[16]. Calon Mertua

Hai, selamat hari Selasa! 😁
Masih semangat puasanya, ya? Alhamdulillah. Semoga lancar dan berkah sampai lebaran. Aamiin.

Btw, buat yang baca part 15 di KK, tolong aku diingatkan semisal bikin adegan yang keterlaluan. Terima kasih. 🤗🥰

Happy reading!

Jangan lupa kirim kembang api, petasan, atau bom sekalian biar lapak ini makin membara. 😆

Vote jangan lupa. Terima kasih. 🥰🤗

====🏖🏖🏖====



Grup Darurat Keluarga Baskoro


Ndoro Agung:
Kayaknya Mama yang salah.


Amara:
🙄

Pitaloka:
🙄 (2)

Ndoro Agung:
Mungkin selama ini Mama kurang perhatian sama mas kalian. Akhirnya dia jadi terjerumus pergaulan nggak bener gini.

Ndoro Agung:
Iya, betul. Mama ngaku salah sekarang. Ya, Tuhan ... 😭


Amara:
Kurang perhatian? 🙄

Pitaloka:
Mama tuh mama paling perhatian sedunia. Wong Mas Tama waktu zaman kuliah aja kadang masih disuapin Mama. 🤣

Amara:
Aib Mas Tama jangan diumbar napa, Pit! @Pitaloka

Pitaloka:
Lah, cuma di grup keluarga ini. Aib keluarga terjamin aman di sini. 🤣

Ndoro Agung:
Kok, malah ribut, sih! Pokoknya Mama udah merenung semalaman. Semua salah Mama yang kurang perhatian ke Mas.

Ndoro Agung:
Mulai sekarang Mama musti lebih perhatian lagi. Harus sering telpon tanya kabar, jengukin, sama antar masakan lagi buat dia.

Ndoro Agung:
Papa nggak apa kalau Mama tinggal wara-wiri ngurusin Tama? @Kekasih Ndoro Agung


Amara:
Mah, kesambet apaan dah tiba-tiba jadi lebay gini? Mas Tama udah gede. Usia kepala 3 masa mau diurusin mulu. 🙄

Amara:
Pit, kamu masih di rumah Denpasar sama Mama, kan? Tolong, deh, Mama ditenangin dulu. @Pitaloka

Ndoro Agung:
Ih, kalian ini! Nggak kuatir sama Mas Tama apa? 😩


Amara:
Bukan gitu, Mamah. Kita semua sayang Mas Tama, tapi ya nggak dikekepin terus dianya. 😤

Amara:
Pit, ke mana dah ni anak?  Kok, ngilang. @Pitaloka

Pitaloka:
Aku lagi di vila. Nungguin Mas bangun nggak bangun-bangun, elah.

Ndoro Agung:
Lagi antar dokumen suruhan @Kekasih Ndoro Agung. Papa, kok, diem? Gimana menurut Papa? Mama kudu tambah lagi perhatiannya nggak ini?


Kekasih Ndoro Agung:
Mama lagi pengen punya bayi lagi, ya? Mau nambah anak lagi biar nggak riweh ngejar-ngejar ngurusin Mas yang udah tua?

Ndoro Agung:
😒😒😒😒


Pitaloka:
Ma, kata Siska, Marisa nginep di vila berapa hari, sih? @Ndoro Agung

Ndoro Agung:
Harusnya, sih, dia pulang kemarin bareng rombongan wisata, Pit.


Pitaloka:
Ooh ....

**

Mereka sudah berjanji akan malas-malasan seharian tanpa memikirkan pekerjaan sebelum kembali ke Jogja nanti sore. Tak ada yang mau mendahului melepas peluk dan beranjak dari ranjang. Selimut itu masih lekat menggulung tubuh keduanya yang masih saling berdempetan. Pun perempua itu sudah terlalu nyaman berada dalam dekap.

Ada pakaian basah yang tercecer di lantai dekat pintu kolam. Juga satu set dalaman hitam berenda senada yang tergeletak di dekat kaki ranjang. Biarkan saja semua kekacauan itu dahulu, mereka masih mau terlelap sedikit lebih lama. Sebab semalam, sampai hampir pukul tiga pagi, perempuan itu baru mengeluh kantuk yang tak tertahan.

Pada akhirnya, malam panjang berpeluh yang membuat ranjang menghangat itu berakhir ketika mereka tertidur.

Meski ponsel di nakas berdengung-dengung, Tama pun enggak menggapainya. Ia hanya menggeliat untuk meregangkan tubuh, lalu menyurukkan diri lagi pada tubuh perempuan dalam pelukan. Seingatnya, tak ada janji temu penting hari ini. Tama hanya perlu bermalas-malasan sebelum kembali ke Jogja dan disibukkan dengan pekerjaan. Lalu menyusun acara lamaran ke rumah keluarga Risa.

Ya, Tama akan segera melamarnya, kemudian mereka akan menikah segera.

