file 4 - 1205022
12/05
7.23
Sudut tampilan ditempatkan berdasar posisi gawai yang bersandar pada kaki ranjang kasur. Terlihat dari pintu yang terbuka, cahaya terang datang. Adalah pemandangan teras dengan tirai menutup setengah pagar, langit biru nan membentang, berangin kecil.
Dia berguling, duduk bersimpuh, paha putih dipamerkan ketika celana biru pendeknya tertarik. Tangan kurus membawa paket kecil terbungkus plastik, tangan lain menggenggam gunting.
Ketika ujung plastik dipotong, ditarik keluar, ada plastik lagi. Saat diguntung, keluar plastik lagi. Tatkala dibuka, keluar plastik lagi. Kemudian ditarik paksa, keluar plastik lagi. Berikutnya disobek kuat-kuat, tampak bekas koyakan berupa lapisan-lapisan warna yang pada bagian terdalamnya ialah kotak kecil.
Kotak kecil tersebut dibuka dan ternyata adalah karton tertutup mika berisi kartu memori.
Kartu memori diambil dari mika, lalu didekatkan dan dicermati detailnya, selanjutnya kartu itu dimasukkan ke slot gawai lain yang layarnya mati. Manakala gawai dinyalakan, tampak tampilan yang menyebutkan bahwa kartu eksternal telah ditambahkan.
Gawai lain itu didekatkan layar, dijauhkan layar, dekat, jauh lagi, digoyang-goyang supaya beraura senang.
10.23
Agak buram kualitas tampilan memakai kamera depan. Dia jauhkan wajah. Dari air mukanya sembap dengan kelopak mata bawah merah dan bengkak, hidung basah berkedut, bibir melengkung ke bawah, kulit pipi berminyak.
Pada dinding tempat jendela bilah dua, ada sukulen tasbih menghadap, ajak berbicara dia kepada itu.
"Sukulen, Sukulen. Aku sedang sedih.
"Oim, ada apa? Jangan bersedih. Ada aku di sini.
"Aku sedih karena tiga lolipop Milmereka tidak setara seratus dua puluh kalori.
"Oh, begitu, ya? Lalu, apa yang harus kulakukan agar kamu tidak bersedih lagi?
"Bisakah kamu mem- semua masalahku?
"Masalah apa itu, Oim?"
Meliuk-liuk di udara berkepala pipih runcing, lehernya memanjang, atau memang lidah (atau mata), yang biru warna dan plastik bahan badannya.
"Jadi gini .... Gitu. Paham, endak?" Untaian sukulen tasbih di luar jendela bergerak ke kiri kanan.
Ganti ke kamera depan, kepala runcing yang lepas landas itu mendarat, hilang, biji mata si laki-laki melirik ke bawah. Mulutnya tertarik turun. Masih tertaut padanya, kelopak memelotot. Kepala runcing naik. Lalu turun. Bibir digigit, mata terpejam, lalu membelalak.
Kepala runcing naik turun seperti membuat karya. Mata merem melek. Mulut menahan, mendesah. Pundak naik turun, tersengal-sengal napas.
"Coba cara ini saja."
Suara terusik akan bunyi gerak zat cair bergolak tidak teratur, seperti dengan kecepatan tinggi keluar melewati terowongan sempit. Ke kamera belakang, cairan merah itu menetes-netes dari keratan yang pekat. Tangan kiri diangkat, telapak menelungkup. Pada bagian nadi ialah tepat ke atas pot sukulen. Merah yang mengenai media tanam sekalian daun-daun tasbih.
"Sedikit menakutkan di awal. Tapi, bagaimana rasanya? Enak?
"Enak ...."
Dia mengangguk. Usikan zat cair bergolak berantakan terus berlangsung. Bagaikan tertahan lalu dikeluarkan paksa dan menimbulkan bunyi turbulens.
Selanjutnya, dia dengan gawai lain yang bagus kameranya memfoto-foto pot sukulen satu-satu. Video berikutnya mengajak keliling ke taman sukulen di atap.
Dia berada di pojok dekat bak penampungan air. Kebetulan katanya dia suka lidah mertua, jadi dia beralih menurunkan ketinggian pandang, sehingga sejajar pada barisan pot sansevieria. Dari arahnya keluar pembicaraan sendiri.
"Halo, Sanse! Bagaimana kabarmu?"
'Aku baik, Oim. Bagaimana denganmu?'
