[22]. Yang Memaksa Menggoda
Hai, selamat hari Kamis! 😍
Update lagi ini. Masih mau baca cerita receh ini nggak? Maafkan kalau terlalu receh sebab waktu nulia Raga sam Alika udah cukup bikin aku tegang dan nguras emosi. Jadi, mau, kan, baca cerita receh yang bikin ketawa dan senyum-senyum tipis gitu? 🤭
Happy reading! Jangan lupa vote dulu. Ramaikan komentar, Besti.
Terima kasih. 🥰🤗
====🏖🏖🏖====
"Dan Mbak nggak ngabarin semalam mau akad!" Gadis berambut sebahu itu menggeram jengkel. Ia mendorong lengan perempuan di sisi kirinya sedikit keras.
Risa oleng ke kiri, hampir menubruk dinding lorong kantor menuju kantin. Perempuan bersweter hitam itu tergelak saja. "Maaf, Tina ...," katanya menanggapi kejengkelan sahabatnya.
Risa baru sampai ke kantor bersama Tama. Pagi-pagi sekali pasangan pengantin baru itu pamit pulang dari rumah bergaya khas Jawa milik Bude Sri dan Pakde Yatno. Perempuan tua itu sempat menatap nelangsa atas pamit mereka yang terkesan tiba-tiba. Namun, alasan Tama harus pergi bekerja membuat Bude Sri tak mampu menahan keduanya. Meski alasan sebenarnya, Risa jelas tak betah berlama-lama di sana sejak aksinya membanting pintu dini hari karena perseteruan dengan Rama dan Riana.
Semula, Risa ingin berdiam diri di apartemen, mungkin bergelung di kamar seraya menunggu suaminya pulang. Atau memasak apa pun yang ada di kulkas untuk makan siang. Namun, aksi brutal Tina mengiriminya pesan dan memaksa Risa harus datang ke kantor pagi ini membuatnya mau tak mau dibawa serta Tama ke kantor.
"Buat Mbak. Janji harus bahagia." Tina menggeser paper bag merah muda yang sedari tadi ia bawa-bawa ke hadapan Risa.
Mereka duduk di kantin. Masih sepi dan hanya ada mereka berdua serta Mamat yang mondar-mandir mengelap meja dan kursi.
"Apa ini?" Perempuan itu tampak penasaran dan hampir membuka simpul pita yang menutup tas kertas.
"Jangan buka di sini!" sergah gadis berbehel itu sembari merapatkan kembali bungkus hadiah. "Entar malam aja bareng suami." Tina berbisik sambil merunduk.
"O-ooh ... oke!" Risa tertawa patah-patah. Agaknya perempuan itu mulai mengerti kalau apa yang diberikan gadis di sisinya adalah hadiah pernikahan. "Makasih, Tina."
Gadis berkemeja putih itu mengangguk-angguk. "Sebetulnya tadi pas mau berangkat kerja, mau mampir ke rumah Bude Sri dulu antar itu. Tapi kata Bude, Mbak udah pulang."
Risa meringis. "Pasti Bude yang cerita semalam ke ibu kamu, ya?"
Tina mengangguk lagi. "Kita tetangga sewaktu Mbak Cha masih tinggal di rumah Bude Sri, kalau Mbak lupa." Gadis itu mengerucutkan bibir.
"Maaf, Tina. Kan, tadi aku udah bilang maaf. Semalam yang datang cuma keluarga sama beberapa saksi aja. Mendadak."
"Iyalah, kan, seharusnya yang bener kalian nikah sejak kemarin-kemarin," sindirnya.
"Tinnaaaa ...." Kali ini Risa yang menggeram sebal.
Kemudian Tina yang justru tertawa-tawa berlanjut menjulurkan lidah, mengejek. "Mamat, teh hangat dua, ya?!"
"Siap, Non!" Mamat yang tengah mengelap meja di sudut ruang segera menegakkan tubuh dan memberi hormat secara berlebihan.
