4. Bukan Pemimpin Yang Cuma Tukang Perintah, Kan?
-
-
Bola mata Maya bergerak ke kanan dan ke kiri mengikuti gerakan seorang lelaki yang sibuk mondar-mandir di depan ruang meeting sejak lima belas menit yang lalu.
"Enggak usah dilihatin. Kalau lagi pusing kelakuan dia emang gitu. Belum setengah jam aja nih dia begini, darl," bisik Nino yang duduk di sebelah Maya sambil mengerjapkan matanya genit.
"Biasanya setengah jam?" bisik Maya seakan terkejut. Namun, segera dia mengalihkan tatapannya ke depan saat merasakan tatapan sinis perempuan yang tadi Takka perkenalkan sebagai Alana, bagian finance sekaligus HRD di sini. Aneh.
"Genta mana?" tanya Takka tiba-tiba seketika berhenti tepat di tengah-tengah ruang meeting.
"Belum sampai. Kesiangan bangun gara-gara kebanyakan makan daging kali. Maklum anak kost-an jarang makan daging," celetuk Nino membuat Alana tersenyum tipis.
"Oke forget it!" potong Takka seraya mengambil sebuah spidol dari atas meja. "Mending kita list aja dulu progress nya sekarang, dan lu Maya ... Jangan bengong! Perhatiin baik-baik, kalau ada yang mau lu tanyain langsung aja, oke!"
Maya yang kedapatan melamun hanya mengangguk buru-buru. Sementara itu, Nino dan Alana mengeluarkan laptop masing-masing di atas meja.
"Jadi pengantin kita ini namanya, Nissa dan Reksa, mereka bakal nikah sekitar 2 bulan lagi atau tanggal 11 November," terang Takka sambil menuliskan nama kedua mempelai di papan tulis. "Mereka pilih paket B all in dengan tema pernikahan adat sunda, dan ini pertama kalinya kita dipercaya sebagai planner bukan organizer. Kit ...." Keterangan Takka menggantung di udara melihat tangan Maya sudah terulur ke atas.
"Kenapa May?" tanya Takka menatap perempuan itu enggan.
"Tadi kan lu bilang kalau ada yang mau ditanyain, langsung tanya aja," kata Maya memberikan pembelaan. Takka tersenyum masam sambil mengulurkan tangannya ke depan, mempersilahkan Maya untuk bertanya.
"Gue mau tanya, emang apa bedanya planner sama organizer? Gue pikir sama aja."
Dengkusan serta senyuman skeptis samar-samar Maya tangkap dari arah Alana. Tanpa peduli, Maya menatap Takka seperti menunggu jawaban.
"Hm ... Bedanya, kalau planner kita atur semua prosesi pernikahan dari awal sampai hari-H, tukar pikiran, sampai tempat curhat pengantin. Jadi, bisa dibilang posisi kita di sini selain sebagai perantara juga konsultan buat kedua keluarga, vendor dan si pengantin," tutur Takka sambil meletakan ujung spidol di dagunya, kebiasaan baru dari lelaki itu yang Maya temukan.
"Sedangkan organizer kita cuma bantu mereka untuk hari pernikahan, dan kita enggak terlibat dari awal. Biasanya pengantin udah punya daftar vendor, jadi kita cukup bantu ketemu dengan vendor sebagai perwakilan keluarga. Udah ngerti?"
"Lumayan."
Takka menggerutu pelan mendapatkan jawaban singkat dari Maya.
"Lanjut. Catering, make up dan seserahan gimana, Lan?" tanya Takka kemudian.
"Aman."
"Dokumentasi, videography dan all design ... Genta," gumam Takka menuliskan nama masing-masing penanggung jawab di tiap bagian. "MC, gedung, dan dekorasi, No?"
"Fine sih, Ka. Tapi masalah dekorasi, kemarin Ibunya Mbak Nissa request untuk bunganya jangan soft pink tapi putih, terus ada beberapa detail yang di-cut karena terlalu norak gitu. Jadi, paling butuh meet up lagi bareng vendor untuk diskusi lebih lanjut," terang Nino membaca data dari balik laptop.
"Oh, iya. Terakhir gue ngobrol sama Mbak Nissa dia minta selain ada Tari Merak juga ada Ki Lengser, dan mereka juga enggak keberatan kalau harus ada tambahan fee," tambah Takka teringat obrolannya dengan Nissa tempo hari via telepon.
"Kan kemarin udah aku bilang, Tak. Namanya adat sunda itu ada Ki Lengser sebagai salah satu prosesi penjemputan pengantin prianya. Enggak percaya banget sih?" gerutu Alana sambil membenahi ikatan pada rambut panjangnya. "Buat itu, nanti aku tanyain ke sanggar langganan Mami Naya. Kayaknya mereka bisa deh sediain sekaligus penarinya."
"Oke. Nanti lu make sure lagi gimana hasil akhirnya oke?"
"Next wardrobe," Takka langsung memmijit keningnya menuliskan make up dan baju pengantin, "Shit!" umpat Takka terlihat penuh emosi hingga Maya yang hampir tertidur menyembul dari duduknya.
"Kok bisa sih Lan? Kita udah booking dari enam bulan yang lalu lho. Kok bisa-bisanya sih dia cancel gitu aja?!"
