23. Cewek Itu Aneh

-

-

"Dari mana lo tadi sore?"

Pange memutar kursi ke belakang. Kedua bola mata Pange lantas mengintip dari balik kacamata, ketika Damar muncul membawa kasur lipat dengan sebuah pertanyaan meluncur dari mulutnya. Seketika Pange diam. Kepalanya sibuk mencerna dan memilah-milah jawaban yang tepat.

"Nyebat di bawah," jawab Pange kembali fokus pada tampilan Advergame di dekstop.

Suara debaman kasur yang bertemu dengan lantai terdengar. "Kok enggak ketemu? Gue kan ada sejam nongkrong di bawah habis ambil baju ganti," ujar Damar tiba-tiba sudah duduk di sisi Pange.

Mata Pange melirik ke samping. Ekor mata keduanya kini saling melirik satu sama lain. Seperti menyimpan kecurigaan tersendiri kepada sang lawan bicara. Lebih-lebih Pange, yang mendadak waspada dengan gelagat aneh Damar.

"Lupain aja deh," kata Damar kembali mundur ke belakang dan menjatuhkan tubuhnya ke atas kasur. "Udah jam dua, enggak tidur lo Panjul?"

"Tanggung," jawab Pange bangkit seraya menguap lebar, merenggangkan otot-otot punggungnya, dan melangkah menuju sofa. "Yang lain masih di atas?"

"Masih. Masih pada gitaran, mumpung Art Line sepi katanya," jawab Damar dengan posisi telentang dan tangan kanan di atas dada. 

Pange tercenung sesaat, meminum habis kopi pada gelas, dan merebahkan tubuh ke atas sofa, menunggu efek kopinya bekerja lantas membantu mata lelaki itu kembali terjaga malam ini.

Belum satu detik mulut Pange menutup, suara kasak-kusuk dari arah luar terdengar. Bahkan makin kentara ketika suara itu masuk ke dalam ruangan QC dan berubah bentuk menjadi sosok Rio yang terlihat kusut. Masih betah dengan ekspresi kusutnya yang sekarang, lelaki itu duduk di atas kursi, lantas menyalakan dekstop.

Damar dan Pange seketika bangkit duduk dari tempat masing-masing. Pandangan keduanya saling bertemu di tengah, seolah berdiskusi perihal tingkah aneh Rio menggunakan isyarat mata. Sampai keduanya memutuskan mendekat dengan wajah prihatin yang jelas dibuat-buat.

"Beuh, ada yang napsu buat headshot ni?" tanya Damar pura-pura mengintip dari belakang tubuh Rio.

"Kenapa lo?" tanya Pange menurunkan kedua kakinya ke lantai dengan tatapan kepada Rio. 

"Cewek gue ngambek." Rio mendengkus kesal dan memutar kursinya menghadap dua senior di belakang. "Gara-gara dari kemarin gue cuekin."

"Tambah lagi dah pasukan patah hati," celetuk Damar tanpa sadar. 

BRUG!

Sebuah bantal sofa melayang ke arah Damar. Siapa lagi jika bukan berasal dari satu korban patah hati lain, yang berdecak dari arah sofa dengan aroma membunuh amat kentara. Rio yang sadar akan hal itu, menatap Pange dengan tawa ditahan kuat-kuat. Seakan-akan lupa dengan suntuk yang sedari tadi menggelayuti pikirannya.  

"Ketawa lagi si Kunyuk!" seru Pange pura-pura dongkol dari arah sofa.

"Refleks Bang," jawab Rio meringis geli.

"CS GO* lah!" ajak Damar tiba-tiba dengan semringah bangkit dari kasur dan bersiap di depan laptop. "Nge!"

"Nonton aja."

Damar mengedik dan mulai memainkan joystick-nya di atas meja. Diam-diam Pange tersenyum tipis menyaksikan tingkah dua anggota timnya beradu strategi di dalam map game FPS itu. Bahkan wajah yang semula layu tampak mulai bergairah di depan sana.

"Yakin nih kita Rush*?" tanya Rio tampak serius dengan senjata AK-47* dalam game.