Mungkin keduanya sedang sama-sama ingat akan hari-hari dekat menuju meja akad, sampai senyum keduanya merekah begitu saja bersamaan sambil kembali berpelukan dan saling bergumam tak jelas.

"Mas ...!"

Lamat-lamat suara ketukan pada pintu dan panggilan itu terdengar. Panggilan pertama, belum sepenuhnya sadar. Dunia seakan milik mereka berdua.

"Mas, hari ini nggak kerja?!"

Peduli setan dengan pekerjaan. Kemarin sudah terlalu lelah menguras pikiran mengurusi pekerjaan.

"Mas! Udah mau jam makan siang ini! Mama bawa sayur sama lauk kesukaan kamu, lho!"

Kening Tama berkerut. Mama?

Dan tubuh ramping dalam dekap itu refleks berjingkat seraya mengeratkan posisi selimut di dada. Tama menyusul bangkit kemudian. Tatap panik keduanya beradu.

"Mas, Mama kamu kayaknya datang, deh!" Risa berbisik cemas. Ia mulai menggigiti jari-jarinya.

Laki-laki yang bertelanjang dada itu gegas bangun, meraih kaus bersih yang semalam sempat ia ambil asal dari kamar lantai dua. "Kamu mandi sana, biar aku temuin Mama dulu," putusnya tergesa.

"Cuci muka dulu sana, Mas! Aku beresin kamar!" Perempuan dalam gulungan selimut itu berlarian menuju travel bag miliknya, memakai asal kaus, kemudian berlarian memunguti pakaian yang berceceran di lantai.

Tama berlari ke arah wastafel, mencuci muka secepat kilat.

"Bangun, Mas! Kamu udah makan belum, sih?!"

Lagi, panggilan dari luar kamar itu cukup membuat keduanya pontang-panting, panik, cemas, dan deg-degan.

**

Perempuan paruh baya itu sibuk menata makan siang di meja pantry. Tama masih diam saja ketika sepiring nasi itu tersuguh di hadapannya. Sesekali ujung mata laki-laki dengan rambut sedikit lembap sehabis cuci muka itu mengerling ke arah pintu kamar. Ia sedang menunggu dan berpikir keras menjelaskan semua agar sang mama tak lantas terkejut dan melayangkan cubitan maut.

"Nggak kerja kamu, Mas? Udah ketemu Pita belum? Tadi pagi dia ke sini antar dokumen, tapi kamu masih tidur katanya." Rima berbicara sambil menuang air putih dalam gelas.

"Hah? Pita ke sini?" tanya Tama linglung. Kapan?

Rima mengangguk. Perempuan itu sibuk membuka bungkus daun pisang. Aroma daun kemangi itu tercium saat ikan pepes tersaji di piring. Ia kemudian sibuk membuka kotak makan berisi irisan mangga, semangka, dan melon.

Tama berdeham sekali, mengumpulkan keberanian sebelum memanggil, "Ma."

"Ya, Mas?" Rima masih saja terlihat asyik menata makanan.

"Ada Risa." Satu pengakuan.

Rima tercenung.

"Di kamar."

Rima menoleh dengan wajah datar. Mulanya. Sebelum kalimat penjelasan berikutnya terlontar dengan hati-hati dari mulut si sulung.

"Kamar sebelah yang barusan aku keluar tadi," kata Tama cepat.

Perempuan yang dikenal Tama selalu perhatian dan bijak dalam menyayangi putra-putrinya itu memelotot kaget. "Astaga, Mas! Kamu tidur sekamar sama anak gadis orang?!"

Ah, sudah! Detik berikutnya Tama hanya mampu berdesis menahan sakit cubitan di perut sampai membungkuk-bungkuk. Rima dan cubitan mautnya. Ibu yang penyayang sekaligus garang saat anaknya bertindak di luar batas kewajaran.

**

Laki-laki itu menatap bilur biru di pinggang yang mengilap efek obat salep. Ada gumaman kesal disertai desis perih saat Risa sekali lagi mengoles salep bening yang memberikan rasa dingin pada bekas luka lebam.

"Mama, nih, kalau nyubit suka nggak inget anak kandung," gerutu Tama tak terima.

Mendengar laki-laki berkaus putih yang tersingkap mendekati dada itu terus menggerutu, Risa justru mulai terkikik geli. "Tandanya mama kamu masih perhatian dan sayang sama kamu, Mas."

"Ya, nggak pake nyubit ginilah!" protesnya.

"Ya, kamunya nggak bener! Kalau bener nggak mungkin mama kamu marah!" Masih menahan tawa, Risa kembali menegaskan.

Perempuan itu lega. Sebab pertama kali bertemu tatap dengannya, Rima tak lantas menghakimi dan mengorek siapa yang salah. Ibu tiga anak itu justru lekas mencari solusi, mengajak Risa duduk berdua. Tatapannya lembut. Tak ada gaya angkuh dan jumawa.

