua puluh tahun. Kamu masih terlalu muda untuk Lee. Jenderal Lee In Hwan sudah pasti mempunyai istri, kemungkinan kamu akan menjadi selir." Kata Gyeong Woo.
"Aaaaa aku tidak mau menjadi selir. Aku harus menjadi istri satu-satunya Kakak Jenderal." Kata Yeon Hwa sembari menggandeng tangan Lee in Hwan.
Yeon Hwa mendongak, menatap Lee in Hwan dengan dalam, "Kakak hanya akan menikah denganku bukan?" tanya Yeon Hwa.
Kedua matanya berbinar, wajahnya putihnya yang memerah mempesona. Mata keduanya bertemu, dalam jarak sedekat ini dada Lee in Hwan semakin tidak menentu, tapi entah kenapa ia mengangguk dengan pasti.
"Yeeee." Teriak Yeon Hwa bahagia. Ia berlari mengejar kelincinya dan kembali bersenandung.
Gyeong Woo berdiri tepat disebelah Lee in Hwan, mereka tertawa bersama melihat kebahagiaa dan keceriaan Yeon Hwa.
"Sudah semakin sore, ayo kita pulang." Ajak Lee In Hwan.
"Kekuatannmu semakin meningkat." Puji Lee in Hwan.
Gyeong Woo mengangguk, "aku akan berlataih dnegan keras. Pedang Api adalah ilmu turun temurun keluarga kami. Hanya keturunan laki-laki yang bisa menerimanya jadi, aku harus menguasainya. Kekuatan pedang anginmu juga lumayan, kamu hanya tidak melihat sasaranmu dengan jelas." Sindir Gyeong Woo membuat Lee in Hwan salah tingkah.
Mereka berjalan bersama mengiringi bukit. "Ilmu pedang api keluarga Gyu memang luar biasa, kamu sudah hampir menguasainya." Kata Lee in Hwan.
"Kamu benar, tinggal satu tingkatan lagi. Kemampuan pedang anginmu juga sudah semakin bagus." Puji Gyeong Woo.
"Aku yakin kita berdua akan menjadi Jenderal besar nantinya." Kata Gyeong Woo.
Lee in Hwan mengangguk pasti, "Kita akan menjadi garda terdepan kerajaan Yeongsan."
Yeon Hwa yang berjalan didepan tiba-tiba berhenti lalu berteriak kencang, ia menutup matanya. Gyeong Woo dan Lee in Hwan berlari mendekatinya.
"Ada apa?" tanya Gyeong Woo panik.
"Itu." Yeon Hwa menunjuk ke arah semak belukar yang ada didepannya.
Lee in Hwan dengan sigap mendekati arah yang ditunjuk oleh Yeon Hwa, ia mengangka mayat seekor kelinci yang penuh dengan darah. Sepertinya ia habis dimakan babi hutan. Lee in Hwan segera melempar bangkai kelinci itu jauh-jauh, ia tahu Yeon Hwa sangat takut melihat darah.
"Sudah tidak ada." Kata Gyeong Woo memberitahu adiknya.
"Aku sudah membuangnya." Kata Lee in Hwan.
"Terima kasih,." Kata Yeon Hwa, badannya masih gemetar.
Lee in Hwan membungkuk didepannya, "Ayo naik."
Yeon Hwa melihat kakaknya, Gyeong Woo mengangguk tanda setuju. Yeon Hwa naik ke punggung Lee in Hwan, ia mnegalungkan lengannya di leher Lee in Hwan, lalu menempelkan kepalanya di punggung lebar Lee in Hwan.
"Terima kasih." Bisik Yeon Hwa ditelinga Lee in Hwan.
***
"Gyeong Woo dan kamu Yeon Hwa, kalian harus ikut kami ke Istana. Ada perayaan pesta rakyat yang diadakan kerajaaan untuk merayakan keberhasilan panen kita tahun ini." Kata Ayahnya.
"Pesta rakyat!" seru Yeon Hwa. "Wah, pasti meneyenangkan sekali, kami pasti akan pergi, Ayah." Kata Yeon Hwa. Wajahnya bersinar, jelas ia terlihat bahagia. Akan ada banyak permainan, makanan dan juga pelepasan lampion ke udara. Pasti akan snagat menyenankan jika ia bisa jalan-jalan berdua dengan Kakak Jenderal.
Gyeong Woo menyikut lengan adiknya yang tengah tersenyum sendiri, "apa yang kamu pikirkan?" tanyanya posesif.
"Tidak ada." Elak Yeon Hwa.
"Awas kalau kamu melakukam yang tidak-tidak." Ancam Gteong Woo.
"Sudah-sudah kalian ini seperti anak kecil, selalu bertengkar." Kata Ibunya melerai.
