BAB 2 PERANG SELATAN
Jenderal Lee memimpin seribu prajuritnya ke arah selatan, perang di perbatasan untuk mencegah pasukan dari kerajaan Hangsen untuk menguasai wilayah selatan. Jenderal Lee sudah membawa prajurit-prajurit terbaik yang dilatih olehnya sendiri. Mereka sangat patuh kepada Jenderal Lee, selain tegas ia juga memiliki keampuan berperang yang sangat kuat, kekuatan pedang anginnya terkenal ke semua penjuru kerajaan.
Setelah melalu perjalanan dua hari mereka akhirnya tiba di perbatasan, mereka langsung mendirikan tenda-tenda, setelah beristirahat beberapa lama seorang utusan perang dari kerajaan sebelah datang memberi kabar. Setelah itu, Jenderal Lee membawa pasukannya untuk berperang di perbatasan.
Pertempuran pertama ini, Jenderal membawa setengah pasukannya, ia ingin segera menaklukkan musuhnya. Peperangan terus terjadi, tidak terasa hampir satu minggu berlalu. Di malam hari para prajurit yang terluka berada di dua buah tenda yang telah disiapkan, tabib-tabib istana segera mengobati pasien yang terluka, dai luka ringan hinggan yang terberat.
Malam itu, jenderal Lee datang ke tenda untuk melihat para prajuritnya yang terluka. Jenderal Lee tertarik melihat salah seorang prajuritnya yang tengah menangis memohon kepada seorang tabib yangsednag mengobati luka di kakinya.
Jenderal Lee melihat dari celah tenda yang ada.
"Tabib, tolong lakukan apapun, kecuali jangan memotong kakiku. Aku mohon padamu."
"Tidak ada cara lain, kakimu sudah mengalami pembusukan. Kalau tidak di potong akan menjara ke semua organ tubuhmu dan kamu tidak akan selamat." Kata tabib itu.
Mendengar hal itu, Jenderal Lee sangat tertarik. Jenderal Lee hanya bisa melihat punggung tabib wanita itu dan mendengar suaranya. Sungguh jarang ia melihat tabib Wanita dan akan melakukan pemotongan seperti itu, apakah dia akan meninta bnatuan salah satu prajurit untuk melakukannya?
"Tapi aku tidak mau cacat, tabib. Dan pasti sakit sekali aku tidak akan menanggungnya." Isak prajurit itu.
"Apakah kedua orang tuamu, istri dan anak-anakmu akan senang melihat jenazahmu yang pulang atau kamu yang hanya tanpa satu kaki?"
Hening, prajurit itu berhenti menangis, ia terlihat sedang berpikir.
"Apa yang dikatakan tabib itu benar." Kata salah seorang prajurit yang menemani di dalam tenda itu.
"Baiklah, aku akan mengikuti saranmu, tabib. Tapi tolong lakukan dengan baik." Katanya sembari menangkup kedua tangannya diatas perutnya.
Tabib wanita itu mengangguk, ia mengeluarkan jarum akupuntur emas miliknya, ia lalu menusukkan jarum-jarum itu di tempat-tempat tertentu di anggota tubuh prajurit itu. Tidak lama prajurit itu kehilangan kesadarannnya. Tabib itu menyiramkan arak ke seluruh permukaan pedang, ia memegang kaki prajurit itu melihat sampai ia harus memotong kakinya. Setelah menemukan titiknya ia berdiri, ia mengangkat pedangnya lalu jari manis dan jari telunjuknya menunjuk pangkal pedang, ia menarik tangannya perlahan sampai ke ujung pedang, cahaya merah berkilat di sepanjang permukaan pedang. Lalu dalam sekejap
'Sret.'
Kaki prajurit itu sudah ditebasnya, tabib lain dan pelayan wanita yang ada didalam tenda berteriak ketakutan. Mereka memalingkan wajah untuk tidak melihat darah segar yang mengalir deras.
Jenderal Lee yang sedang memantau dari luar juga terkejut, apa yang dilakukan tabib itu bukan hal yang biasa. Dia pasti memiliki kemampuan yang luar biasa.
