Part 04
Yok vote sebelum baca.
..............
"Untuk privat jet, belum bisa, Pa."
Jawaban Samiya berikan dengan tegas pada sang ayah di ujung telepon, atas pertanyaan mengenai kemungkinan penyewaan pesawat pribadi untuk salah satu kolega politik luar orangtuanya itu.
"Kita masih kekurangan pilot, Pa."
"Kita cuma punya empat pilot, dua di antaranya untuk helikopter. Sisanya sudah ada jadwal hari ini ke Batam dan juga Medan."
"Papa mendadak minta privat jet lagi. Mana bisa aku persiapkan dengan tiba-tiba," protes Samiya.
Sang ayah tertawa di seberang telepon. Lantas, mengeluarkan pembelaan atas permintaan yang tadi diajukan. Namun, Samiya tetap saja kesal.
Ayahnya pun tetap berusaha membujuk. Ia tentu diminta mengupayakan usaha terbaik demi bisa terlaksana apa yang diinginkan ayahnya.
"Tetap nggak janji, ya, Pa."
"Seleksi pilotnya baru akan aku lakukan hari ini. Dan baru ada tiga yang mendaftar dari kemarin."
"Papa jangan aneh-aneh pokoknya. Bilang aja ke sahabat Papa, kita nggak bisa menyediakan buat hari ini. Kalau besok, kemungkinan bisa."
"Belum ada reservasi privat jet besok."
Samiya kira sang ayah akan mendebat. Namun menunjukkan kesetujuan atas solusinya. Jadi, ia bisa membereskan masalah dengan cepat.
Ayahnya lalu mengganti topik. Bertanya apakah nanti malam, ia punya waktu pulang ke rumah untuk makan bersama. Acara kumpul keluarga.
Samiya spontan mengangguk, walau sang ayah tidak melihatnya. "Iya, Papa. Aku bisa."
"Sampai jumpa ntar malam, ya, Pa."
"Oh, iya, Papa dan Mama mau dibawakan apa?"
"Tidak ada? Oke, Pa."
"Sampai jumpa di rumah," ujar Samiya sekali lagi, sebelum menutup telepon dengan ayahnya.
Setelah terputus sambungan panggilan, ponsel lekas ditaruh di atas meja. Lalu, Samiya bangun dari kursinya. Hendak keluar dari ruangan kerja untuk mencari kopi di kantin kantor. Ia butuh sedikit kafein karena merasa cukup mengantuk.
Lift digunakan turun agar cepat.
Awalnya ia sendiri di dalam. Namun kemudian, ada orang lain bergabung dari lantai bawah.
Dikiranya salah satu staf, namun ternyata sosok seorang pria berseragam pilot rapi. Rasanya tak asing bagi dirinya, seperti pernah bertemu.
Samiya lekas berusaha mengingat-ingat. Tidak mungkin ia salah mengenali jika memang benar mereka berdua pernah berjumpa sebelumnya.
Samiya langsung membulatkan mata, manakala ingatan tentang siapa sosok pilot di hadapannya sudah muncul. Ia pun lekas menjaga jarak.
Pertemuan mereka tempo hari tentu tidak cukup menyenangkan bagi Samiya, dengan sikap pria itu yang sangat manis dan akrab padanya.
"Kita bertemu lagi, Samiya."
Si pilot menyapanya ramah. Tersenyum begitu manis seperti sebelumnya. Dan sikap yang pria itu perlihatkan membuat dirinya bingung harus bereaksi seperti apa bagusnya dan tak menyakiti.
"Hallo." Akhirnya dipilih menyapa singkat.
"Belum bisa ingat aku?"
Samiya menggeleng pelan.
Atensi yang belum dipindahkan dari sosok sang pilot muda, tentu disaksikan manakala pria itu mengulas senyuman kecut yang amat jelas.
Samiya ingin berempati. Hati kecilnya juga tak enak karena seperti mengecewakan pria itu.
Dan walau sosok bernama Segara Adyatama itu tidak tampak menyeramkan, ia tetap waspada saat si pilot semakin mendekatkan diri.
"Kenapa kamu di sini? Menguntit?"
Si pilot tertawa pelan, cukup singkat juga.
"Aku mau melamar kerja di sini."
"Di perusahaanku? Sebagai apa?" Samiya tentu perlu keterangan yang lebih banyak.
"Pilot."
"Untuk privat jet? Atau helikopter kami?"
"Yang mana saja boleh. Aku punya lisensi untuk pesawat biasa dan juga helikopter."
"Benarkah? Silakan ikuti tesnya."
"Siap, Miya."
"Semoga lulus." Samiya lanjut menanggapi.
"Aku pasti akan lulus."
"Jam terbangku sudah cukup banyak," imbuh Segara dengan kepercayaan diri tinggi.
"Aku juga harus diterima di sini agar bisa terus bertemu kamu dan kamu bisa mengingatku."
Samiya kemudian kaget, tatkala tangan kirinya tiba-tiba diraih dan diberikan sesuatu.
Selembar foto ternyata.
"Ini waktu kita SMA, Miya."
"Kita ambil dengan ponselku foto kita berdua. Waktu itu, kamu memintaku mencetaknya."
Samiya masih memusatkan atensi pada selembar foto yang diserahkan si pilot tadi. Ia tentu saja tertegun melihat potret dirinya bersama pria itu di dalam foto. Mereka saling merangkul.
Sama-sama menjulurkan lidah dengan senyuman bahagia yang kedua kompak perlihatkan.
Namun, ia tak mampu mengingat apa-apa. Tidak ada satu pun memori terlintas di kepalanya.
Siapa sebenarnya Segara Adyatama ini?
Ketika Samiya memutuskan menggali informasi secara langsung pada si pilot, sosoknya sudah keluar dari lift. Ia pun coba menyusul.
Namun saat melihat Segara Adyatama berbicara dengan Sanistya Ayodya, maka niat dibatalkan.
Kenapa si pilot terlihat akrab dengan adiknya?
..............
Up tiap hari nggak nih? Mana komennya?
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top