"A atau B?" tanya Damar masih serius di depan layar. "Gue udah siap AWP* nih."

"A aja. Gue yang planted*."

Terrorist Win    

Ekspresi dua orang di sana tampak semringah melihat layar memunculkan dua kata tersebut lima menit kemudian. Pange tanpa sadar ikut terkekeh ketika keduanya kegirangan bak anak TK yang baru saja dibelikan mobil-mobilan remote control

"Gue bingung sama pikiran cewek." Rio meletakkan joystick ke atas meja tiba-tiba, setelah hampir setengah jam berkutat dengan game. "Diperhatiin terus dibilang posesif, lupa diperhatiin dibilang cuek malah dikira selingkuh lagi. Padahal gue udah turutin semua maunya dia."

"Satu lagi, giliran kita turutin maunya dia dan berusaha ada buat dia, kita dibilang terlalu baik," gumam Damar menimpali. "Terus dia bilang, kita cocoknya jadi sahabat aja deh."

Pange yang diam-diam masih mengamati dari jauh terkekeh pelan. "Curhat banget Dam?" celetuknya mengingat beberapa calon gebetan Damar yang selalu kandas ditahap pendekatan.

"Seenggaknya gue udah ada usaha nembak ya, Panjul," celetuk Damar jelas tidak terima. "Daripada yang ngakunya punya rasa tapi sok-sokan jadi pahlawan. Avenger udah enggak buka loker Brother."

"Kampret!"

Rio terbahak dengan keras. Apalagi Pange sudah berlari mendekati Damar siap untuk mengunci leher lelaki itu agar mulutnya mau diam. Otomatis Damar bangkit dan menghindar. Menciptakan kejar-kejaran ala Tom and Jerry di ruangan QC selama hampir lima menit. Sampai akhirnya mereka menyerah, kemudian memilih duduk di sisi kanan dan kiri Rio. Kelelahan dan kehabisan nafas.

"Tapi kalau boleh jujur, di umur segini justru gue mulai mikir," kata Damar tiba-tiba memandangi jendela gedung dari balik layar dekstop yang berjejer di pinggiran ruangan QC. "Kayaknya better enggak sih dapat pasangan yang justru bisa dukung kita dan ngelengkapin, ketimbang cuma karena rasa sesaat apalagi seksi?"

"Iya juga sih," kata Rio manggut-manggut ikut meratapi hubungannya sambil memandangi jendela di depan. "Tapi masalahnya enggak banyak cewek yang mau mikir sesimpel itu, Bang. Cewek itu ribet. Kudu romantis-romantisan dulu lah, kudu inget semua tanggal-tanggal segala, ngapain coba? Sejarah sama Bahasa gue aja payah."

"Belum lagi terjemahin bahasa mereka yang maksud sama ucapannya beda. Buset! Dikira kita Roy Kimochi kali," gerutu Rio lagi makin berapi-api.

"Aneh emang," gumam Damar masih menatap lurus ke arah jendela. 

Ketiga lelaki itu lantas diam. Entah lelah atau bingung harus mengeluarkan kalimat apa lagi. Tak lama, Pange melirik kedua rekan timnya sambil meringis geli.

"Lama-lama gue kok geli ya ngobrol soal begini sama lo berdua," gumam Pange mengedik dan kembali duduk ke atas sofa. Sedangkan Damar dan Rio saling tatap, kemudian menghindar dengan roman malas di wajah mereka.

"Bodo ah." Damar mengangkat kedua bahunya dan menjatuhkan diri ke kasur. Sementara Rio memilih kembali fokus pada pekerjaannya di layar.

Senyap terasa. Pange yang termangu menatap langit-langit, perlahan menggerakkan tangan kirinya untuk menggapai ponsel di atas meja. Sebuah senyum masam muncul tatkala bola matanya membaca chat di sana. 

Masih sama. Masih tidak berubah sejak lima jam yang lalu.

Pangeran HS : Udah sampai rumah?

Penjaga Perpus : Udah. Baru aja.

Pangeran HS : Soal ajakan saya minggu ini gimana?