Tina mengepalkan tinju, bergerak mengancam akan memukul kalau Mamat bertingkah aneh-aneh. Tepat ketika putra penjaga kantin itu berlalu, Randi dan Diyah datang. Sejoli itu membawa beberapa kotak makanan dan gelas-gelas minuman hangat. Dari aromanya, Risa bisa mencium uap kopi susu dan sandwich.
"Kejutan!" pekik pemuda berbalut kemeja denim itu. "Pesta perpisahan kecil-kecilan buat senior kita yang udah banyak bantuin kita di lapangan dan ...," Randi toleh kanan-kiri lalu berbisik, "bersabar ngadepin Mbak Nunung."
Bisikan yang sontak membuat Risa, Tina, dan gadis berambut keriting bernama Diyah itu terbahak bersamaan.
"Kayaknya cuma aku yang nggak pernah direpotin Mbak Nunung, deh. Kena marah melulu karena salah mengartikan kemauan dia baru sering." Diyah menimpali.
Lagi-lagi, tawa membahana, menjadikan kantin yang senyap itu terdengar riuh.
"Lah, ketawa juga kalian. Jangan keras-keras, tuh orangnya ada di parkiran." Dagu Randi mengedik ke arah parkiran yang bersebelahan dengan kantin. "Biasa, setor muka. Kali bisa maksain anaknya, si Desi, masuk jadi pemandu wisata di sini."
Risa refleks menoleh ke arah armada bus itu saling berjajar. Mulanya baik-baik saja dan masih menganggap apa yang ia lihat bukan hal harus dikhawatirkan. Sayangnya, lima belas menit berlalu sambil mengganyang sepotong sandwich, cara gadis--yang mengenakan tanktop ketat ditimpa outer putih tulang itu--mengekor Tama sungguh mengesalkan.
Tatap Risa memicing, memperhatikan dengan saksama bagaimana Desi terus membuntuti atasan ibunya. Sesekali bahkan ia terkesan menyebalkan saat--entah sengaja atau tidak--menubruk punggung Tama yang berhenti mendadak hanya untuk bicara dengan orang-orang di sana. Lalu, rasa kopi dan segala makanan yang Randi dan Diyah bawa terasa hambar di mulut Risa. Bahkan ketika ia beralih pada secangkir teh manis buatan Mamat, rasanya tetap hambar, malah cenderung pahit. Mengesalkan!
**
Perempuan itu tertawa-tawa lagi setelah sejak dini hari banyak diam dan melamun. Dua pipinya kembali bersemu cerah. Ia bahkan bisa terbahak sampai sedemikian heboh bersama rekan di kantin. Terkadang mereka bisa saling lempar gulungan pembungkus roti atau sedotan. Sampai di situ, Tama semakin paham bahwa di sini ada dunia Marisa. Tempat perempuan itu singgah yang mungkin justru bisa menghilangkan penat saat segala tuntutan hidup memaksanya berhenti memikirkan kesenangannya sendiri.
"Mas nggak pernah ngrasain, sih, gimana rasanya hidup dipenuhi cicilan dan gaji bersisa sekadar cukup buat makan tiga kali sehari." Cerita perempuan itu semalam sebelum Tama terlelap karena kantuk.
Laki-laki itu tersenyum tipis ketika ujung matanya lagi-lagi menemukan Risa tertawa-tawa karena lelucon teman-temannya. Ia berhenti melangkah sejenak tepat di dekat kepala bus. Namun, ia menggeram kesal saat lagi-lagi anak gadis Mbak Nunung menubruk punggungnya. Risi juga berkali-kali kejadian saking kerasnya bertubrukan, punggung Tama bisa merasakan dua gumpal daging kenyal menekannya.
Laki-laki itu berbalik, menatap tajam sembari berdecak kesal. Namun, Desi hanya tersenyum mengharap permakluman.
"Kamu bisa berhenti ngikutin saya?" tanyanya dengan nada ketus.
Desi tersenyum lebar. Senyum yang seketika membuat Tama heran. Diketusin malah terkesan senang. Andai bukan saudara sang owner perusahaan, Tama sudah marah-marah sejak Mbak Nunung mulai mengada-ada menitipkan anak gadisnya.
