Part 21


Ketika terjaga, Samiya sudah mendapati Segara tak ada di ranjang. Kemungkinan besar pria itu sudah bangun. Dan tidak berada di kamar pula.

Walau penasaran dimana Segara, Samiya lebih dulu membasuh wajah serta menggosok gigi. Ia tak mau tampil berantaka di depan Segara.

Minimal rapi dan bersih, meski belum mandi.

Setelah mengganti gaun tidurnya dengan kemeja kebesaran yang bisa menutup hingga paha, maka lekas dibawa diri keluar dari kamar tidur.

Menuju ke ruangan tamu.

Tak dilihat sang suami di sana. Ia pun beralih ke dapur, siapa tahu Segara sedang memasak.

Biasanya, hampir setiap hari bahkan, pria itu lah yang menyiapkan makanan untuk mereka. Tidak sekalipun dirinya dibiarkan membuat sarapan.

Kemampuan memasaknya memang biasa-biasa saja, namun sekadar menciptakan makanan yang sederhana seperti roti panggang dan juga omelet, tentu bukanlah menjadi kendala yang besar.

Namun, Segara selalu melarangnya.

Sebagai istri penurut, tidak akan dapat dibantah apa yang diminta oleh pria itu. Walau tak enak juga karena terkesan merepotkan sang suami.

"Aku di sini, Sayang."

Langkah kaki Samiya langsung terhenti tatkala mendengar suara milik Segara. Ia lekas mencari sumbernya, ternyata berasal dari area balkon.

Sang suami melambaikan tangan, kode agar ia segera ke sana juga bukan? Maka, kedua kaki dilangkahkan mendekat pada Segara Adyatama.

"Hai."

Sapaan singkat yang bernada lembut, diucapkan sang suami, saat mereka sudah dekat satu sama lain. Pria itu pun berhasil meraih tangannya.

Ditarik kemudian, hingga ia terjatuh ke pelukan suaminya. Rengkuhan Segara terasa hangat dan membuatnya jauh menjadi lebih nyaman.

Lalu, kepala didongakan guna bisa melihat sang suami semakin jelas, terutama ekspresi pria itu.

Dan ia mendapatkan kecupan manis di dahi.

"Bagaimana tidurmu, Sayang? Nyenyak?"

"Mimpi yang indah?"

Segara memang mengajukan pertanyaan seperti ini setiap pagi, memastikan sang istri tidak akan mengalami bunga tidur yang menakutkan.

Lalu, didapati Samiya mengangguk mantap.

"Jadi, mimpi yang indah? Apa itu?" Segara pun meneruskan bahasan ini karena merasa cukup menarik dijadikan sebagai topik pembicaraan.

"Mimpi bersamamu."

Alis kanan Segara spontan terangkat karena tak cukup bisa memahami jawaban sang istri.

Hanya dalam dua patah kata. Dan ia masih gagal paham mengartikan makna ingin disampaikan.

"Mimpi tentang kita dulu, Gara."

"Seperti apa mimpi itu, Sayang?" Segara terus berupaya menggali informasi secara jelas.

"Mimpi kita pakai seragam SMA."

"Mungkin karena kemarin kamu bilang, kita akan pergi ke sekolah SMA dan kampus kita. Aku jadi kepikiran sampai terbawa mimpi."

"Jam berapa kita akan ke sana?" Samiya hendak mengonfirmasi waktu agar tidak salah.

"Kayaknya batal hari ini, Sayang."

"Batal? Kenapa begitu?" Samiya cukup terkejut, padahal sudah dipersiapkan dirinya pergi.

"Kita jadwalkan ulang besok, hari ini kita akan lakukan agenda yang berbeda."

"Spesial." Segara menekankan maksudnya.

"Spesial bagaimana?"

"Nanti kamu juga akan tahu, Sayang."

"Kamu nggak punya agenda aneh-aneh kan?"

Segara tertawa pelan. Tak hanya karena balasan sang istri sarat dengan kecurigaan, namun juga ekspresi wajah wanita itu tampak penasaran.

"Bukan yang aneh-aneh, Miya."

"Agenda yang manis. Kamu percaya padaku?"

Samiya pun menganggguk-angguk mengiyakan, tak bertanya apa-apa lagi karena tidak memiliki pertanyaan yang ingin ditanyakan.

"Sarapan sekarang?"

Tawaran sang suami segera dipenuhi. Ia masih melakukan anggukan seperti sebelumnya.

Lalu, dirasakan tangan kanannya diraih.

Jemari-jemarinya dan Segara segera bertautan. Dan wajah sang suami sudah lebih mendekat.

Namun tak lama sebab ponsel pria itu berdering. Ada sebuah panggilan masuk, entah dari siapa.

"Mas Sapta?"

"Mas ingin bertemu dengan saya?"

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top