Read

Yesterday, 20:35 

Pange meletakkan kembali ponsel ke atas meja, menarik nafas panjang, dan melangkah ke arah dekstop untuk mulai mengerjakan tugas yang tersisa di sana. Sementara suara dengkuran Damar, dan gerakan jari-jari Rio pada joystick jelas terdengar meramaikan suasana sunyi di ruangan QC. 

***

Sayup-sayup Pange yang tidur menelungkup di atas sofa, dengan tangan kanan menggantung ke lantai, melihat pergerakan orang-orang di depan matanya. Suara soundtrack game, sampai berisik suara lelaki dan perempuan di sekitar makin jelas terdengar ketika kedua matanya mulai membuka.

Pange menguap lebar, duduk di atas sofa, dan diam beberapa saat. Dari kedua mata yang mengedip pelan itu, dapat dipastikan pemiliknya masih belum sadar seratus persen. 

Setelah melamun selama lima menit, pandangannya tertuju kepada Damar yang tampak serius memainkan joystick di depan layar. Bahkan berkali-kali dia hampir terjungkal dari kursi.

"Dam!" panggil Pange pelan. "Damar!"

Kepala Damar bergerak ke belakang dan buru-buru melepaskan headsetnya, ketika tangan Rio di bahunya mengembalikan dia ke dunia nyata. 

"Kenapa?" tanya Damar enteng kepada lelaki bermuka kusut, rambut berantakan, dan ekspresi suntuk bukan main teronggok di atas sofa.

"Sekarang jam berapa?" tanya Pange menggerayangi gelas-gelas di atas meja, mencari sesuatu yang bisa meloloskan tenggorokannya yang kering akibat bangun tidur.

"Sembilan lewat dua puluh."

"Serius?!" seru Pange hampir tersedak air putih pada salah satu gelas. Buru-buru dia mencari sandal jepit yang semalam dia gunakan dari bawah sofa. "Kenapa lo enggak bangunin gue? Mas Herry cari gue enggak?"

Damar menggeleng. "Tapi Mika tadi ke sini cari lo. Ngelihat lo masih ngorok, dia bilang nanti aja nunggu lo bangun."

"Kenapa enggak bangunin aja sih?!" 

Secepat kilat Pange mengambil handuk kecil dari dalam tas, seperangkat obat ganteng, dan baju ganti, lantas bergegas berlari keluar ruangan. Pasalnya dia lupa bila sepuluh menit lagi akan ada video call dengan publisher Jepang bersama Mas Herry terkait game FPS terbaru mereka. 

BRUK!!

Baru beberapa meter keluar dari ruangan, seorang perempuan tanpa sengaja menubruk tubuh Pange. Sampai teh panas di dalam gelasnya membasahi kaus yang dia kenakan.

"Sorry," suara lembut Mika spontan membuat wajah Pange berubah, lebih-lebih ketika perempuan itu mengusap sisa teh di baju bagian depannya. "Kamu enggak apa-apa kan?"

Pange mengangguk canggung seraya mengelap sisa teh dari kaus dengan tangannya sendiri. "Mau ganti baju juga."

Sedangkan Mika, perempuan yang hari ini mengenakan terusan dengan luaran vest berwarna hitam, mundur satu langkah dan tersenyum tipis ke arah Pange. Dengan tatapan terus mengawasi tampang Pange yang kusut ditambah rambut berantakan, yang justru terlihat lucu untuk dipandangi.

"Kamu baru bangun?"

"Aku baru tidur jam empat tadi pagi. Masalah report untuk beberapa game udah di-submit, tinggal nanti kamu kasih tahu Mas Herry untuk cek. Untuk masalah testing udah aku beresin arusnya. Jadi, minggu depan harusnya udah enggak ada masalah soal deadline," tutur Pange berusaha menghindari tatapan Mika. "Terus soal video call dengan publisher nanti aku nyusul ke ruangan selesai bersih-bersih, oke!"

Mika tersenyum miris saat lelaki itu langsung pergi usai berkata panjang lebar. "Jamnya diundur jadi jam sepuluh."

