Bagian 11


Yuk vote dulu.

50 votes cus part selanjutnya.

........................

Akting mesra gendong-menggendong, masih berlanjut sampai mereka tiba di lantai dua, guna menuju ke 'kamar berbagi', yakni ruangan tidur yang akan ditempati bersama.

Ya, sesuai kesepakatan mendadak yang telah dibuat sejam lalu, mereka akan memakai ruang tidur kosong untuk ditiduri berdua.

Sekamar, seranjang.

Dengan bantal guling sebagai pembatas!

Setiap memikirkan fakta tersebut, Sanistya jadi merinding sendiri dan otaknya mulai liar.

Semacam timbul pertanyaan-pertanyaan konyol di dalam benaknya, tanpa bisa dicegah.

Dan Sanistya tak mau terus memikirkannya. Ia bisa saja berfantasi tambah aneh-aneh.

Jadi, harus dicari pengalihan dengan membuat huru-hara dengan suaminya yang paling cuek.

Jika mereka sudah terlibat sedikit perdebatan, maka akan lenyap pula pikiran-pikiran liarnya.

Tak butuh waktu lama menciptakan sebuah ide guna memulai aksi kecil memprovokasi Prabha Winangun. Dan tidak ragu untuk direalisasikan.

Hal pertama dilakukan adalah menggoyangkan tubuh dalam gendongan sang suami.

Otomatis, Prabha Winangun menoleh padanya.

"Berhenti, Mas. Aku mau turun."

Sebenarnya, Sanistya nyaman digendong seperti ini, namun jika durasinya diperpanjang, sudah pasti sang suami akan sadar kenyamanannya.

Jelas ia gengsi mengakui di depan pria itu!

"Turunin aku cepat, Mas."

"Mama juga sudah nggak lihat kita."

"Tidak."

Sang suami merespons dengan sebuah kata yang nadanya biasa-biasa saja, ekspresi wajah datar.

Sanistya tak suka akan reaksi suaminya.

Minimal dilontarkan lebih banyak kata yang bisa menggambarkan penolakan pria itu.

"Kenapa nggak mau? Bukannya pinggang Mas mulai encok karena gendong aku?"

Kalimat pancingan dikeluarkan. Ingin diperoleh keterangan lebih lanjut atas jawaban suaminya

"Tidak."

"Wih, benaran nggak akan encok nih? Kayaknya yakin banget aman gendong aku lama-lama."

"Tidak."

Astaga! Lagi-lagi jawaban yang singkat, padat, dan amat jelas. Apakah tak bosan irit bicara?

"Turunin aku sekarang." Sanistya pun dengan sengaja membuat suaranya jadi galak.

Mulai jengkel kembali dengan sikap cuek sang suami yang menguji kesabarannya.

"Kalau Mas nggak mau turunin aku, akan aku cium kamu sampai kamu lemas, yah, Mas."

Sanistya sudah memusatka seluruh pandangan ke sosok suaminya, ingin melihat reaksi pria itu atas ancamann yang baru saja dikeluarkan.

Dan ternyata tak ada perubahan pada raut wajah Prabha Winangun. Hanya alis yang naik.

Dan ketika Sanistya berkeinginan untuk bicara lagi, mereka sudah sampai di depan kamar.

Lalu, Prabha Winangun membuka pintunya.

Seketika, Sanistya menjadi merinding.

Otak menyerbu dengan sebuah kalimat seruan yang mengingatnya jika akan berbagi ruangan dengan sang suami untuk pertama kalinya.

"Kamu ingin mencium saya?"

Pertanyaan diluncurkan Prabha Winangun, tentu langsung masuk ke telinga Sanistya dengan amat jelas, sehingga kembali ditatap pria itu.

Dan ketika ingin dijawab, dirinya justru dibuat kaget karena dibaringkan di atas kasur.

Prabha Winangun menindihnya?

Astaga! Apa yang akan pria itu lakukan?

"Lakukan."

Sepatah kata diluncurkan oleh suami cueknya itu dengan suara berat yang memerintah.

"Lakukan apa?" Sanistya pura-pura tak paham.

Tentu dalam upaya mengetes Prabha Winangun dan maksud dari titah diberikan pria itu.

"Cium saya sampai saya lemas."

Oh, setelah sejak tadi irit bicara, kalimat balasan yang dikeluarkan suami cueknya lebih panjang kali ini, walau suaranya tetap datar-datar saja.

Ekspresi pun menampakkan hal yang sama.

Dan jarak wajah mereka semakin dekat, tentu sang suami yang mencondongkan ke arahnya.

"Kamu takut mencium saya, Sanis?"

"Siapa bilang aku takut?" Sanistya tak akan bisa diremehkan. Ia akan menantang balik.

Memberikan buktinya secara nyata!

Sanistya sudah mengarahkan kedua tangannya ke tengkuk sang suami. Menarik di sana secara cepat agar bibir mereka dapat bersinggungan.

"Selamat menikmati ciumanku, Mas Prabh."

Sedetik selepas berucap dengan begitu mesra, Sanistya langsung mencumbu sang suami.

Lumatan-lumatan pelan diawal.

Baru dipercepat saat sudah lebih nyaman dengan posisi mereka, terutama mulut Prabha Winangun yang membuka. Setiap permukaan dijelajahinya.

Sanistya hanya ingin sebentar saja mencumbu, tapi sang suami segera mengambil alih.

Ya, memagut bibirnya dengan kecepatan yang jauh lebih ganas dibandingkan dilakukannya.

Tangan pria itu melingkari tubuhnya, sehingga ia tak bisa melepaskan diri atau mengakhiri ciuman di antara mereka. Sang suami menguasainya.

Sanistya pun berhenti tiba-tiba mencium karena ia fokus memikirkan apa yang akan terjadi di antara mereka berdua selanjutnya.

Apakah kegadisannya akan hilang?

Sepertinya Prabha Winangun berkeinginan untuk menyentuhnya karena cumbuan pria itu begitu menggelora. Bisa saja dirinya diajak bercinta.

"Saya belum lemas."

"Gimana?" Sanistya spontan menjawab, ketika sang suami bersuara, selepas menyudahi ciuman di antara mereka berdua. Ditatap lekat pria itu.

"Saya belum lemas karena ciumanmu, Sanis."

Prabha Winangun membisikan jawaban tepat di telinga kanannya dengan suara berat, berefek pada seluruh tubuhnya merinding seketika.

"Ada cara lain bisa membuat saya lemas."

Prabha menyeringai melihat ketegangan nyata di wajah istrinya yang suka menciptakan huru-hara.

"Kamu berpikir saya akan menyentuhmu malam ini, Sanis?" Dibisikkan kembali ucapannya.

"Kamu ingat dengan kesepakatan kita?"

"Saya akan menyentuhmu, jika kamu mengakui mencintai saya. Apa kamu masih inga-"

"Ingat. Terus kenapa, Mas?"

Sanistya sengaja menantang.

"Mas mau dengar aku bilang 'I love you' kah?"

Sanistya melingkarkan kembali kedua tangannya pada leher sang suami. Ia ikut juga menyeringai. Tak akan kalah memprovokasi sang suami.

"Buat aku jatuh cinta dong, Mas."

"Kalau aku sudah bucin, aku akan jatuh cinta ugal-ugalan sama Mas Prabh."

Sanistya lantas mengedipkan matanya.

"Kamu siap jatuh cinta dengan saya, Sanis?"

..............................

Komen yuukkk.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top