***
Karena kesibukan di rumah yang sedang menyimpan hasil panen, Gteong Woo dan Yeon Hwa berangkat ke Istana sore hari. Hari ini Yeon Hwa mengenakan baju berwarna biru langit yang sangat lembut, hiasan rambut yang sederhana membuatnya terlihat semakin cantik. Yeon Hwa sangat bahagia begitu memasuki gerbang Istana. Halaman depan Istana yang sangat luas yang biasanya digunakan sebagai tempat berlatih para prajurit disulap menjadi sebuah pasar malam yang sangat indah dan meriah. Kebahagiaan rakyat tidak berkurang meski terlihat beberapa prajurit yang bertugas untuk berjaga tersebar dimana-mana.
"Kakak aku mau permen gula-gula." Kata Yeon Hwa.
Mereka membeli dua buah permen gula-gula, mereka menikmatinya sembari berjalan keliling. Dari kejauhan, Yeon Hwa melihat Lee in Hwan bersama dengan seorang pria.
"Kakak Jenderal." Yeon Hwa memanggil Lee in Hwan dengan suara yang cukup keras, setengah berlari ia menghampiri Lee in Hwan. Begitu melihat siapa teman pria Lee in Hwan, Yeon Hwa dan Gyeong Woo langsung memberi hormat.
"Hormat pada yang Mulia Pangeran."
Pangeran Kim membungkuk tanda menerima hormat mereka, "Lama tidak bertemu denganmu, Yeon Hwa. Kamu terlihat semakin cantik." Puji Pangeran Kim.
Pipi Yeon Hwa bersemu merah, "Terima kasih atas pujian Pangeran." Kata Yeon Hwa.
Lee In Hwan terlihat tidak senang dengan interaksi Pangeran dengan Yeon Hwa. Apalagi Pangeran Kim yang biasanya tidak banyak bicara terlihat sangat aktif berbicara dengan Yeon Hwa.
"Maaf yang Mulia Pangeran, kita dipanggil Kaisar." Kata Gyeong Woo.
"Baiklah, Yeon Hwa, sering-seringlah datang ke Istana." Kata Pangeran Kim.
"Baik yang Mulia Pangeran." Kata Yeon Hwa.
Setelah Pangeran Kim dan Gyeong Woo pergi, Lee in Hwan mengajak Yeon Hwa ke danau yang terletak di utara gerbang Istana. Disanalah tempat pesta lampion diadakan.
"Sepertinya ada yang bahagia bertemu dengan Pangeran." Sindir Lee in Hwan.
"Kakak Jenderal cemburu ya?" kata yeon Hwa.
"Tidak, hanya saja sangat kentara sekali." Balas Lee in Hwan.
Yeon Hwa menautkan kedua tangannya ke lengan Lee in Hwan, "Itu lampionnya." Seru Yeon Hwa menunjuk ke langit, beberapa lampionn berwarna merah terang terbang menghiasi langit Istana.
Lee In Hwan membeli sebuah lampion merah yang cukup besar, lalu Yeon hwa menulis sebuah catatan yang kemudian disleipkan ke dalam lampion. Sebelum melepasmya, Yeon Hwa memejamkan mata, setelah itu ia meraih tangan Lee in Hwan, mereka menggenggam lampion bersama lalu melepaskannya ke udara.
"Apa yang kamu tulis?" tanya Lee in Hwan penasaran.
"Rahasia." Jawab Yeon Hwa.
Lee In Hwan tersenyum lalu dari balik bajunya ia mengeluarkan sebuah konde yang terbuat dari giok berwarna hijau, ia memasangkannya langsung di rambut Yeon Hwa. "Cantik." Kata Lee In Hwan.
Setelah mengatakan hal itu, Lee in Hwan segera berbalik dan meninggalkan Yeon Hwa. Untuk pria yang yang jarang berbicara seperti dirinya, mengatakan hal ini pasti sangat sulit baginya. Namun, Yeon Hwa yang sudah mengenal Lee in Hwan dengan sangat baik tersenyum Bahagia, ia segera mengikuti langkah Lee in Hwan. Menyelipkan tangannya kembali ke tangan kekar Lee in Hwan.
"Terima kasih, Kakak Jenderal." Kata Yeon Hwa.
***
Sejak pertemuan malam itu, Pangeran Kim sering mengikuti Lee in Hwan dan Gyeong Woo bermain dan berlatih. Lee in Hwan menyadari bahwa Pangeran juga menyukai Yeon Hwa. Yeon Hwa tidak menyadari maksud Pangeran mendekati mereka.
Kecemburuan yang dirasakan Lee in Hwan membuatnya mengabaiakn Yeon Hwa, tapi memang Yeon Hwa yang masih polos tidak menyadari kecemburuan Lee in Hwan. Yeon Hwa menanggapi setiap ucapan dan sikap yang diberikan oleh Pangeran.
Seperti sore ini, mereka akan bermain dan berlatih lagi ke bukit.
"Yeon Hwa, kamu tidak usah ikut kali ini. Kakakmu sudah berpesan padaku utnuk tidak mengajakmu kali ini." Kata Lee In Hwan.
"Benarkah? Tapi Kakak tidak bicara apa-apa padaku." Kata Yeon Hwa.