Decitan sandal jepit yang hampir melangkah menuju pantry muncul. Kepala Pange kembali menoleh ke belakang. "Serius? Oke!"

"Pange!"

"Kenapa?" tanya Pange kembali menoleh ke belakang dengan peralatan mandi di pelukan dan ekspresi bingung kentara jelas.

Mika menggeleng. Tanpa curiga, Pange mengedik dan kembali menjalankan niatnya untuk bersih-bersih pagi ini. Sementara itu, ditinggal seorang diri Mika termenung memandangi punggung Pange yang menghilang ke arah toilet. Di sana tersenyum masam saat teh di gelasnya mendadak terasa hambar.

***

Belum selesai rasa panik akibat terlambat bangun, Pange yang baru saja keluar dari kamar mandi seketika berubah kaku. Lantaran seorang perempuan sudah menyambut dia dengan senyum khasnya di depan pintu toilet. Pange menelan ludah kasar, sementara handuk di tangan dia gunakan untuk menutupi bagian depan tubuh yang tertutupi kaus berwarna gelap.

"Mas ganteng," panggil Tata mengedip pelan. "Sibuk enggak?"

Pange tersenyum terpaksa sambil bergerak menyamping bak kepiting, untuk kabur dari Tata. "Kenapa, Ta?"

"Di ruang meeting tamu, ada orang buat gantiin posisinya Bang Fito. Mas bisa ngobrol buat interview dikit enggak?" tanya Tata yang ikut berhenti melangkah tatkala Pange menolehkan kepalanya dengan roman bingung.

"Gantiin posisi Bang Fito?"

Tata mengangguk dan mengangsurkan map berisi berkas ke pelukan Pange. "Namanya Dwi kenalan Pak Vicky, dia udah 5 tahun jadi producer di game studio Singapura," tutur perempuan itu sambil menunjukkan CV dalam map tadi. "Karena dia nanti bakal kerja bareng di timnya Mas ganteng, Pak Vicky bilang Mas suruh ketemu dulu buat ikut nilai kira-kira cocok atau enggak buat gantiin posisi Bang Fito."

"Kok baru kabarin sekarang? Ini bukan gara-gara masalah deadline yang molor kemarin, kan?" tanya Pange terkesan protes sambil terus melangkah bersisian dengan Tata dan  menggamit asal berkas tadi ke lipatan lengan.

"Mungkin," jawab Tata meletakkan telunjuknya ke dagu.

"Kan udah kita beresin arusnya."

"Itu kan buat sekarang. Bulan depan? Atau tiga bulan lagi, emang Mas Pange bisa pastiin itu aman?" Tata memajukkan wajah centilnya ke arah Pange. Spontan lelaki itu mundur satu langkah sambil tersenyum masam.

Pange kembali melangkah. "Emang hasil psikotest nya udah aman?" tanyanya sarkastis.

Tata mengangguk mantap.

Ekor mata Pange melirik Tata dengan aura curiga yang kental terasa. "Terus, yakin itu pengalaman 5 tahun beneran pegang proyek game? Bukan cuma jadi kacung?"

"Ih, Mas Pange bahasanya," kata Tata menepuk lengan kiri Pange kesal. "Tahu game strategi Rakenmark kan? Dia sama timnya yang bikin tahu."

Mulut Pange langsung terkatup. Lantaran dia tahu game Rakenmark yang booming sejak lima tahun yang lalu itu memang sangat terkenal di pasar game Asia Tenggara. Jadi, bila memang pria yang menunggu di ruang meeting benar-benar yang menjadi otak dari game itu, kemungkinan besar posisi Pange yang benar-benar akan stucked di tempat.

"Oke, nanti gue ke sana. Gue taruh barang dulu," kata Pange mendadak layu sesampainya di ruangan QC. 

Tata yang menunggu di depan pintu ruangan QC mengangguk dan pamit dengan suara khasnya yang membuat para lelaki di ruangan meriang bersamaan. 

Pange termenung sesaat, memandangi meja kerjanya yang berantakan, dan lengannya yang sudah lebih baik dibandingkan dua hari yang lalu. Sebuah tarikan nafas muncul, dibarengi senyum tipis seolah-olah tengah menyemangati diri sendiri.

