file 5 - 1305022
13/05
3.03
Kegelapan kamar hanya menggantungkan senter gawai yang bersandar pada jendela nako. Membuat kepusingan, atmosfer seisi ruangan berubah-ubah. Dari ujung ke ujung, cahaya membentuk segi empat. Sisi-sisinya menyesuaikan lekuk bidang ruang ilusi yang menyajikan kedalaman berbeda.
Bergerak maju, sinar sedelinggam dari ujung depan menembusnya. Saat diikuti, itu menuju belakang memenuhi bagian dalam ruangan. Dari warna sedelinggam beralih dewangga yang menyusul di belakangnya. Dari ronanya bertukar turangga yang mengikuti dengan pola sama. Dari warna itu bersalin bangbang berturut-turut.
Saat posisi kamera depan, tampak wajah kusut yang pucat, rambut acak-acakan, kulit berminyak tebal dengan mata merah sayu kurang tenaga mencelik dan kantung kelopak berlapis-lapis. Bibir menggigil, melengkung panjang ke bawah. Gigi gemeletuk dan mendeceh lidah.
Air mukanya disinari cahaya yang sama. Dari rona cemani indranila berganti kinantan lila, lalu ke belakangnya. Dari rona putih lila berganti hitam lavendel. Dari rona ungu berganti nilakandi, ke dinding di balik punggung.
Tak disadari ikon baterai merah berkedip-kedip, senter pun mati. Kamera kembali mode belakang. Dia ambil kabel gulung, pada stopkontak dicolokkan pengisi daya warna hitam, dan dihubungkan ke gawai.
Dia ganti gawai lain. Tahu-tahu gelap habis terbitlah terang, cahaya matahari pagi menyirami dari kiri jendela bilah dua.
7.09
Video memutar kaki bersandal jepit yang diputar, kain kelonggaran pada celana hitam yang berputar, tali jaket yang terputar, kedua lengan yang putar-putar. Namun, nan terpenting ialah pemutar yang mempermutarkan perputaran bagian tepi lorong, awalnya tak ada sukulen, kemudian ada, lalu berpindah-pindah dari kiri ke kanan, muncul di kanan, hilang di kanan, terpental ke belakang, bergeser ke depan, timbul dari bawah, turun dari atas, melayang-layang.
Lambat laun semua kembali normal.
Hal normal yang dia inginkan ketika mengenakan jaket hitam, di dalamnya kaus jersei merah, juga celana hitam, dan sandal gunung, serta kacamata biru, rapi sangat, necis, rambutnya habis disisir rapi, kulitnya bersih, adalah--dari akuannya--memperkenalkan teman indekos sendiri.
Sebelum mulai, dia beri penafian bahwa obrolan ini menggunakan mode julid.
"Halo, Guys!"
Laki-laki itu membenarkan posisi kacamata, jari tengah ujungnya dipakai untuk menyentuh bagian tengah bingkai biru, yang agak merosot karena mungkin kelonggaran.
"Di sini aku mau mengobrol tentang teman-teman kosku. Tapi, aku mau mode gibah eh santai saja, ya ...."
Di lorong, dia awali dari kamar di sebelah kamarnya, yang bisa dibuka pintunya, dan saat diintip kosong isinya. Dua belas petak eternit pada langit-langit, empat sisi tembok biru, lantai semen terlapisi taplak plastik antiair. Kasur kapuk, lemari, sisa kekosongan.
Puas mengamati, dia tutup daun pintu, kemudian memasang kembali gerendel, tetapi karena susah, jadi dibiarkan saja. "Harusnya sih ada gemboknya," katanya. Dia kemudian jalan ke dekat tangga, dan lurus terus lanjut ke kamar yang berhadapan dengan tempat jemur baju beratap. Di depan kamar terdapat meja yang dipenuhi barang-barang, sebagian besar sudah buluk dan berdebu.
"Eh, ada tiner!" Di bagian bawah meja yang dilengkapi rak terdapat jeriken kecil ukuran satu liter yang di dalamnya terisi cairan berwarna biru. Dia mendekat, merendah, dia ambil botol itu. Tutup diputar-putar, lalu tangan terkesiap. Dia balik berdiri. "Oke. Fokus, fokus."
Laki-laki itu menunjuk pintu. Gerendelnya terpasang gembok.
