[3]. Kesalahan Pertama
Halo, hai! Apa kabar? 😍
Maafkan lama update. Laptop aku lagi mati total dan belum dibawa ke Kang Servis. 🤭
Sementara hape juga mulai ngadat melulu.
Jangan lupa vote. Tolong komentarnya yang ramai biar cerita ini makin bersinar, ya! 😍🥳
Terima kasih. 🥰🙏
===🏖🏖🏖===
Marisa bukannya lupa dengan segala yang terjadi selama seminggu di Bali. Terutama tiga hari terakhirnya di kawasan Seminyak. Pada sebuah bar bergaya Meksiko dengan lampu kekuningan di area pelataran. Pada setiap pertemuannya yang entah disengaja atau tak di sengaja di pintu masuk, berujung duduk bersama, menghabiskan malam dengan minuman yang terasa manis, sedikit pahit, dan hangat di tenggorokan.
Keduanya duduk bersisian, terlihat tenang pada mulanya, lalu heboh saling bercerita ketika pengaruh alkohol mulai merajai akal sehat. Pun tak ada kejadian aneh sampai di pertemuan kedua.
Sebentar ... kejadian aneh? Apa, ya?
Perempuan yang tengah menggosok gigi di depan cermin wastafel itu mengingat-ingat. Ia terlalu mabuk, jadi terkadang ingatan itu butuh Marisa korek sedikit keras sampai kening berkerut-kerut.
Oh! Kerutan di kening menghilang, berganti dengan mata membelalak, dan ia menunjuk bayangan diri di cermin dengan sikat gigi penuh busa pasta.
“Aish! Marisa! Kamu ... kamu .... Ya, astaga! Kenapa bisa lupa!”
**
Malam sudah terlalu larut, hampir mendekati dini hari. Perempuan dalam rangkulan Tama sudah bergerak tak tentu arah, sementara Tama sendiri masih sanggup berdiri meski kadang ia bisa merasakan kepalanya yang mulai pusing karena beberapa teguk wine. Laki-laki yang berusia 31 tahun itu bukan peminum yang baik. Toh ia tak suka mengorbankan jam kerjanya esok hari karena hangover parah kalau terlalu banyak minum.
Mereka berkenalan tak sengaja. Mungkin karena merasa senasib, sama-sama sedang terluka oleh masa lalu. Itu pun Tama baru tahu ketika gadis itu sudah terlalu mabuk dan banyak mengumpat dalam ceritanya.
“Laki-laki brengsek memang kurang ajar. Masa tak cukup dengan satu wanita.” Perkataan Marisa terjeda karena cegukan. “Oh, tidak, tidak! Gadis itu juga nggak tahu diri! Tega-teganya mau menampung benih calon suamiku sampai jadi bayi! Bukan begitu?”
Tama hanya mencebik dan mengangguk-angguk mengerti. “Gadis itu mantan kekasih pacarmu?” tanyanya. Siapa tahu kejadiannya sama persis dengan yang dialami Tama.
Pertanyaan yang sontak membuat perempuan berambut panjang itu terdiam, menatap kosong pada gelas wine yang isinya tersisa seperempat. “Dia ... adik kandungku yang ... manis.”
Tama mengerjap. Sakit. Ia bisa merasakan bagaimana sakitnya menerima kenyataan itu. Sama sakitnya saat Tama tahu Alika-nya mengandung benih laki-laki lain.
Marisa menyusut air mata yang menetes hingga ujung hidung bangirnya karena menunduk. “Oh, aku pasti kelihatan menyedihkan sekali sekarang,” keluh perempuan itu. Kali ini tertawa hambar.
Tama masih terdiam, berusaha menjadi pendengar yang baik untuk gadis mabuk ini.
“Tololnya, di hari setelah mereka menikah, aku masih saja melemah saat si Brengsek itu berusaha menyentuhku. Rasanya ... membingungkan dan ... menyakitkan.”
Laki-laki yang masih mengamati Marisa itu belum begitu paham maksud dari menyentuh. Menyentuh yang bagaimana?
Namun, saat perempuan itu mendongak, menghadap padanya seraya merenggut sisi kelepak jaketnya, dan perempuan itu berkata, “Tolong hapus saja. Mengingatnya, aku jadi merasa benci dengan diriku sendiri. Aku jijik dengan diriku yang tanpa sadar udah berbagi laki-laki yang sama adik kandungku sendiri. Aku mau menghapus semuanya, tapi nggak ngerti gimana caranya.”
Tatap keduanya bertemu. Tama mulai sedikit mengerti arti sentuhan yang Marisa maksud. Ada kilat sendu dan nelangsa yang berbaur dalam manik hitam perempuan itu. Ada goresan luka mendalam dari riak-riak yang mulai memenuhi bola mata di balik kelopak lentik itu. Ada sejuta permohonan, meminta tolong untuk segera diraih, direngkuh dari kubangan sakit yang perlahan menggerogoti diri.
Pada embusan napas yang saling bertemu, pada aroma manis anggur merah dari belah bibir keduanya, dan pada gelayut yang merapatkan jarak keduanya, Tama terbius. Tergoda pada bibir ranum berlipstik sedikit memudar untuk melekat hangat padanya.