"Dam, gue ke ruang meeting bentar. Kalau ada apa-apa chat aja," kata Pange seraya merapikan rambut dan pakaiannya sambil menepuk punggung Damar. 

"Nge, nanti sore Ego dari timnya NKL9 mau main ke sini buat ngomongin kerja sama kemarin," celetuk Damar meletakkan joystick sebelum Pange benar-benar keluar ruangan. "Terus lo tahu?"

"Apa?" tanya Pange yang langkahnya tertahan di tempat.

"Kata Ego tim mereka baru dapat sponsor dari MSI* kemarin, keren buanget kan?" ujar Damar dengan wajah berapi-api. "Siapa tahu lho mereka bisa hubungin kita sama brand."

Pange melipat kedua tangannya ke dada. "Yakin MSI mau? Mas Herry udah coba hubungi mereka langsung belum ada jawaban loh."

"Ekosistemnya udah ada, Brother. Developer, publisher, tim esport. Menurut gue enggak akan mungkin MSI nolak gitu aja," kata Damar menatap Pange antusias. "Apalagi lo tahu kan NKL9 siapa?"

Bibir Pange yang sempat layu kembali mengembang. Untung saja Bang Fito memaksa dia untuk berkenalan dengan Ego saat event gathering setahun yang lalu. Memang benar kata atasannya itu, jangan pernah memandang satu orang dengan posisinya saat ini sebab besok siapa tahu kita yang membutuhkan mereka.      

"Golden play button*, Brother," seru Damar mulai heboh sendiri, sampai-sampai beberapa tim mereka memandangi keduanya keheranan. "Pasar dan fansnya udah ada, tinggal penggeraknya yang belum. Agate sama Touchten pasti setuju."

"Tumben otak lo jalan," celetuk Pange tersenyum makin lebar. "Nanti lo yang dampingin mereka dulu kalau urusan gue belum beres, enggak apa-apa kan?"

"Pasti!" sahut Damar menepuk dadanya sendiri pongah.

"Mas ganteng! Ditungguin juga, ih."

"Astaga," gumam Pange mengelus dadanya pelan. Sementara Damar melirik Tata dan Pange bergantian sambil terkikik pelan.

"Cewek lo tuh."

"Kampret!" Pange berdecak ke arah Damar dengan raut kesal bukan main. Sementara Damar malah terbahak seraya kembali menyibukan dengan game nya pada layar dekstop. 

Pange lantas membalik tubuhnya, tersenyum normal kepada Tata, dan mengikuti perempuan itu ke ruang meeting. Meskipun dalam hati dia agak cemas bila memang pria di dalam sana yang akan menggantikan Bang Fito. 

Bukan hanya soal posisinya yang mungkin akan bergeser, tetapi dia khawatir berbeda kepala belum tentu akan menghasilkan pemikiran yang sama. Dia takut semua usahanya dan tim selama seminggu ini berubah sia-sia. Soal e-Sport.

***

Suara langkah kaki perempuan ditambah sayup-sayup kendaraan bermotor terdengar dari pelataran gedung perkantoran. Sesekali alis perempuan itu menyatu sambil memandangi layar ponsel miliknya dan berhenti tepat di depan gerbang.

"Baru balik?"

Bahu perempuan itu berjengit, ketika suara seorang lelaki mengagetkan dia dari arah samping. Kedua matanya menyipit, lantas berubah sinis ke arah sosok dengan kaus merah bata, jaket jin, dan lanyard familier yang kini terkekeh puas mendapati ekspresi kaget dari dirinya.

"Kenapa?!" tanya Magda kesal.

"Sorry," kata Pange menggeser tubuhnya dan menghadap Magda. "Udah balik kan? Mau temenin saya makan?"

Kedua kelopak mata Magda mengerjap pelan. "Kamu ajak saya?"

Pange memasukkan tangan kirinya ke kantung celana, sementara wajah lelaki itu tampak berpikir keras agar perempuan itu setuju untuk menemaninya malam ini. Sesaat kemudian Pange mengangguk dengan hati-hati.

