3. Selamat Pagi, Malam!
Senin itu, Dru lebih banyak menghabiskan waktu di Kota Koti--coffee shop miliknya--dan studio. Kota Koti merupakan kedai Kopi dan Teh yang berada di dekat jantung Ibu Kota. Sesuai dengan nama yang Dru berikan, 'Kota' karena terletak di Ibu Kota sementara 'Koti' singkatan dari kopi dan teh. Sesederhana itu Dru memberi nama. Kota Koti berada di lantai 2, sementara di lantai 1 adalah studio musik milik Dru. Jika di lantai 1 lebih banyak Dru habiskan dengan meeting, membuat lagu, menggubah lagu, rekaman dan segala hal yang berhubungan dengan pekerjaannya, sedangkan di lantai 2 Dru mendapatkan suasana baru. Dru bisa membuat kopi, menyeduh teh, sekedar duduk dekat jendela besar sembari membaca buku diteman lagu-lagu folk pilihannya yang mendayu-dayu.
Kota Koti mengusung konsep klasik modern. Terdapat balkon yang langsung bisa melihat kesibukan ibu kota, jendela-jendela besar yang membawa kita pada indahnya senja. Memang, Kota Koti hanya buka pukul lima sore hingga tengah malam. Lampu-lampu di Kota Koti dibuat sedikit temaram membawa suasana hangat dan nyaman, di bagian dalam Kota Koti selain adanya meja bartender, di bagian tengah terdapat rak buku melingkar yang berisi buku koleksi Dru dan beberapa buku yang sengaja Dru beli sesuai minat baca pengunjung Kota Koti, ada beberapa hiasan kuno yang menempati sisi kosong rak buku tersebut, bersisian langsung dengan album-album lagu koleksi Dru juga album-album Sunda Kelapa serta beberapa band indie Indonesia beraliran folk yang berada di bawah naungan label musik yang Dru dirikan.
"Rud, besarkan sedikit volume-nya." Dru yang sedang mengelap kering gelas-gelas yang selesai dicuci, meminta Rudi--karyawannya yang berada di balik meja kasir--untuk menaikkan sedikit volume sound. Dru ingat jika malam ini Kanya akan ikut siaran di Starry Night, jadi Dru tidak mau melewati kesempatan itu.
Rudi menaikkan volume secara perlahan-lahan agar tidak membuat kaget para pengunjung. Lamat-lamat terdengar suara petikan gitar yang mengiringi suara nyanyian seorang perempuan. Dru melirik jam tangannya, sudah jam delapan lewat lima belas menit. Dia mendengarkan nyanyian perempuan itu dengan seksama. Dru menghentikan kegiatannya, meletakkan cangkir yang dia pegang lalu menyanggakan kedua tangannya di meja bartender. Ada perasaan aneh saat Dru mendengar suara perempuan itu. Dua hal yang dia tangkap adalah. Kesepian dan kerinduan yang begitu menyesakkan dada Dru.
https://youtu.be/To9NrqHKkDU
Bintang yang sendiri datang malam ini
Biar tak sendiri tak cemas karena pagi
Melayang-layang ke dada
Ada rindu yang hangat disitu
Semalam saja,lalu ku biarkan
engkau menyelinap, pergi jauh--Agustin Oendari (Selamat Pagi Malam)
***
Jam setengah sepuluh malam, tiga puluh menit dari usainya siaran Starry Night. Dru dengan sabar menunggu Kanya di depan Sky High Radio. Samar-samar Dru sedikit hapal dengan jadwal siar program Starry Night. Di hari Senin hanya ada 60 menit dimulai dari jam delapan, semantara di hari Selasa hingga Kamis jadwal Starry Night lebih lama, dua jam. Dru tidak tahu, pun pendengar yang lain tidak akan tahu alasan dari waktu siar Starry Night.
