Bab 3 JENDERAL LEE TERLUKA

Hari ini perang terakhir, dengan sisa pasukan yang ada, Jenderal Lee dan pasukannya berjuang sekuat tenaga menjaga perbatasan. Mereka berperang di medan perang dengan membabi buta. Pasukan musuh banyak yang tumbang berkat kekuatan angin dari pedang Jenderal Lee.

Jenderal Lee berhadapan dengan Jenderal Song, pemimpin pasukan dari kerajaan musuh. Tak disangka kemampuan berperang Jenderal Song hampir setara dengan Jenderal Lee. Jenderal Lee memutar pedangnya ke udara sebanyak tujuh kali lalu dengan sekuat tenaga ia melepas energinya ke arah Jenderal Song.

Jenderal Song tidak tinggal diam, iapun mengeluarkan tombak emasnya lalu melemparnya untuk menghalau serangan angin yang diterimanya lalu duar. Ledakan besar terjadi, kedua Jenderal itu terpental ke belakang. Seluruh prajurit yang tersisa ikut terpental.

Suasana di medan perang sangat menyedihkan, mayat-mayat prajurit dari kedua kubu tergeletak begitu saja. Para prajurit yang masih hidup berusaha bangkit, mereka menolong teman-teman mereka yang masih hidup.

Wakil Jenderal Beom Joon, segera mendekati Jenderal Lee yang berusaha bangun setelah terpental tadi.

"Jenderal Lee, anda tidak apa-apa?" tanyanya cemas.

"Ah," Jenderal memegang dadanya. Ada luka menganga disana, darah segar mengalir, sepertinya ia terkena sabetan tombak musuh.

"Anda terluka, aku akan membawa kuda kesini." Katanya.

"Bagaimana dengan musuh?" tanya Jenderal Lee demgan suara tercekat.

"Jenderal, musuh sudah tewas, pasukan mereka tinggal sedikit. Apakah kita akan membawa mereka sebagai tawanan?" tanya Wakil Jenderal Beom Joon.

"Kerajaan kita sudah banyak kehabisan anggaran untuk perang ini. Lepaskan saja mereka." Perintah Jenderal Lee.

"Baik." Jawab Wakil Jenderal Beom Joon.

Para prajurit segera memasang bendera kerajaan Jeongsan di sepanjang perbatasan. Prajurit musuh mundur. Seorang prajurit datang membawa seekor kuda jantan berwarna hitam pekat.

"Jenderal, aku akan membawa anda kembali ke tenda, bertahanlah." Kata Wakil Jenderal Beom Joon.

Jenderla Lee hanya bisa mengangguk lemah, Jenderal Lee dan wakil jenderal Beom Joon sudah berada diatas kuda. Lalu Beom Joon segera menjalankan kudanya dengan cepat. Mereka harus segera tiba di tenda, Jenderal Lee sudah mengalami pendarahan parah.

Jarak lokasi peperangan dengan kamp tidak terlalu jauh tapi juga tidak terlalu dekat, jenderal Lee sudah lemas, ia kehabisan darah. Beom Jeon menahan tubuh Jenderal Lee. "Jenderal bertahanlah, sebentar lagi kita sampai." Serunya panik.

"Hiya." Jenderal Beom memacu kudanya semakin cepat. Begitu memasuki kamp, prajurit Beom segera menghentikan kudanya di depan tenda Jenderal Lee.

Prajurit-prajurit yang berjaga di kamp segera menghampiri mereka.

"Apa yang terjadi?"

"Jenderal terluka parah, segera panggil tabib Dae Hwa kesini, yang lain bawa Jenderal ke dalam." Perintah Wakil Jenderal Beom Joo.

Merekapun bergerak cepat, Jenderal sudah terbaring di ranjangnya yang sempit. Tak lama, Tabib Dae datang.

"Apa yang terjadi?" tanyanya panik.

"Jenderal terluka di dadanya, sepertinya dia kehabisan darah, tolong tabib sembuhkan Jenderal Lee." Kata Beom Joon panik.

Mereka memberi jalan pada tabib Dae, Dae Hwa memeriksa denyut nadi Jenderal, lalu ia bergegas merobek jubah Jenderal Lee. Mereka terkesiap melihat luka panjang yang menganga didada Jenderal. Darah segar hamlir tidak terlihat oleh gumapalan darah yang menutupi lukanya.

Jenderal Lee yang sudah sangat lemah tidak bisa membuka matanya, perlahan kesadarannya semakin menurun.

"Kakak Jenderal, bertahanlah."