"Berhubung teman kantor hampir semua sibuk dan enggak bisa saya ajak buat makan," ujar Pange mengangkat kesua bahunya. "Jadi, saya pikir teman dari gedung sebelah mungkin punya waktu dan bisa saya ajak buat temenin makan."

Bibir milik Magda yang semula datar, mulai tersenyum tipis. Kedua tangan perempuan itu terlipat ke dada seperti tengah menimbang-nimbang tawaran Pange.

"Saya traktir!" seru Pange cepat. "Di Cafe samping kantor? Gimana?"

Magda menghela nafas. Matanya kembali menatap layar ponsel, sebelum kemudian dia mengangguk pelan. "Karena dari tadi enggak ada ojek yang mau angkut saya. Jadi, kenapa enggak?"

Pange terkekeh pelan sambil menggerakkan tangannya untuk meminta Magda berjalan lebih dulu. Keduanya lantas melangkah bersisian melewati manusia-manusia yang baru saja keluar dari gedung perkantoran di sekitar mereka sambil sesekali melempar obrolan. Sampai tanpa sadar tubuh keduanya sudah berada beberapa meter dari Cafe penuh kesan minimalis di lobi gedung sebelah kantor Pange.

"Tangan kamu kayaknya udah baikan?" tanya Magda menunjuk tangan Pange yang sudah bergerak lebih leluasa.

"Yes, much better," jawab Pange menatap lurus ke depan. 

"Good."

"Oh iya, pesan saya kenapa enggak dijawab?" protes Pange tiba-tiba.

"Pesan? Emang kamu kirim pesan?" Dengan wajah tanpa dosa, Magda memandangi Pange dari samping. "Mungkin pesan kamu ketumpuk dengan pesan yang lain. Maklum saya enggak selalu cek pesan kalau isinya cuma buat basa-basi."

Tampang Pange berubah keki. Terlebih perempuan itu justru terus melangkah mendahului. Padahal jelas-jelas pesan darinya sudah dibaca oleh Magda bila berdasarkan tanda dari aplikasi chat miliknya. 

"Kok diam? Jadi traktir kan?" tanya Magda berbalik dengan nada khasnya satu meter di depan.

Pange yang masih melongo di tempat, akhirnya mengangguk pelan. Sambil menggaruk tengkuk dia menyeret langkahnya mengejar Magda. Diam-diam Pange melirik Magda yang terus berjalan di sisinya, detik ini jujur Pange akui dia malah makin penasaran dengan sosok perempuan itu. Konyol.

***

TBC

*CS GO : salah satu game FPS yang membagi pemainnya menjadi 2 regu, terorist (T) dan counter-terrorist (CT). Dalam misi bom, T bertugas memasang bom & CT bertugas menjinakan. Dalam misi pembebasan sandera, T bertugas membunuh semua CT & CT bertugas membebaskan sandera.
*Rush : istilah game CS (Counter Strike) menyerang bersamaan.
*AWP & AK-47 : jenis senjata dalam game FPS atau Counter Strike.
*Planted : memasang bom, biasanya tim teroris bebas memilih memasang di Bomsite A atau Bomsite B.
*MSI : nama merek perusahaan teknologi.
*Golden play button : plakat bagi akun youtube yang sudah memiliki lebih dari 1 juta subscriber.

Acuy's Note:

Oi oi... gimana kabar? Kok baru beberapa hari Cuy dah kangen ya sama kalian. Hahahaha kalian kangen gak? Gak ya? Oke fine! >.<

2 part jadi 1 karena hari minggu gak sempet pindahin draft. Selamat baca!

By the way anyway busway, kira-kira kenapa sih Pange mendadak ajak Magda makan? Ada yang bisa tebak?

Terakhir, yuk melipir buat baca karya author lainnya di #JobSeries project! Ada...

- Bicara soal medis di Radiografer bareng inag2711

- Belajar jadi arkeolog di Geronimo! bersama IndahHanaco

- Ketak-ketik bahasa pemrograman di Impromptu dengan pramyths

See ya~💜

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top