"Mulai dari yang pertama. Yang ini namanya Andrew. Dia yang tempati kamar paling dekat tangga. Ngomong-ngomong di lantai atas ini ada lima kamar, dua di kanan, tiga di kiri. Lorong bagian kanan cuma aku yang tempati jadi aku kuasai untuk menaruh sukulen."
Dia tambahi juga, sebenarnya tiap kamar itu ada kunci. Namun, karena punya Andrew ini rusak, jadi memakai gembok.
"Oke, jadi Andrew ini orangnya dari ibu kota, aku tahu karena aku suka menguping, dia hobi mengobrol, tapi karena di sini tidak ada yang bisa diajak mengobrol, jadi dia tidak mengobrol (termasuk aku). Dia sering berangkat pagi, pulang malam, kadang jam sembilan atau sepuluh, masih kuliah, semester atas sama seperti aku.
"Oh, iya. Katanya dia hobi budi daya ikan koi. Tapi, endak tau di mana."
Sebagai isyarat melanjutkan, laki-laki itu berjalan ke kamar di sebelah. Di sana juga ada meja besar, dengan pada bagian atas terdapat banyak bungkus makanan yang tampak lezat, belum tersentuh, tetapi sudah lama telantar. Kamar tersebut berhadapan dengan tempat menjemur yang tanpa atap.
"Yang ini namanya Kak Bagas. Dia yang paling tua. Tapi, karena aku baru sebentar di sini, jadi kurang tau, sepertinya pernah jadi ketua kos, tapi kemudian pensiun."
Umur panjang, gagang pintu turun dan daun membuka ke dalam, yang dibicarakan muncul sedikit terkejut. Hening seketika. Tampilan berpura-pura dihadapkan ke sukulen-sukulen. Yang dibicarakan menghadap sebentar lalu menuju tangga, turun.
Setelah beberapa saat terdiam, dia cekikikan kemudian lanjut.
"Orangnya juga suka mengobrol, tetapi karena pakai bahasa daerah, jadi jarang mengobrol dengan Andrew. Kak Bagas sudah kerja, lulus kuliah tahun lalu. Aku tau karena aku suka menguping. Oh, iya, katanya dia pernah cekcok dengan seorang penghuni kos. Lanjut, yuk."
Kamar paling pojok ada di lorong yang berhadapan dengan balkon, yang di bawah tampak ada kandang, beberapa makhluknya berkokok kaget saat diintip.
"Dan yang terakhir ini teman kos sekaligus teman kampus, sebut saja Edhi. Oh, iya, di antara teman kosku, dia itu yang paling good-looking, lo! Dia dari luar pulau, jadi tidak bisa bahasa daerah sini. Aku jarang mengobrol dengan dia sih, orangnya juga pendiam. Biasanya kami cukup komunikasi pakai aplikasi chat.
"Hampir lupa, dia pernah cekcok dengan Kak Bagas masalah kos. Pokoknya kalau tidak salah tentang ... aku juga lupa!"
'Dia pernah protes pot sukulen menghalangi saluran air.'
"Oh ... ! Iya! Iya!" Persetujuan itu dibalas suara kipas angin yang makin kencang.
Oke. Jadi dia sudah memperkenalkan teman-teman indekosnya, hanya di lantai atas. Untuk lantai bawah, dia tidak terlalu kenal. Ngomong-ngomong, jumlah kamar di indekos ini ada tujuh belas, lima di atas, empat di depan, empat di belakang, empat di samping. Namun, penghuni lantai satu hanya ada tiga orang. Kadang-kadang kerabat dari pemilik indekos datang dan menggunakan kamar yang tidak terpakai.
Sekarang masuk ke perkenalan keluarga pemilik indekos. Ada tiga orang: seorang wanita lanjut usia bernama Nek Bara, serta anak dan menantunya bernama Pak Koyo dan Bu Oyok.
Pada panjang umur! Di jam segini memang biasanya Bu Oyok naik untuk menjemur pakaian. Senyumnya manis dan wajahnya juga cantik.
Untuk Nek Bara biasanya bekerja di depan indekos, menyapu halaman, memotong ranting, mengumpulkan kayu. Sedangkan Pak Koyo memelihara burung hias, bekerja sebagai satpam dan tukang parkir.
Berdasarkan informasi tersebut, dapat disimpulkan bahwa ketiga teman indekos akan terbunuh malam ini.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top