"Aku juga baik! Terima kasih sudah bertanya."
'Senang dengarnya.'
Tampilan bergetar, tidak stabil. Lalu jatuh berguling dan tidak keruan. Kemudian laki-laki itu panik menghampiri, tangan kiri dengan bawah pergelangan yang dibalut plester mengambilnya. Tampilan balik ke sansevieria.
"Maaf barusan. Apa yang ingin kamu lakukan sekarang?"
'Aku mau menikmati udar-ra-ra-raa perkotaan yang manis!'
"Wah, bagaimana rasanya?"
"Penuh teror dan melegakan."
20.19
Layar berkedip satu kali saat senter menyala. Penerangan yang terbatas menyibak seisi kamar. Plafon putih, dinding putih, lemari kayu, kasur kapuk di ranjang, kasur kapuk di lantai, meja, pintu. Semua buram dan tepi-tepinya hitam. Malam itu lampu masih mati, ditambah bunyi dentingan logam kian lama kian kuat, juga getaran pada jendela, diiringi suara benda berat yang lewat dari jauh.
Dari langit-langit terjadi kondisi berisik mirip kerasak yang diinjak berkali-kali atau mungkin tikus yang berlarian di plafon, begitu lamanya layar tetap di posisi. Sumbernya berasal dari pojok atas, lalu berpindah ke kiri, lurus, berbelok ke kanan, dan akhirnya menjauh hilang.
Ketika keadaan tenang dia putuskan menarik selimut motif Tikus Disnei dan layar menggelap.
22.01
Suara kucing bertengkar terdengar.
Tirai bambu tertiup angin lalu dia menutup pintu dengan stiker nomor 17. Pojok kamar yang gelap apalagi lorong pendek tanpa penerangan, dari sekeliling pun gulita, tanda mati listrik menimpa wilayah sini.
Melangkah pakai sendal jepit motif tentara, celana kolor cokelat kombor yang bergantian menyibak. Kebetulan senter gawai menyorot pada bekas meteor beberapa hari silam, yang sekarang pada genting-gentingnya sudah diperbaiki dengan warna lempung baru, dan kayu juga seng yang dipaku di sekitar.
Saat itulah terdengar jeritan mirip kucing yang barangkali bertemu rival sehingga bertengkar, melemparkan kata-kata hujatan ala kucing satu sama lain. Namun, itu tidak ada wujudnya, sehingga dia berinisiatif untuk mencari.
Sesampai di area menjemur yang tampak baju-baju dimainkan angin, yang suara kucing acak terdengar dekat, tetapi tidak diketahui letak, dia terus berjalan dengan panduan cahaya senter. Tampak pot-pot sukulen di pinggir, dia hati-hati melangkah.
Tahu-tahu di langit gelap gulita meroket sesuatu yang menyemburkan pijar-pijar api di udara, di antara awan-awan putih yang terlihat. Disusul suara yang berbeda sekian detik yaitu ledakan kecil, hampir bersamaan terbentuknya pijar yang menyebarkan sulur-sulur warna-warni. Sulur itu membentuk daun tebal aneka rona dari merah, kuning, hijau, ungu, dan biru, yang perpaduannya begitu mencolok mata.
Kembang api tersebut begitu indah, tetapi di sisi lain membuat layar bergetar.
"Hah, takut!" serunya.
Bunyi letusan-letusan di udara bersahutan dengan suara kucing bertengkar. Dia kebingungan menggerakkan layar ke kanan kiri, berputar di tempat, maju beberapa langkah, mundur, berakhir seruan kebingungan.
Manakala kembang api habis dan suara kucing selesai, dia pun bisa agak lega. Ketenangan yang tiba-tiba dibalut kesunyian luar biasa menimbulkan hawa bergidik pada bulu kuduk.
Di langit, sebuah benda melayang, tetapi entah bayangan apa, hitam belaka, kecil nun jauh. Namun, dari ekstensinya bisa diketahui memiliki kaki dan tangan dan kepala juga ekor.
"Apa itu? Kucing?" Belum pasti apa yang melayang naik ke langit bak balon, dia melakukan zum masuk sehingga lebih jelas.
Ternyata ada lagi bentuk lain, kali ini mirip layangan berlampu yang mengikuti di atasnya.
Ketika di balik awan, semua hilang.
Petir menggelegar kuat hingga lantai atap bergetar dan terdengar jeritan.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top