Perempuan berwajah keibuaan itu hanya berpesan sebelum pulang. "Tolong terima Tama apa adanya. Dari luar mungkin dia terlihat baik dan tenang, tapi seyogyanya laki-laki biasa, Tama punya banyak kekurangan. Maaf atas sikap-sikap Tama yang mungkin kurang berkenan dan terkesan kurang ajar. Kalau boleh, mari, kita segerakan saling bertemu keluarga agar kalian tidak terlarut ke hal-hal yang tidak baik lebih jauh."

Sederet kalimat bijak yang melegakan hati kekasih Tama tentu saja. Satu hal yang membuat Risa semakin yakin bahwa keluarga Tama menerimanya dengan baik. Rima sempat menatapnya dalam, lalu mengusap puncak kepala calon menantunya dan berkata, "Kamu gadis yang baik. Orang tua kamu pasti bangga punya putri secantik dan semandiri kamu."

Usapan dan tatapan itu mengingatkan Risa pada mendiang ibunya. Sepiring nasi, sayur bayam dan jagung manis, buatannya pun tak luput menggulung perempuan itu ke kubangan rindu.

Usai mengobati lebam di pinggang Tama, Risa mencoba menyendok bayam dan jagung manis lagi ke dalam piring. Menyantapnya dalam beberapa suap. Tepat pada suapan terakhir, ia tergugu. Di hari bahagianya nanti, tak akan Risa lihat wajah ibunya yang menangis haru melihat putrinya dinikahi pria baik-baik. Di hari pernikahannya nanti, tak akan ada ayahnya yang menjabat mantap tangan kanan kekasihnya di atas meja akad.

Risa sendiri.

Ia cepat-cepat meletakkan sendok ke atas piring. Menghapus isak tangis yang membasahi pipi, disambut peluk ketika Tama mendekat padanya.

"Mama kamu bikin aku ingat sama Ibu," isaknya.

Tama mengusap lembut rambut perempuan yang akhir-akhir ini gampang sekali menangis. "Kalau gitu, kita bisa berbagi sekarang. Kamu boleh panggil dia Mama juga. Tapi maaf, dia cerewet dan berisik," candanya.

Risa tertawa kecil seraya memukul pelan dada laki-laki itu. "Nggak boleh ngata-ngatain orang tua, Mas!"

Laki-laki itu kembali merapatkan jarak. "Ayo, kita cepat balik ke Jogja. Aku nggak sabar bawa kamu pulang."

Keduanya berpelukan lalu saling bersandar. Hari ini, meski ada insiden kepergok calon mertua, ada sesuatu yang melegakan perasaan Marisa setelah sebulan ini tertekan dan merasa sendirian. Permintaan Tama untuk berbagi menanggung sakit sama-sama ternyata ada benarnya juga.

**

Grup Darurat Keluarga Baskoro


Ndoro Agung:
Pita! Kamu, kok, nggak bilang di vila masih ada Risa?! Tidur satu kamar pula!

A

mara:
Duh, ada apa lagi ini? 🙄

Pitaloka:
Lah, kata Papa kemarin kita sepakat nggak usah ikut campur urusan Mas Tama lagi, kan? Ya, aku nggak urusin Mas mau tidur sama siapa. 😩

Ndoro Agung:
Ya, nggak gitu juga konsepnya Pita, ah! 😢


Pitaloka:
Yaaah, maafkan atas keteledoran hamba mengawasi bayi tua, Ndoro. Hamba menyesal. Lain kali Mas aku bilangin kalau mau tidur kudu rame-rame, nggak boleh dua-duaan. 😔

Amara:
😑

Kekasih Ndoro Agung:
Udah, nggak usah dibahas. Minggu depan kita siap-siap bawa rombongan ke Jogja. Katanya mau lamaran.

Pitaloka:
Mas Tama mau nikah? 😱

Amara:
Kenapa emotnya terkejut gitu dah?

Pitaloka:
Mas aku yang dulu manjanya ngalah-ngalahin Meta mau kawin? 😱

Pitaloka:
Ralat. Nikah.

Amara:
😩

Amara:
Punya adik satu gini amat.

**

(11-04-2023)

====🏖🏖🏖====

Si Pita emang paling sableng sekeluarga. Dia adik kesayangan Tama sebenarnya. Paling bontot, tapi paling rese kalo udah bongkar-bongkar aib masnya. 😂

Btw, yang belum baca part 15, nggak bingung, kan, sama alurnya? Udah aku kasih clue kalo Risa mau nikah sama Tama akhirnya. 🤭

Oke, mau next lagi yang cepet apa lambat? 😆

Kalau mau cepet, tolong lapak komentar dibom aja, ya, sampai meledak. 🤣

Vote jangan lupa. Buat yang udah dukung karyaku di KaryaKarsa, terima kasih. Semoga rezeki kalian lancar dan sehat selalu. Aamiin. 🥰🤗

====🏖🏖🏖====

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top