Dengan lincah tabib itu menutup darah yang keluar dari kaki prajurit itu, pelayan dengan wajah rakut-takut bergantian datang membawa baskom berisi air hangat lalu dalam sekejap baskom-baskom itu berubah menjadi warna merah pekat. Setelah darahnya mulai mengring tabib wanita itu segera menaburkan bubuk ramuan ke atas luka, lalu tabib wanita itu melakukan gerakan yang sama seperti pada pedang sebelumnya.
Kedua tangannya diayunkan ke depan dadanya lalu ia mengeluarkan energinya ke arah kaki prajurit itu. Setelah itu mengambil kain putih bersih lalu membalut luka kaki itu dengan sangat baik. Luka itu harus tertutup agar tidak terkontaminasi oleh bakteri dari luar.
Tabib wanita melepas jarum akupunturnya, ia memberikan satu kantong obat kepada pelayan untuk direbus.
"Bagaimana keadaannya, tabib?" tanya teman prajurit itu.
"Untuk sementara dia sudah melewatinya dengan baik, setelah sadar beri dia minum ramuan yang tadi kuserahkan. Aku akan mengeceknya lagi besok pagi." Kata tabib wanita itu.
"Baiklah, terima kasih atas usaha tabib." Ucap prajurit itu lagi.
"Nona, apakah anda akan kembali ke tenda atau akan memeriksa prajurit yang lain?" tanya salah seorang asisten tabib itu.
"Aku akan kembali ke tenda saja, energiku banyak terkuras, besok pagi aku akan memeriksa mereka lagi." Kata tabib itu.
Asisten pelayan itu menunduk kemudian berjalan mengikuti tabib wanita itu keluar tenda.
Jenderal Lee memperhatikan tabib itu, ia merasa familiar tapi ia tidak bisa melihat wajahnya dari jarak yang cukup jauh. Jenderal Lee memilih kembali ke tenda, ia melepas pakaiannya lalu mencuci wajahnya menggunakan air yang sudah disediakan di mejanya. Setelah itu ia berbaring di ranjangnya, tenda Jenderal Lee cukup kecil, karena hanya dia seorang yang berada di kamar itu.
Jenderal Lee menggelengkan kepalanya ke kiri dan kanan, keringat dingin membasahi wajahnya.
'Yeon Hwa, Yeon Hwa,'
Jenderal Lee mengigau dalam tidurnya.
"Hhhhh ...hhh." Napas Jenderal Lee terdengar cepat begitu ia terbangun, ia menurunkan kakinya, menunduk kemudian memegang kepalanya. Mimpi itu selalu membayangi tidurnya sejak sepuluh tahun yang lalu. Ingatannya tentang kebakaran itu menjadi mimpi terburuk dalam hidupnya.
Jenderal Lee meneguk secangkir arak lalu keluar dari tenda, ia ingin menghirup udara segar. Ia memberi hormat kepada prajurit-prajuritnya yang sedang berjaga disekitar tenda. Jenderal Lee berjalan menuju sungai kecil yang terletak tidak jauh dari kamp.
Malam ini sangat indah, bulan purnama bersinar penuh, ia berjalan ke pinggir sungai, memasukkan kakinya ke dalam sungai.
'Byur, byur.'
Jenderal Lee yang tadinya menutup mata menikmati dinginnya air sungai dan sinar bulan membuka matanya, ia menajamkan pendengarannya. Benar, ia mendengar suara air yang bergemericik, ia naik ke permukaan lalu berjalan kea rah batu besar didepannya.
Dari balik batu itu, ia melihat seorang gadis tengah mandi. Rambutnya yang hitam Panjang terurai, kulitnya yang putih semakin bersinar dibawah pancaran sinar bulan.
'Srek.'
Tak sengaja Jenderal Lee menginjak daun kering yang ada disana sehingga membuat gadis yang tengah mandi itu menoleh.
'Siapa? Siapa disana?" serunya panik sembari memasukkan seluruh tubuhnya ke dalam air. Meski masih menggunakan kemben ia tetap masuk kedalam air.
Jenderal Lee terpana dengan kecantikan gadis itu, ia ingat kenangan masa lalunya saat ia terpesona oleh kecantikan Yeon Hwa.