"Yah, mana aku tahu, Tak. Aku juga baru dikabarin orangnya Dhea Gumirang. Kata dia klien yang mau mereka urus itu sahabatnya yang punya, dan satu lagi mereka artis," ujar Alana pasrah, "Ya enggak aneh sih, kalau mereka lebih pilih mereka. Apalagi planner yang pegang mereka Djelantik, apalah kita dibangin mereka."
Takka terdiam. Maya yang sudah kembali segar dapat menangkap kesan kecewa dari wajah lelaki, yang kini berdiri sambil menumpukan kedua tangannya pada meja ruang meeting.
"Emang enggak ada desainer lain? Bukannya kita punya banyak daftar desainer yang sering kerja sama bareng?" tanya Takka dengan intonasi lebih tenang.
"Desainer lain sih banyak, Ka. Tapi kan keluarganya Mbak Nissa maunya itu rancangan Dhea Gumirang. Harus dan kudu," timpal Nino dengan gaya khasnya.
Setelah diam beberapa saat, Takka tiba-tiba mengangguk lantas menatap Nino. "Kalau gitu lu bikin daftar desainer mana aja yang setara dengan Dhea Gumirang. Oh, iya kalian butuh berapa freelancer buat proyek ini?"
"Lima mungkin. Tapi, mereka kalau bisa mulai minggu depan, karena gue kayaknya enggak bisa harus urus vendor sendiri."
Takka mengangguk paham untuk selanjutnya menuliskan angka tersebut di papan tulis. "Kalau lu, No?"
"Sama."
"Anyway di sebelah lu kan udah ada satu. Berarti kurang empat orang lagi."
Maya dan Nino saling tatap mendengar ucapan Takka.
"May untuk sekarang lu bantuin Nino, oke! Nanti seperti biasa lu mulai sebar loker aja di kampus, No. Atau anak-anak kemarin kita hubungi lagi aja Lan, siapa tahu mereka masih mau uang jajan tambahan."
Kedua orang di sana mengangguk mengerti akan tugas masing-masing. Sementara Maya, dari wajahnya dia terlihat masih belum seratus persen paham. Satu-satunya yang dia mengerti hanya membantu Nino. That's it.
"Terus sekarang siapa yang available buat ketemuan dan terangin masalah wardrobe ke Mbak Nissa?"
Mendadak suasana di ruang meeting yang sedari tadi penuh gumaman juga suara jari yang beradu dengan keyboard laptop, seketika senyap. Sesekali Maya dapat melihat Nino dan Alana saling melempar pandangan.
"Kayaknya gue enggak bisa, Ka. Gue kan kudu ketemu vendor buat diskusi masalah dekor," celetuk Nino tanpa rasa bersalah.
"Lan?"
"Aku juga enggak, Tak. Aku kudu mastiin penarinya available tanggal segitu."
"Genta?" tanya Nino tiba-tiba.
"Big No!" potong Takka cepat. "Yang ada klien kita kabur ngobrol sama dia. Terus siapa lagi dong ..."
"Lu," celetuk Maya tiba-tiba.
Takka terdiam menahan jengah. Diam-diam dia meneguk salivanya kasar.
"Nah, bener tuh. Kenapa enggak lu aja? Gue yakin kok lu bukan tipe pemimpin yang cuma tukang perintah doang, ya kan? Yah, palingan diomelin dikit enggak apa-apa lah," kata Nino menahan tawa. Berbanding terbalik dengan ekspresi Takka.
"Oke. Tapi gue juga butuh satu orang buat bantuin gue ketemu mereka nanti," ujar Takka melirik Maya sambil menaikkan salah satu alisnya.
"Gue? Kenapa enggak yang lain? Gue kan masih anak bawang, nanti kalau salah ngomong gimana?" protes Maya tidak mau kalah.
"Terus siapa lagi, darl? Freelancer kan kemungkinan baru ada minggu depan."
"Karyawan lain gitu?"
"Kamu pikir kita WO gede? Kita ini cuma berlima sama kamu dan karena tim kita kecil, harusnya kamu harus tahu dong kalau team work itu penting di sini," sela Alana tanpa tedeng aling-aling.
"Lu cukup temenin dan kasih saran soal model kebaya aja kok. Enggak susah," ujar Takka menengahi.
Model kebaya? Boro-boro paham model, kebaya aja gue enggak punya. Gerutu Maya dalam hati.
"Oke." Maya mengiakan walaupun orang-orang di sana dapat membaca bila senyum tipis dan kata yang perempuan itu keluarkan barusan, berbeda seratus delapan puluh derajat dengan hatinya.
"Nice. Kalau begitu. Sekarang kita bubar. No, gue tunggu daftar desainernya malam ini. Thanks guys, gue tunggu progress-nya minggu depan, kalau ada masalah langsung kabarin gue."
***
TBC
Acuy's Note :
Sorry ya kalau update-nya telat dan minimalis. Hehehe maklum efek liburan, distraksi dimana-mana. XD
Anyway, Happy New Year! Seperti kata Nostress di lagunya Tahun Baru Lagi,
"Tahun baru lagi, tahun baru banyak resolusi, resolusi tanpa aksi sama aja basa-basi."
Yuk mulai ambil aksi, jangan cuma kebanyakan buat resolusi, dan semoga tahun 2018 ini kita bisa menjadi pribadi yang lebih baik, minimal buat diri sendiri. Bye~
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top