Melihat reaksi gadis Mbak Nunung, Tama berdecak senewen. Ia lantas melangkah cepat ke arah kantin. Semakin cepat langkah jenjangnya, gadis itu malah berlari kecil mengekor.
"Mas Tama belum jawab pertanyaanku tadi. Bisa nggak akhir pekan nanti temenin aku ke toko buku? Kata Ibu, Mas ini pinter dan banyak wawasan," celotehnya.
Tama membisu. Tepat ketika hampir sampai di ambang pintu kantin berwarna biru cerah, ia hampir menggertak. Namun, gadis itu malah berlari gesit mendahului ke dalam dan bersegera mengambil jatah kursi di sisi Risa.
Perempuan yang kini diapit Tina dan Desi mendadak batal mendekatkan diri ke bibir cangkir. Kening perempuan itu berkerut keheranan. Sementara yang lain, menyadari kehadiran sang atasan justru mendadak menyingkir. Randi dan Diyah bahkan repot-repot berpindah kursi.
"Silakan duduk di sini, Pak." Diyah mengulurkan tangan ke arah kursi kosong, mempersilakan. Gadis itu menarik lengan Randi untuk menjauh.
"Ngopo to, Des? Kelangan ibuk? Ibumu di dalam kantor sana itu, lho," tegur Tina. Gadis berbehel itu menyentakkan kaki gusar. "Kamu ki udah lulus mbok segera cari kerja sana. Ndak usah sibuk jadi buntut ibumu ke sini melulu tiap hari. Sibuk opo saiki? Cari muka, yo?"
Tina mengaduh kecil ketika dirasa kakinya diinjak sedikit keras oleh kaki bersneakers Risa. "Mbaaak ... Chaaaaa ...!" protesnya tertahan.
Sementara Tama hanya terkikik-kikik geli menahan tawa. Meski ketika melihat wajah telak Desi jelas membuatnya merasa sedikit terbantu.
Tina berlalu ketika Tama yang duduk di seberang kursi Risa berdeham. Gadis itu segera bangkit meski terus menggerutu dan berjalan tersaruk-saruk kesakitan. Namun, kali ini Tina sudah bisa menatap tanpa canggung. Ia justru menatap tegas pada Tama.
"Bapak punya salah sama saya karena nggak ngabarin acara semalam," pungkasnya ketus.
"Tinnaaa ...." Risa menatap penuh peringatan sedangkan Tama tertawa-tawa saja.
Peringatan yang jelas membuat Tina berpaling jengkel dan memilih bergabung ke kursi di mana Randi dan Diyah duduk. Suasana mendadak hening sejenak. Desi tampak melirik-lirik ke arah Risa yang menyesap kopi kembali dan duduk bergeser menjauh darinya.
"Kamu udah lulus, Des?" Risa membuka obrolan, meraih kopi yang masih utuh, dan menggesernya ke hadapan Tama serta Desi.
"Udah, Mbak. Ini mau cari kerja. Lagi tanya-tanya pengalaman kerja dulu ke Mas Tama. Ya, kan, Mas?" Desi tersenyum ke arah Tama, meminta persetujuan.
Namun, Tama merasa tak perlu menjawab. Sebab tak ada tanya-tanya berkaitan pekerjaan yang Desi maksud. Ia hanya mengedik tak mengerti, memilih menghidu aroma kopi sebelum meminumnya.
"Oww, gitu .... Sibuk sekali pasti, ya, sampai nabrakin dua gunung tadi." Risa tertawa patah-patah disambut kening Tama yang berkerut bingung.
Pun sama dengan Desi yang masih teramat lugu dan belia untuk menafsirkan perihal obrolan dewasa.
Risa meletakkan minuman hangat buatan Mamat, menggebrak meja pelan sembari memosisikan tubuh menghadap pada Desi sepenuhnya. Ia mendekat ke telinga gadis itu, berbisik, "Maaf, ya, Mas udah nggak tertarik. Dia udah hobi mendaki gunung sama turun ke lembah bareng saya."
Sayangnya, bisikan itu masih bisa Tama dengar. Secara tak sengaja, cairan hitam pekat bercita rasa pahit dan manis di mulutnya menyasar ke saluran pernapasan dan membuat laki-laki itu terbatuk-batuk.
