Part 24

“Kayaknya benar kelas yang ini, Sayang.”

“Mau masuk?”

Samiya menganggukkan kepala dengan mantap atas ajakan sang suami. Jelas tak akan menolak, demi bisa meraih ingatan masa lalu kembali.

Segara masih anteng menggandeng dirinya. Tak pernah sedetik pun melepaskan rangkulan pada bahunya. Tangan mereka juga saling bertautan.

“Ini salah satu kelas kita dulu.”

“Aku duduknya di bangku belakang. Dan kamu yang paling depan, dekat meja guru, Sayang.”

“Kamu murid pintar, kamu sering juara kelas.”

“Sedangkan aku, siswa yang kata guru lumayan malas belajar sebelum aku jatuh cinta.”

“Jatuh cinta dengan kamu, Miya,” lanjut Segara dalam nada bangga mengenang memori mereka saat SMA. Tentu tak akan dilupakannya.

“Awal kenal, aku pikir kamu orang yang ketus dan sombong karena kamu anak orang kaya.”

“Tapi, waktu kita kerja kelompok untuk pertama kali dan kamu bersikap ramah, aku mulai suka dengan kamu.” Segara mengakui lebih lanjut.

“Nggak mudah mendekati kamu karena kamu siswa yang pintar dan sukanya cuma belajar.”

Sang suami tertawa. Seakan mengenang momen mereka dulu menyenangkan untuk pria itu.

“Kamu ingat di bangku mana kita pelukan?”

Alis Samiya langsung terangkat naik. Tak paham dan juga tidak punya gambaran akan pertanyaan yang diajukan oleh sang suami.

“Berpelukan?” konfirmasi Samiya seraya coba meminta penjelasan lebih rinci pada Segara.

“Pelukan yang pertama kali kita lakukan. Dan sangat berkesan untukku waktu itu.”

“Tidak bisa aku lupakan berhari-hari lamanya.”

Segara merasa tergelitik sendiri mengingat aksi dan sikapnya di masa remaja yang terlalu polos dalam menjalin percintaaan bersama Samiya.

Perdana pacaran. Wanita itu pun adalah cinta pertamanya. Jadi, pengalaman menjalin kasih dengan seorang perempuan benar-benar nol.

“Kamu mau mengulanginya, Sayang?”

Segara bertanya saat Samiya merespons dalam tawa yang renyah. Mungkin sang istri berpikir jika ceritanya begitu lucu. Tap itulah faktanya.

“Mengulangi apa, Gara?”

Kali ini, Samiya tampak kebingungan.

Dirinya tadi memangsengaja tidak menjelaskan secara keseluruhan apa yang dimaksud. Dan tentu akan membuat istrinya tak paham.

“Pelukan dan ciuman pertama kita, Sayang.”

“Mungkin jika kita ulangi, kamu akan bisa ingat dengan apa yang pernah kita lakukan dulu.”

Ucapannya tentu sudah lebih jelas, dan ia tinggal menunggu bagaimana reaksi sang istri. Setuju atau tidak dengan ajakan yang baru dilontarkan.

Samiya masih memandangnya dengan lekat.

“Bagaimana, Sayang? Mau diulangi?”

“Berciuman?”

Pertanyaan sang istri dalam nada yang polos, ia berikan respons segera dengan anggukan.

Lalu, tangan semakin menarik mendekat bagian pinggang Samiya guna memangkaskan jarak di antara mereka yang masih tersisa hingga tubuh bisa menempel satu sama lain, tentu saja.

Segara lanjutkan aksi dengan menyatukan dahi mereka, termasuk hidung saling bersinggungan.

Napas halus sang istri menerpa kulitnya.

Mereka menatap semakin intens. Ia bahkan tak ingin berkedip, terus memandang Samiya yang juga terus mengarahkan atensi ke netranya.

“Boleh aku cium kamu, Sayang?” Segara jelas meminta izin sebelum memulai cumbuan.

“Iya, Gara.”

“Boleh.” Samiya menambahkan jawaban disertai juga anggukan kepala yang pelan tapi mantap.

“Siap, siap, Sayang.”

Setelah berbicara, Segara langsung mengeratkan pelukan sembari menyatukan mulutnya ke bibir sang istri. Lalu, dipagut dengan lembut.

Hanya dilakukan seperkian detik, karena tidak mau hanyut akan hasrat yang bisa saja bangkit karena sentuhan intim mereka ini.

Dan tepat setelah diakhiri ciuman, Segara harus merasakan keterkejutan besar karena tiba-tiba saja sang istri pingsan dalam pelukannnya.

Samiya kehilangan kesadaran oleh pening hebat di kepalanya. Sedangkan, satu demi satu memori ingatan masa lalu muncul di dalam benak.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top