Di sudut bar yang temaram dan remang, Tama bersedia merengkuh perempuan itu dari rasa sakitnya. Ia bersedia membawa pergi Marisa dari jerat masa lalu yang menoreh luka. Barang kali, satu usapan dari dua bibir yang saling bertemu bisa menghapus kenangan pahit akan sentuhan si Brengsek itu. Barang kali satu lumatan bisa meyakinkan Marisa bahwa ia sanggup melangkah pergi dari masa lalu. Barang kali satu sesapan yang manis mampu meredam sakit pada luka menganga yang tak kunjung kering dan berdarah-darah.
Kesalahan pertama yang keduanya buat. Saling melesakkan diri pada setiap sesapan candu. Padahal, mereka sebenarnya masih asing satu sama lain.
**
Marisa mengerang frustrasi. Perempuan di depan wastafel itu mulai menyadari bahwa ialah pembuka kesalahan kedua yang terjadi berikutnya. Sebab yang pertama adalah pintu awal mula semua menjadi bumerang untuk dirinya. Bukan Tama yang memaksa masuk ke dalam hidup Marisa. Tapi ia sendiri yang meminta laki-laki itu datang menarik dirinya lalu menenggelamkannya dalam desah lirih dan erangan singkat sebab tubuh mereka bereaksi melebihi ekspektasi.
Yang semula hanya kecupan, menuntut jadi lumatan. Yang semula hanya sesapan, menuntut jadi lesakan menggila, dan saling membelit. Mereka baru berhenti ketika sadar bahwa keduanya masih di area bar yang ramai.
Marisa menjauhkan diri pada kecupan dalam yang terakhir. Ia menunduk dengan pipi bersemu merah yang memanas. Entah panas karena pengaruh alkohol atau efek gelenyar di dada yang meletup-letup. Napas hangat Tama masih bisa ia rasakan menerpa puncak kepala.
Marisa pikir, semua akan berakhir di situ pada mulanya. Namun, ia salah sangka. Tama tak hanya bersedia menariknya dari masa lalu yang menyakitkan, tapi ia juga menawarkan dekap hangat. Dua lengan laki-laki itu merengkuhnya.
“Everything will be okay. Lupakan. Kamu akan baik-baik saja tanpanya, Risa.”
Lalu usapan lembut telapak tangan pada helaian rambut perempuan itu melunakkan hati Marisa. Kemarahannya lebur, berganti isak pelan dalam peluk yang Tama tawarkan.
**
Bel dari pintu depan kontrakan membuyarkan lamunan Marisa. Perempuan yang hanya mengenakan kaus tanpa lengan dengan V-neck berpotongan rendah di bagian dada itu tersentak. Ia gegas membasuk sikat gigi, berkumur, dan membasuh wajah cepat-cepat. Perempuan itu sempat mengeringkan wajah seadaanya dan menyambar cardigan abu-abu yang tersampir pada sandaran kursi di kamar.
Bunyi bel terdengar sekali lagi, membuat langkah kaki beralas sandal busa tipis itu semakin tergesa. Mungkin Tina. Gadis itu memang Marisa minta datang dan menemaninya tidur di kontrakan malam ini. Nyatanya, sendirian dalam posisi sedang terpuruk itu sangat menyedihkan.
Marisa memutar anak kunci, membuka daun pintu sambil menggeram sebal ketika bel kembali ditekan. “Sabar napa, Tin ....”
Ia membeku ketika mendapati perempuan itu berdiri di sebalik pintu. Wajahnya tersenyum kaku. Dalam rangkulan dua tangannya di depan dada, ada sestoples kue sagu keju favoritnya—ah, bukan! Pernah menjadi favorit mereka bertiga. Bahkan setiap menjelang perasaan tahun baru, mereka kerap membuatnya bersama.
Lagi, sakit itu kembali menikam jantung. Marisa linglung.
“Maaf datang malam-malam begini. Mbak pindah nggak pamit soalnya.”
Suara lembut itu dulu menyenangkan. Penghapus lelah setiap kali sampai di rumah usai seharian atau berhari-hari memimpin rombongan wisata ke banyak tempat. Sayang, suara itu akhir-akhir ini terdengar menyebalkan sejak pengakuan tiba-tiba berhias tangis beberapa minggu yang lalu terjadi. Dan menyadari mereka masih sedarah rasanya ... menyesakkan.
Lalu, di saat seperti ini, kenapa wajah Tama terlintas dan Marisa berharap laki-laki itu mau menawarkan mantra ajaib penghilang luka lagi?
Marisa menggeleng seraya memejam cepat. Kenapa pria itu lagi, sih?! Jelas-jelas kemarin ia sudah menolak mentah-mentah ajakan menikahnya yang konyol itu!
**
(27-01-2023)
===🏖🏖🏖===
Itu baru kesalahan pertama, Gaes. Baru juga dua hari kenal udah main sosor tuh mereka berdua. 🤣
Kesalahan keduanya jangan tanya aku publish kapan, ya. Tunggu aja. Masih galau karena laptop mati total dan hape memorinya mulai penuh.
Doakan aku ada rezeki biar bisa beli hape baru yang mumpuni buat nulis, ya. Aamiin. 🥰🤗
Semangatin, yak! 🥳
Terima kasih. 🥰
===🏖🏖🏖===
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top