Samar ia seperti mendengar suara Yeon Hwa ditelinganya, "Yeon Hwa." Lirihnya sebelum ia benar-benar kehilangan kesadarannya.

Dengan cekatan tabib Dae mencuci luka Jenderal menggunakan air hangat, ia membersihkan bekas-bekas darah, lalu setelahnya ia mengambil arak dan kembali mengelap sisi-sisi luka itu.

Tabib Dae mengambil bubuk ramuan yang ia racik sendiri. Bubuk yang terbuat dari dedaunan-dedaunan berkhasiat yang hanya terdapat di hutan Yongdam. Bubuk ini juga sudah di campur dengan energi bumi yang dihasilkan melalui meditasi yang tinggi.

Tabib Dae mengelap wajah dan tubuh Jenderal menggunakan air hangat.

"Bagaimana keadaan Jenderal?" tanya Beom Joon.

"Untuk saat ini, semua sudah dilakukan dengan baik. Tolong ganti pakaian Jenderal menggunakan yang bersih. Aku akan membuatkan Jenderal ramuan obat ke dapur." Kata Tabib Dae Hwa.

"Baik, Tabib." Kata Wakil Jenderal Beom Joon. Beom Joon menatap punggung Tabib Dae, dalam hati ia terpesona dengan kecantikan dan kemampuan medisnya. Ia ingin mendekati Tabib Dae tapi, Tabib Dae seperti memberi batasan yang tegas pada dirinya, tidak sembarang orang yang berani mendekatinya. Ia salah satu tabib yang sangat dihargai masyarakat. Kliniknya terletak di kota, ia banyak menolong rakyat miskin dan tidak meminta bayaran yang tinggi.

Di dapur tabib Dae Hwa segera meramu obat-obatan, ia merebusnya sendiri, mengolah ramuan itu hingga siap di berikan kepada Jenderal Lee.

"Nona, apa ada yang bisa kubantu?" Tanya pelayannya. Biasanya tabib Dae hanya meminta pelayan untuk menyiapkan ramuan obat-obatan. Tapi, mungkin kali ini karena yang terluka adalah Jenderla mereka jadi ia turun tangan sendiri.

Tabib Dae Hwa segera membawa ramuan ditangannya, ia tidak banyak bicara. Ia langsung menyuapi Jenderal ramuan itu sedikit demi sedikit.

"Nanti malam adalah masa-masa kritis yang harus dilalui Jenderal, tombak emas yang mengenai dadanya tersembunyi racun." Jelas tabib Dae Hwa.

"Apa?" seru Beom Joon terkejut. Beom Joon berlutut dihadapan tabib Dae Hwa. "Tolong, Tabib, sembuhkan Jenderal kami." Ucapnya sembari menangkup kedua tangannya keatas.

"Bangunlah, aku sudah memberi ramuan untuk mencegah terjadinya infeksi pada lukanya. Aku juga akan berjaga disini." Kata tabib Dae Hwa.

Baeom Joon mendongak, dalam hati ia merasa sikap Tabib Dae Hwa ke Jenderal Lee sedikit berbeda. Namun ia menepis pikirannya, tentu saja ia khawatir kepada Jenderal, dia seorang tabib dan yang harus diselamatkannya adalah seorang Jenderal kerajaan.

"Baik, Tabib." kata Beom Joon pamit kemudian keluar dari dalam tenda.

Dae Hwa duduk di samping Jenderal. Ia menatap Jenderal dalam diam. Ia menghela napas panjang, Lalu dengan lembut ia meraba wajah Jenderal Lee. Tangannya turun dari wajah, leher hingga ke arah luka menganga di dada sang Jenderal.

Dae Hwa tidak tidur sepanjang malam, ia berjaga untuk memantau kondisi Jenderal Lee. Tiba-tiba tubuh Jenderal Lee menegang, tubuhnya bergerak ke kiri ke kanan.

"Jenderal, Jenderal." Panggil Dae Hwa.

Mendengar keributan di dalam tenda, Beom Joon segera masuk. "Apa yang terjadi dengan Jenderal?" tanyanya panik.

"Ramuannya sedang bereaksi dengan racun yang ada ditubuh Jenderal." Jelas tabib Dae Hwa.

"Lalu apa yang harus kita lakukan? Tubuh Jenderal panas sekali." tanyanya.

"Tolong dudukkan Jenderal." Perintah Dae Hwa.

Beom Joon segera mengangkat tubuh Jenderal lalu mendudukkannya membelakangi tabib Dae Hwa.

Dae Hwa duduk bersila dibelakang Jenderal lalu, ia mengangkat kedua tangannya di depan, sembari menutup mata ia merapal sebuah mantra, setelah itu ia membuka mata lalu menempelkan jari manis dan telunjuk ke salah satu titik di punggung Jenderal.

