Part 02


Yok vote sebelum baca.

..................

“Apa lagi, Sanis?” Samiya menyahuti telepon sang adik bungsu dalam nada jengkel.

“Kalau kamu mau nikah, ya nikah aja duluan.”

“Kakak nggak masalah kamu salip.”

Siapa yang tidak greget ditelepon berulang kali dengan tujuan sama, yaitu menanyakan pendapat dirinya mengenai rencana saudari bungsunya itu menikah, sekitaran tiga bulan lagi.

Jika Sanistya ingin melepas masa lajang, maka lakukan saja. Ia sama sekali tidak keberatan jika sang adik bungku melangkahinya.

Secara usia dan juga urutan kelahiran di dalam keluarga mereka, ia adalah anak tengah. Kakak sulung mereka, Sapta Priga Ayodya, juga belum menikah, walaupun sudah amat cukup umur dan matang dalam membina sebuah rumah tangga.

Namun jika usia dijadikan patokan, tak akan adil karena setiap orang pasti memiliki prinsip serta rencana sendiri di hidupnya, termasuk menikah.

Tidak boleh ada yang memaksa. Siapa pun itu. Apalagi orang lain. Samiya tentu tegas akan hal ini. Tak bisa diintimidasi pihak tertentu.

Dalam artian kerabat-kerabat terdekat, terutama orangtua dan saudari bungsunya. Untung, sang ayah maupun ibunya bukan tipe diktator yang akan ikut campur mencarikannya pasangan.

Mereka menyerahkan keputusan secara penuh, sudah pasti dengan syarat tidak menciptakan masalah pelik dalam urusan asmara.

Dan beberapa hari belakangan, justru sikap yang menyebalkan ditunjukkan sang adik bungsu. Ia seakan-akan didesak untuk menikah segera. 

Sanistya juga menawarkan mencarikan dirinya calon suami. Padahal saudarinya itu menerima perjodohan yang dipersiapkan ayah mereka.

Tingkah Sanistya cukup mengganggu. Dan andai saja mereka saling bertemu langsung, ia pasti sudah akan mengajak adiknya itu duel.

Sayang, Sanistya sedang di Surabaya.

“Bagaimana?” tanggap Samiya ketika didengar celotehan saudari bungsunya yang tidak cukup bisa dipahami dengan pengertian semestinya.

“Sebentar, sebentar.”

“Coba kamu ulangi lagi.”

Sang adik segera mengungkapkan kembali apa yang tadi dikatakan. Ia pun mendengar saksama setiap kata dilontarkan santai oleh Sanistya.

Setelah saudari bungsunya selesai bicara, maka kesimpulan lekas didapatkan. Dan membuatnya jadi geram akan rencana dimiliki Sanistya.

“Tidak.” Samiya menunjukkan penolakan tegas.

“Aku bisa cari suami sendiri, Adikku Sayang.”

“Tidak perlu dijodoh-jodohkan. Oke?”

“Kamu laksanakan juga dengan baik, permintaan Papa. Tetaplah menikah dengan Pak Prabha itu.”

Sebelum sang adik menjawab, Samiya memilih untuk mengakhiri acara bertelepon mereka yang sama sekali tidak penting untuk diteruskan.

Samiya memasukkan segera ponsel ke dalam tas mahalnya. Lantas, berkaca seperkian detik guna memastikan riasan wajah tidak luntur.

Baru kemudian, ia turun dari mobilnya.

Langkah dibawa ke bagian lift, akan dinaikinya menuju lantai teratas, tempat kantornya berada.

Samiya berjalan santai karena tak diburu waktu. Hanya ada jadwal rapat nanti, setelah jam makan siang usai, bersama beberapa staf inti.

“Siapa dia?” gumamnya begitu pelan.

Samiya merasakan nyata ada seseorang berjalan di belakangnya, sejak turun dari kendaraan.

Awalnya ingin diabaikan karena mungkin saja yang mengikuti adalah salah satu pegawai. Tapi jika memang salah satu staf perusahaannya, pasti akan dilontarkan sapaan untuknya.

Bagaimana jika orang jahat? Rasanya mustahil karena pengamanan di kantornya ketat, termasuk areal parkir yang terletak paling bawah.

Daripada terus menebak asal-asalan, lebih baik memastikan dengan melihat langsung sosok itu yang masih mengikutinya, malah kian dekat.

Tubuh diputar cepat ke belakang.

Sudah disiapkan sebuah jurus bela diri, andaikan saja memang memiliki maksud jahat padanya.

Samiya pikir akan menyaksikan sosok dengan penampilan preman yang garang, namun mata malah menangkap seorang pria tinggi nan gagah berseragam pilot rapi. Ia langsung tertegun.

Merasa kagum pula dengan ketampanan sosok asing di depannya yang tersenyum begitu manis.

“Hallo, Samiya.”

Netra membulat ketika namanya disebut oleh si pilot. Jelas kaget karena tak menyangka dirinya dikenali. Namun ia tidak tahu pria itu.

Samiya pun spontan mundur, manakala jarak di antara mereka semakin ingin dipangkas si pilot.

“Apa kabar, Miya?”

“Akhirnya kita bertemu juga, setelah enam tahun kita berdua tidak pernah saling berkabar.”

“Aku kangen kamu, Miya.”

Dada Segara tambah bergemuruh karena rasa rindu yang dipendamnya bertahun-tahun. Ingin sekali dipelukmya sosok Samiya dalam upaya menumpahkan kegembiraan bertemu wanita itu.

Ketika didekati sang mantan kekasih, Samiya justru melangkah menjauh darinya.

“Maaf, Anda siapa, ya?”

“Kenapa Anda tahu nama saya Samiya?”

Segara langsung tertegun di tempat. Tak percaya dengan apa yang dikatakan mantan kekasihnya.

“Segara Adyatama.” Disebut namanya sendiri.

“Maaf, saya tidak mengenal Anda, Tuan.”

Buket bunga yang tengah dipegangnya, terjatuh ke bawah. Ucapan Samiya begitu menohok. Ia pun ingin mengajak wanita itu bicara lebih lanjut namun Samiya sudah berjalan meninggalkannya.

Ada apa dengan sang mantan kekasih?

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top