Dru bersandar di kap mobilnya sambil sesekali melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Malam itu, Jakarta sedikit lebih dingin dari biasanya, mendung juga sedari sore tidak mau pergi. Sekali lagi dia melongokkan kepalanya ke pintu kaca Sky High Radio, dia lalu melihat bayangan Kanya berjalan bersama seorang perempuan. Keduanya nampak bercanda dengan akrab.
Lama-kelamaan terdengar suara tawa Kanya diiringi pintu kaca yang terbuka. "Aku boleh kan, Mbak main-main atau ketemu sama Mbak Janina lagi?"
"Kanya!" Dru memanggilnya sebelum Janina sempat mengiyakan permintaan Kanya.
"Loh?! Abang?! Ngapain disini?" Kanya bertanya dengan bingung. Padahal dia tidak meminta Abangnya untuk menjemputnya.
"Jemput kamu, lah! Ngapain lagi?" Dru berjalan mendekati Kanya dan Janina yang masih berdiri di teras Sky High Radio.
"Kan, aku minta Ayah yang jemput. Ayah kenapa emangnya?"
"Ayah lagi ada urusan mendadak sama Kakek. Tadi buru-buru ke rumah Kakek sama Bunda juga." Dru menjelaskan dengan tenang, berlawanan dengan degup jantungnya yang berlompat-lompat saat dia sengaja melirik Janina yang memperhatikannya dan Kanya. Astaga, gue nggak lagi jatuh cinta sama perempuan ini, kan? Sial! Gue bahkan baru lihat sekali di McD! Salahkan suaranya yang bikin gue kepikiran terus!--rutuk Dru dalam hati.
"Oh iya!" Dru menatap Kanya dengan cepat. Saking cepatnya setelah diam-diam memperhatikan Janina membuat Kanya mengerutkan kening. "Ini Mbak Janina. Yang di McD itu lho, Abang! Tebakanku benar, kan? Mbak Janina ini baik dan cantik."
Janina tersenyum malu mendengar pujian Kanya. Dia lalu mengulurkan tangannya pada Dru. "Janina."
Dru membalas uluran tersebut. "Dru."
"Mbak Janina pulang naik apa?" pertanyaan Kanya membuat acara berkenalan itu terkesan singkat.
"Naik kendaraan umum."
"Malam-malam begini?" Janina menganggukkan kepalanya menjawab pertanyaan Kanya. "Bareng kita aja, Mbak. Rumah Mbak dimana?"
"Di... Bintaro."
"Wah, kebetulan banget! Coffee shop abang deket situ juga. Atau..."
"Atau apa?" Dru tahu adiknya ini sedang merencanakan sesuatu.
"Ngopi-ngopi dulu yuk, Mbak Janina! Nggak lagi buru-buru, kan? Mampir ke Kota Koti bentaran." Janina nampak menimbang-nimbang tawaran Kanya. Dia melihat jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. "Ada yang nungguin Mbak pulang, ya? Atau... nggak boleh keluar sampe larut malam sama orang tuanya?"
"Eumm..." Janina menggeleng pelan. "Nggak ada sih," Janina sebenarnya sedikit canggung. Tapi rasanya menolak juga tidak tega melihat wajah Kanya yang penuh harap itu. "Ya udah deh, nggak pa-pa."
"Horeee!!" Kanya melonjak kegirangan lalu menarik tangan Janina menuju mobil Dru. Sementara Dru hanya mampu mengulum senyum, dia tahu adiknya seolah memberikan jalan untuk Dru lebih mengenal Janina.
***
Kanya tertidur pulas saat mobil Dru terparkir manis di depan Kota Koti. Janina yang duduk di sebelah Dru--hasil paksaan Kanya dengan alasan yang tua duduk di depan--menatap Dru bingung. Kanya tertidur sementara dia terjebak berdua dengan Dru. Janina bisa mendengar Dru mendesah pasrah lalu menggeleng-gelengkan kepala. "Udah tau daya tahan matanya cuman sampai jam sepulu, sok-sok an ngajakin ngopi." Gumam Dru pada dirinya sendiri.
