[6] Pengkhianatan

#

Setibanya di rumah, Alan menjerit histeris dan merjingkat-jingkat. Karena kegirangannya, Alan hampir menjatuhkan salah satu vas milik Ibu. Alan makin salah tingkah saat Ibu keluar dari dapur, menatapinya. Tapi rasa bahagia telah melampaui perasaan malu. Alan memeluk Ibu dan mengecup sepasang pipinya.

Ibu yang tidak menduga, cuma bisa menganga.
"Alan!"

Alan cuma tersenyum lebar dan bergegas naik ke kamar.

"Terima kasih, Alan ... dan maaf ..."

"Eh, kau bilang sesuatu, Gitar?"

"Tidak."

Alan mengedikkan bahu, "Kurasa, aku tidak memerlukan pengabul permintaan atau apapun itu. Ina menjadi temanku, itu sudah cukup. Kontrak kita juga sudah terpenuhi, lalu selanjutnya apa?"

Gitar itu tidak membalas.

Alan melirik ke kursi belajar. Benda itu memancarkan cahaya redup, sama seperti tadi. Keajaiban yang biasa. Mungkin seperti ini rasanya. Ia berbalik, menyelimuti dirinya dengan kehangatan.

"Selamat malam, Gitar."

Begitu lampu di matikan, gitar itu jadi satu-satunya benda yang paling bercahaya. Cahaya redup menyala semakin terang. Gitar itu mulai berubah wujud, membentuk sosok sesungguhnya.

"Akhirnya sempurna."

Ia beranjak dari kursi, bergerak ke arah Alan. Tangan bercahayanya menyentuh pundak Alan, dan anak itu melenguh pelan, masih tak sadar.

#

"Alan!"

Ina menyapa Alan yang sedang bersantai di ayunan taman.

"Mau berangkat bareng?"

Alan mengangguk. Ia beranjak, mengambil tas gitar dan tangan Ina.

Di sekolah, lorong masih dipenuhi semua pendukung Edi. Tidak perlu Edi yang mulai mengganggu Alan, pendukungnya saja sudah cukup. Seperti biasa, Ina berdiri di depan Alan.

"Anak sombong, eh? Baiknya dihajar saja ..." 

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top