"Kamu sudah bermain dari pagi bersama kami. Dan ini sudah terlalu sore, kemungkinan kami akan pulang malam." Kata Lee in Hwan.
"Biarkan saja, Yeon Hwa ikut, Lee in Hwan. Aku yang akan menjaganya nanti." Kata Pangeran Kim.
"Maaf yang Mulia Pangeran, Yeon Hwa masih kecil, aku tidak mau dia merepotkan kita nanti." Kata Lee in Hwan.
Merepotkan? Sejak kapan ia merepotkannya? Batin Yeon hwa.
"Kakak Jenderal, aku mau ikut. Aku mau bermain bersama kalian." Rengek Yeon Hwa dengan suara yang cukup keras.
"Yeon Hwa." Suara Lee in Hwan terdengar lebih keras dari suarannya membuat Yeon Hwa terkesiap. Baru kali ini ia mendengar Lee in Hwan membentaknya. "Kami tidak punya waktu untuk menanggapi sikap manjamu itu. Kami tidak mau bermain denganmu, jadi pulang saja."
Yeon Hwa belum pulih dari keterkejutannya, Lee in Hwan dan Pangeran Kim sudah meninggalkannya, mereka berkuda dengan cepat menuju bukit. Yeon Hwa menangis, ia merasa sakit hati, Kakak Jenderal membentaknya untuk pertama kali dan juga melarangnya ikut pergi bersama.
"Kakak Jenderal, kenapa kamu melakukan ini padaku?" isaknya.
Dengan langkah gontai ia berjalan menuju rumahnya, beberapa kali ia terjatuh karena tak sengaja menginjak batu-batu kecil.
***
Benar saja, Lee in Hwan dan Pangeran Kim turun dari bukit sudah mulai gelap, mereka berkuda langsung menuju Istana. Tapi, begitu tiba di gerbang Istana, terlihat begitu banyak prajurit yang keluar dengan terburu-buru.
Lee in Hwan menghentikan seorang prajurit dan bertanya, "Ada apa ini? Kalian mau kemana?" tanyanya.
"Rumah keluarga Gyu terbakar, kami akan membantu memadamkan apinya." Jawab prajurit itu.
"Apa?" seru Lee in Hwan dan Pangeran Kim bersamaan.
Tanpa dikomando mereka berdua berbalik dan segera menuju rumah keluarga Gu.
"Hiya." Seru keduanya, meminta kuda-kuda mereka untuk bisa berlari dnegan cepat.
Perasaan Lee In Hwan semakin tidak menentu begitu melihat banyaknya warga desa yang berkerumun di depan rumah keluarga Gu. Mereka berlari membawa ember berisi air, berusaha untuk memadamkana apinya bersama-sama.
"Apa yang terjadi? Bagaimana dengan keluarga Gu? Dimana mereka?" tanya Lee In Hwan panik.
Seorang warga yang membawa ember berisi air ditangannya berhenti kemudian memberitahunya, "Sepertinya keluarga Gu terjebak semua di dalam." Kata orang itu.
"Tidak. Tidak mungkin. Yeon Hwa ... Gyeong Woo ... Yeon Hwa ..." panggil Lee In Hwan panik. Ia hendak menerobos api dan masuk ke dalam tapi dicegah oleh Pangeran Kim.
"Kamu tidak bisa masuk ke dalam sana. Api sudah membesar. Bahaya.' Kata Pangeran Kim.
"Aku harus menyelamatkan Yeon Hwa, Pangeran. Aku harus masuk ke dalam sana." Kata Lee In Hwan.
"Yeon Hwa ... Yeon Hwa." panggil Lee in Hwan.
Api semakin membesar, bahkan Sebagian besar penduduk menyerah mereka menjauh dari loaksi kebakaran. Hanya prajurit yang terus berusaha memdamkan apinya. Jeritan histeris warga membuat Lee in Hwan semakin frustasi.
Lee in Hwan terduduk lemas tidak jauh di depan rumah Yeon Hwa, matanya menatap nyalang kearah kobaran api yang sangat besar d an asap hitam mengepul membubung tinggi ke langit.
Malam semakin larut, api perlahan mulai mengecil, beruntung malam itu tidak ada angin kencang hingga kebakaran tidak mengenai rumah warga yang lain. Warga sekitar merasa sangat bersedih kehilangan semua keluarga Gyu. Perdana Menteri Gyu adalah perdana mentri yang sangat pintar, dan sangat baik terhadap penduduk yang ada disekitar rumahnya. Mereka dikenal sangat dermawan dan rendah hati.
"Yeon Hwa, Gyeong Woo." Panggilnya lemah.
"Maafkan aku, Yeon Hwa, maafkan aku." Tangis Lee in Hwan pecah seketika.
"Harusnya aku mengajakmu, harusnya aku tidak membentakmu." Ucapnya disela tangisnya. Dadanya terasa sesak, matanya panas, kedua tangannya mengepal, ia meninju tanah dengan keras lalu berteriak "Aaaaaaaaaaaaaaaaaa."
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top