"Saya tidurin Kanya dulu di kamar saya yang ada di studio ini, kamu naik saja dulu. Cari tempat dan pesan kopi atau teh. Nanti saya susul, jadi nggak enak sama kamu." Janina dan Dru turun dari mobil. Dru lalu membuka pintu belakang, menarik tangan Kanya dan memindahkan tubuh Kanya ke punggungnya. Janina memperhatikan saja, belum beranjak naik ke atas. "Bisa minta tolong?"
"Ya?"
"Kunci pintu studio ada di dashboard mobil, saya minta tolong ambilkan dan bukakan pintunya."
Janina kembali membuka pintu depan mobil dan mengambil kunci dengan gantungan menara Eiffel lalu membantu Dru membukakan pintu. "Terima kasih ya, kamu naik aja. Saya taruh gadis manja ini di kamar dulu."
Janina tersenyum mendengar Dru menyebut Kanya dengan 'gadis manja', dia lalu naik melalui tangga melingkar dan disuguhi oleh suasana ramai namun nyaman yang pernah dia temui. Terdengar suara musik mengalun lamat-lamat dibarengi oleh obrolan dan canda pengunjung. Janina lalu masuk ke bagian dalam dan memesan chamomile tea dan seporsi cheese cake. Dia kemudian mengambil tempat di dekat jendela besar setelah melakukan pembayaran. Lagi-lagi Janina memilih posisi yang begitu strategis dimana dia bisa mengamati semua orang dan hanyut dalam keramaian.
Tak lama pesanan Janina datang bersamaan dengan Dru yang duduk dihadapannya. "Maaf ya, kalau tadi selama siaran Kanya merepotkan kamu." Dru berbasa-basi, menghilangkan kecanggungan diantara keduanya.
"Nggak. Kanya nggak meropatkan. Dia seru, siaran hari ini berjalan menyenangkan karena dia."
Dru tersenyum. "Syukurlah kalau begitu."
"Kanya sepertinya dekat sekali dengan kamu."
"Berapa ya, perbedaan umur kami? 10? 11? Ya, segitulah kira-kira. Kami dua bersaudara, mau tidak mau dia dekat dengan saya."
"Saya suka sama Kanya," ucap Janina apa adanya. Kalau sama gue suka nggak?--Dru bertanya dalam hati. Dia bukan Dave yang suka ceplas-ceplos. "Saya anak tunggal, ketemu dan kenal Kanya kayak punya saudara. Punya adek cewek yang bisa diajakin seru bareng."
"Ajak aja Kanya main, dia juga suka sama kamu. Setiap mendengarkan Starry Night, dia pasti muji-muji kamu."
Janina tertawa untuk menutupi rasa malunya. "Eh iya, bener kamu manggil Kanya, 'Nyamnyam' gara-gara dia suka makan?"
Kini gantian Dru yang tertawa. "Tidak juga sebenarnya, apa yang Kanya bilang di radio tadi hanya setengahnya yang benar. Iya, dari kecil dia suka makan. Pipinya gembil, suka saya cubitin karena gemas. Lalu, waktu dia bisa ngomong sepatah dua patah kata dan saya tanya namanya siapa, dia pasti bilang 'nyam nyam nyam' sambil mulutnya ngunyah-ngunyah."
Janina tertawa lepas mendengar cerita Dru.
"Sambil diminum tehnya. Cheese cake-nya juga sambil di cemilin. Saya kebanyakan ngomong jadinya kamu nggak makan-makan."
"Santai saja," Janina menyeruput tehnya. Dia lalu melemparkan pandangan ke sekeliling Kota Koti. Interiornya yang unik memikat hati Janina, apalagi suasananya. "Ini... kamu yang design sendiri?"
Dru ikut melihat sekeliling. "Tidak juga. Saya dibantu sepupu saya yang anak design interior. Lumayan gratis, memanfaatkan keluarga. Hehehe."
"Saya suka suasananya, ramai tapi nggak berisik. Saya juga suka pilihan lagu-lagunya yang sedari tadi diputar. Apa saya juga bisa pinjam buku yang ada di rak itu?"