**
Pitaloka:
Pitaloka:
Muat nggak buat dipake Mbak Risa, Mas?
Pitaloka:
Hadiah kawinan ini. Bingung mau kasih hadiah apa aku tuh buat kalian.
Pitaloka:
Semoga nanti pas pake itu lebih menggelora. 🤪
**
Amara:
Amara:
Kurang nggak? Mau aku bikin jadi buket buat hadiah.
Amara:
Seneng-seneng aja berdua dulu. Gosah terburu-buru. Entar kalau udah puas, baru program kehamilan.
**
Grup Keluarga "Cemara" Baskoro
Ndoro Agung:
Ndoro Agung:
Mas, ini dari Mama sama bude dan tante kamu di Jakarta.
Ndoro Agung:
Mereka kirim itu kemarin sore. Pagi ini sampai. Mama letakin di apartemen kamu tadi.
Kekasih Ndoro Agung:
Kekasih Ndoro Agung:
Mas, vila yang di Jimbaran udah lama nggak ditengok. Kemarin katanya, sih, baru ada yang nginep di sana. Kamu cek ke sana sekalian bulan madu bolehlah, ya.
Amara:
Papa ini mau kasih hadiah pernikahan apa kerjaan? 😪
Pitaloka:
Tau nih si Papa. Suka bikin Mas capek. 🤨
Pitaloka:
Hadiah dari aku jangan lupa dipake entar malam, ya, Mas! 🤭
Amara:
Punyaku juga, lho! Pilih-pilih rasa biar variatif dan kreatif, Mas. 🙃
Ndoro Agung:
Hadiahnya apa memang? Kok, kalian nggak cerita mau kasih hadiah sekarang? 🙄
Pitaloka:
Baju tidur bersama, Ma. Udah sah jadi aku nggak perlu minta Mas buat tidur rame-rame lagi, kan? Repot kalau harus ngawasin bayi tua aku tuh. 😌
Ndoro Agung:
😒😒😒
Ndoro Agung:
Mara kasih apaan?
Pratama:
Gosah bongkar-bongkar di sini! @Amara @Pitaloka
Ndoro Agung:
Apaan, sih? Penasaran Mama! 🙄
Pitaloka:
Mbak Mara kasih hadiah biar aman jaya sentosa, Ma. 🤣
Amara:
Urusan anak muda, Ma. Tenang aja. Aman, kok!😉
Ndoro Agung:
Apaan?
Pitaloka:
Kon
Pitaloka:
Belum kelar ngetik malah kekirim. 🥲
Pratama:
Pita!
Pitaloka:
Kondisi apartemen udah siap dan rapi. Kado pernikahan udah aku tata semua. Silakan kalau Mas sama Mbak Risa mau balik.
Pitaloka:
Orang mau bilang itu, kok. 👆😝
Kekasih Ndoro Agung:
Bubar!
**
(04-05-2023)
====🏖🏖🏖====
Fiyuh, si Desi makin nekat aja! 😳
Btw, habis ini mau ke KaryaKarsa nggak? Kali mau tahu gimana Mbak Cha sama Mas Tama cobain hadiah pernikahan dari Pita dan pilih-pilih rasa hadiah dari Mara. 🤭
Btw, ada dua jenis yang aku posting di KK, ya. Ada Part Baca Duluan dan Hidden Part. Kalau judulnya Baca Duluan, tandanya bakalan aku posting juga di WP, tapi selow. Kalau Hidden Part, berarti cuma ada di KK dan e-book nanti.
Aku usahain yang Hidden Part nggak ngeganggu alur dan plot versi WP meski nggak baca Hidden Part yang aku kunci. Tapi buat yang mau baca dan kasih dukungan, aku berterima kasih sekali. 🥰🤗
Begitu, ya? Terima kasih.
Lanjut KK nggak nih? Khusus cuma buat manis-manisnya Mas Tama dan Mbak Cha. Janji nggak ada Rama dan Riana, apalagi Desi. Oke? 🤭
Vote jangan lupa buat yang belum, ya. 🤗
====🏖🏖🏖====
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top