Dae Hwa menyalurkan tenaga dalamnya ke tubuh Jenderal untuk membantu Jenderal melawan racun.

"Huek."

Jenderal Lee memuntahkan darah hitam dari mulutnya.

Dae Hwa terduduk lemas, Sebagian tenaga dalamnya sudah keluar.

"Jenderal." Panggil Beom Joo.

"Dia tidak apa-apa, baringkan lagi." Perntah Dae Hwa.

Dae Hwa turun dari ranjang, hampir saja ia terjatuh. "Anda tidak apa-apa, tabib Dae?" tanya Beom Joon khawatir.

"Aku baik-baik saja, aku masih akan berjaga sampai pagi. Kamu keluarlah." Perintah Dae.

"Baik." Beom Joon keluar dari dalam tenda.

Dae Hwa menjaga Jenderal sepanjang malam, ia tidak sadar sampai dirinya tertidur dibawah dengan kepalanya berada disisi dada jenderal.

Keesokan paginya, Jenderal Lee membuka mata. Ia terkejut begitu menyadari tabib Dae tertidur disampingnya. Ia melihat luka didadanya sudah setengah mengering, dalam waktu semalam lukanya bisa kering seperti ini. Ia semakin penasaran dengan tabib Dae Hwa. Jenderal Lee menyingkirkan rambut yang menyembunyikan wajah Dae Hwa. Harum bunga dan rempah kembali memenuhi indra penciumannya. Ia meraba wajah putih dan halus tabib Dae Hwa. Hidungnya yang mancung, alis dan matanya mengingatkannya pada Yeon Hwa.

Dae Hwa menggeliat pelan, nampaknya ia akan bangun. Melihat hal itu Jenderal Lee segera menarik tangannya kemudian berpura-pura masih tidur.

Dae hwa memeriksa kening Jenderal, lalu memeriksa denyut nadinya. Luka di dadanya masih basah, setidaknya pendarahannya sudah teratasi. Demamnya juga sudah turun Ia keluar dari tenda Jenderal.

"Tabib." Panggil Beom Joon yang berjaga diluar.

"Jenderal sudah melewati masa kritisnya, sebentar lagi mungkin beliau akan bangun. Sampaikan pada Jenderal, aku akan kembali dalam beberapa jam untuk menutupi lukanya. Sekarang bawakan beliau bubur dan ramuan obat yang disiapkan di tenda." Perintah tabib Dae Hwa.

"Baik, Tabib Dae." Jawab Beom Joon.

***

Beom Joon masuk ke dalam tenda Jenderal, ia membawa semangkuk sup dan ramuan obat. "Selamat pagi, Jenderal. Bagaimana keadaan anda?" tanyanya.

"Sudah jauh lebih baik. Apa yang terjadi?" tanya Jenderal Lee.

"Semalam Tabib Dae sudah berusaha keras mengeluarkan racun dari tubuh anda." Jelas Beom Joon.

"Racun?" Kata Jenderal Lee mengerutkan keningnya.

Beom Joon mengangguk, "benar, tombak yang mengenai dada Jenderal mengandung racun yang sangat langka. Tidak hanya itu, tabib Dae mengerahkan tenaga dalamnya untuk membantu Jenderal. Semalam tubuh Jenderal demam tinggi dan kejang. Tabib Dae, bahkan memantau keadaan anda sepanjang malam."

"Jadi, itu sebabnya dia tertidur disini." Kata Jenderal Lee.

"Sepertinya tabib Dae kelelahan, dia tampak pucat tadi. Beliau berpesan akan kembali dalam beberapa jam untuk membalut luka Jenderal." Kata Beom Joo.

"Kita sudah memenangkan peperangan, kamu siapkan prajurit-prajurit untuk kembali ke Istana." Perintah Jenderal Lee.

"Tapi kondisi anda ..."

"Aku akan baik-baik saja. Mereka Sudah terlalu lama berpisah dengan keluarga mereka. Prajurit-prajurit yang tewas kuburkan disini dan beri tanda. Lukaku akan lebih cepat sembuh jika sudah berada di Istana." Balas Jenderal Lee.

"Baik, Jenderal. Hamba akan meminta tabib Dae untuk menemani anda selama dalam perjalanan, sekalian untuk mengontrol luka anda." Kata Beom Joon.

Jenderal Lee mengangguk, lalu Beom Joon keluar tenda untuk melaksanakan perintah Jenderal.

***

Jangan lupa vomentnya yach 😘😘😘

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top