"Silahkan!" Dru mengibaskan tangannya. "Buku itu sengaja saya taruh situ supaya pengunjung saya yang suka membaca bisa pinjam. Tidak boleh dibawa pulang, dibaca disini saja. Tapi, kalau kamu mau pinjam dan dibawa pulang, saya kasih ijin."
"Wah, saya jadi nggak enak."
"Nggak pa-pa. Soalnya Kanya kan, kenal kamu. Jadi ntar kalau bukunya nggak kembali saya mudah nyari kamu. Hahaha."
Janina tertawa. "Terima kasih, kalau begitu."
"Ngomong-ngomong," Dru menggantungkan kalimatnya, membiarkan Janina memotong cheese cake-nya dan melahapnya. "Ini meja favorit saya kalau lagi duduk-duduk di Kota Koti."
"Kenapa?"
"Karena dari jendela besar ini, saya bisa melihat senja. Saya bisa menemukan ketenangan, dan mengabaikan keramaian di belakang saya."
Janina mengangguk-anggukkan kepalanya. "Kalau saya, memilih meja ini karena dari sudut tempat saya duduk, saya bisa melihat keramaian. Saya bisa melihat banyak ekspresi di wajah orang-orang."
Setelahnya tidak ada bahan obrolan lagi. Dru memilih memandang langit malam yang pekat karena mendung, sementara Janina memilih memperhatikan orang-orang yang sibuk berbicara. Keduanya nampak bertolak belakang. Dan keduanya menikmati suatu hal yang berbeda dari sisi yang sama. Dalam diamnya Dru tersenyum sendiri mengingat dia tersihir oleh suara Janina.
"Kenapa namanya Kota Koti?" Janina memecah kesunyian dan membuat Dru mengalihkan pandangannya dari langit pekat ke wajah Janina.
Dru meyilangkan kedua tangannya lalu menumpunya di meja. "Sederhana saja. Karena berada di Kota dan saya menjual Kopi dan Teh. Saya menggabungkannnya. Kota, Kopi dan Teh. Kota Koti."
Janina tersenyum kecil, nama sederhana yang mungkin tidak semua orang terpikir. Termasuk dirinya. Pikiran Dru begitu sederhana, terlihat dari dia memberi nama tempat nongkrong anak muda ini. Mungkin orang-orang akan berpikir lebih rumit untuk memberikan satu nama saja.
"Anyway, saya dengar kamu bernyanyi tadi. Pilihan lagu kamu enak juga." Sebenarnya bukan itu yang ingin Dru katakan tapi, saya dengar kamu bernyanyi dan saya jatuh cinta dengan suara kamu saat itu juga. Apalagi setelah bertemu kamu.
"Terima kasih. Saya dapat saran lagu itu dari follower saya di twitter. Dia mengirimkan link lagu tersebut dari soundcloud. Saya dengarkan, dan saya langsung jatuh cinta. Musiknya terdengar sederhana, tapi liriknya walaupun sederhana tapi terasa penuh makna. Judulnya, Selamat Pagi Malam yang nyanyi Agustin Oendari."
"Kamu ada lagunya? Bisa kirimkan ke saya?"
"Ada."
"Tapi, yang versi kamu ada nggak? Saya lebih suka yang versi kamu."
Janina terdiam, jari-jarinya yang tadi sibuk membuka playlist lagu di handphone-nya mendadak ikut berhenti.
***
Tiga puluh menit sebelum percakapan antara Dru dan Janina...
Dru membanting pelan tubuh Kanya di spring bed lalu menendang-nendang pelan kaki Kanya. "Heh! Bangun Nyamnyam! Abang tahu kamu pura-pura tidur!" Kanya membuka matanya perlahan lalu tersenyum jahil melihat abangnya yang sedang berdiri di depannya dengan bersidekap. Kanya lalu duduk bersila di kasur. "Apa yang kamu rencanakan?"
"Mbak Janina... cantik lho, Bang! Hehehe."
"Lalu?"