Jenderal Lee berjalan ke hadapan gadis itu. "Apa kamu akan berendam disitu sampai pagi?" tanyanya dingin.
"Tentu saja tidak, harap Jenderal menghadap ke belakang, hamba akan naik." Kata gadis itu.
Gadis itu kemudian berenang ke tepi lalu mengambil pakaiannya, ia bersembunyi dibalik batu lalu mengganti pakaian basahnya dengan yang kering. Ia berjalan ke arah Jendral Lee yang masih mematung di tempatnya.
"Maaf, apa yang Jenderal Lee lakukan di sini?" tanya gadis itu sembari membungkuk memberi hormat.
"Kenapa kamu mandi selarut ini?" lagi Jenderal Lee bertanya dengan nada dingin, wajahnya tidak menunjukkan ekspresi apapun.
"Hamba baru selsesai mempersiapkan obat-obatan untuk besok pagi, jadi hamba baru bisa membersihkan diri sekarang." Jawab gadis itu.
Ia teringat kalau gadis ini adalah tabib yang mengamputasi kaki salah satu prajuritnya yang terluka, tapi untuk sekedar memastikan ia menanyakannya.
"Apakah kamu tabib yang memotong kaki prajurit itu?"
Gadis itu membungkuk lagi, "Hamba Jenderal."
Jadi benar, tidak hanya memiliki keahlian pengobatan yang tinggi, tabib ini masih tergolong sangat muda dan cantik. Jenderal Lee melemparkan pandanannya ke arah sungai, apa yang baru saja dia pikirkan? Memuji kecantikan seorang tabib muda?
"Siapa namamu?" tanya Jenderal Lee.
Gadis itu menatap tepat ke mata Jenderal Lee, mata mereka bersirobok untuk waktu yang cukup lama, lalu gadis itu segera membungkuk lagi, "Nama hamba Dae Hwa. Orang-orang biasa memanggil hamba tabib Dae."
Ada perasaan aneh yang menyusup ke dalam hati Jenderal saat gadis itu menatapnya. "Terima kasih atas bantuan tabib Dae terhadap para prajurit." Kata Jenderal.
"Itu sudah tugas hamba, Jenderal tidak perlu berterima kasih." Jawab Tabib Dae Hwa.
Jenderal Lee kembali menatap tabib Dae. Tabib Dae merasa malam sudah semakin larut, ia pun undur diri.
"Kalau begitu, hamba undur diri Jenderal." Tabib Dae membungkuk kemudian meninggalkan Jenderal, tak lupa ia membawa pakaiannya yang basah.
Aroma bunga dan rempah-rempah menguar dari tubuh tabib Dae Ketika melewati Jenderal Lee. Jenderal Lee sampai menutup mata, menikmati harum wangi yang kini memenuhi indra penciumannya. "Tabib Dae." Ucapnya lirih menyebut nama tabib itu.
***
"Jenderal, anda di sini. Hamba mencari anda kemana-mana?"
Wakil Jenderal Beom Joon datang menghadap Jenderal Lee.
"Apa terjadi sesuatu?" Tanya Jenderal Lee.
"Tidak, Jenderal. Hamba hanya khawatir Jenderal mengalami sesuatu yang buruk. Jenderal tidak ada di dalam tenda." Kata Beom Joon.
"Aku hanya mencari udara segar. Apa kamu mengenal tabib Dae Hwa?" Tanya Jenderal Lee.
"Tabib Dae Hwa? Hampir semua orang mengetahui siapa dia, tabib yang sangat berbakat dan cantik. Semua prajurit membicarakannya di belakang." Kata Beom Joon dengan semangat.
"Apa Jenderal ingin mengetahui lebih banyak tentang tabib Dae Hwa?" Tanya Beom Joon.
"Nanti saja, kalau sudah tiba di Istana." Kata Jenderal Lee.
"Sepertinya Jenderal tertarik dengan ... "
"Jaga bicaramu." Kata Jenderal Lee dengan tenang tapi, membuat Beom Joon langsung terdiam
***
Next?
Voment yach 😉😘
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top