"Masa abang nggak suka sama Mbak Janina? Kalau Abang nggak suka sama Mbak Janina, wah, bahaya! Cuman orang homo yang nggak suka sama Mbak Janina!"
"Abang masih normal, Nyamnyam!"
"Hehehe. Kalau Abang nggak homo... berarti Abang cowok brengsek. Plihannya cuman dua, Abang, kalo nggak homo ya, brengsek."
Dru mendesah kasar. "Jangan bicara berputar-putar, Nyamnyam. Apa rencana kamu?"
"Deketin Mbak Janina, gih! Masih jomblo kayaknya."
Dru kembali menghela napas dan duduk di pinggir kasur. Kanya memeperhatikan Abangnya yang mendadak diam seribu bahasa itu. Biasanya Dru selalu menolak dan bicara panjang lebar jika Kanya bawel menyuruh Dru berkenalan dengan wanita-wanita yang biasanya hadir di pesta-pesta atau perjamuan makan malam yang sering digelar oleh Keluarga besar Gilli. Karena Dru tahu, diacara itu hanya ada sosialita 'kelaparan' yang mencari mangsa cucu keluarga Gilli yang belum taken dan mendapat gelar TOP Bachelor.
"Abang suka ya, sama Mbak Janina?" tebakan Kanya tidak bisa membuat Dru mengelak atau mengiyakan. "Semudah itu ya, seseorang menyukai seseorang. Hanya karena pertama bertemu? Bahkan ngobrol panjang pun, nggak deh."
"Abang udah ketemu dia dua kali. Pertama kali di McD, ingat?"
"Oh iya!" Kanya menepuk jidatnya.
"Abang sengaja duduk di depan dia. Asal kamu tahu, pada saat itu masih ada dua kursi kosong di bagian dalam, dan tadi Abang dengar suara dia bernyanyi. Di hari Senin biasanya Abang menghabiskan waktu seharian di studio. Ntah kenapa, selesai meeting sore tadi, Abang memilih naik ke Kota Koti. Dan kebetulan kamu ikut siaran di hari Senin, program Starry Night. Di hari Senin, Abang nggak pernah dengarin program itu. Sama sekali. Dan tadi, Rudi dengerin Starry Night waktu abang bantuin ngelap gelas. Karena Rudi tahu dari Abang kalau kamu ikut siaran. Dan, pada saat itu juga Abang dengar nyanyian Janina. Jadi, God bless Monday! Karena kata Rudi, live acoustic dimana Janina bernyanyi hanya ada di hari Senin."
***
Kembali disaat Dru meminta lagu Selamat Pagi Malam versi Janina. "Eung, saya nggak pernah merekam suara saya saat bernyanyi."
"Kalau begitu, kapan-kapan kamu bisa mampir ke studio saya. Di lantai bawah. Kamu bisa sekali-kali mencoba merekam suara kamu untuk kamu nikmati sendiri."
Janina tercenung sejenak, mimpinya dulu adalah masuk ke studio rekaman. Bukan untuk merekam lagu dan membuat album. Dia ingin merasakan sensasi di dalam ruangan rekaman itu. "Saya... saya bisa mencobanya?"
Dru mengangguk dengan yakin, kalau itu bisa membuatnya semakin dekat dengan Janina, apapun dia lakukan. "Kapan kamu ada waktu saja. Saya selalu menghabiskan waktu di studio kalau bosen ya, naik ke Kota Koti."
"Kalau itu tidak merepotkan."
"Sama sekali."
Dru lalu kembali membuang pandangan ke luar jendela besar. Kali ini bukan langit pekat yang dia lihat, melainkan kesibukan Ibu Kota yang semakin malam semakin tidak punya lelah. Kesibukan itu mengintip sedikit dari kejauhan. Dru mendesah panjang, menyandarkan tubuhnya seraya bergumam. "Selama pagi, Malam!"
Janina yang mendengar gumaman Dru melihat lelaki itu sedang menatap keluar jendela. Janina juga melihat keramaian Ibu Kota yang mengintip. "Ya, Selamat pagi, Malam!"
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top