Bagian 09
Saat rasa ingin tahunya besar terhadap sesuatu, pasti akan dicari hingga ke akar-akarnya.
Kali ini, Sanistya sangat penasaran dengan sosok wanita yang tadi siang bersama suaminya.
Diminta informan kepercayaan mencari tahu. Ia pun mendapatkan seluk beluk tentang Sundari Resnata, dalam hitungan jam saja.
Wanita itu memang memiliki kedekatan khusus dengan Prabha Winangun karena mereka berdua kuliah di universitas yang sama.
Apakah sempat berpacaran? Sang informan tak mengatakan secara spesifik. Hanya memberikan foto-foto menunjukkan kedekatan mereka.
Dan tentu membuat Sanistya kian penasaran
Apa harus ditanyakan secara langsung pada sang suami? Namun apakah Prabha Winangun akan mau menjawab dengan terang-terangan?
Sanistya sebenarnya lumayan terusik akan fakta pria itu kedekatan bersama wanita lain, meski jika dilogikakan, mereka adalah rekan kerja.
Ya, dua bulan lalu, Sundari Resnata melamar di perusahaan Prabha Winangun. Wanita itu pun diangkat sebagai salah satu asisten khusus sang suami. Begitulah keterangan informannya.
Jadi, jika dipikirkan dengan lebih jernih, sudah pasti kedekatan antara sang suami dengan wanita itu berhubungan akan pekerjaan. Namun tetap saja sikap Prabha Winangun terlalu ramah.
Apa dirinya cemburu? Hanya merasa kurang nyaman dengan cara Prabha Winangun dalam memperlakukan Sundari Resnata.
Untuk cemburu, jelas tidak! Ia tak suka dengan suaminya itu. Jadi untuk apa harus iri melihat Prabaha Winangun dekat dengan wanita lain?
"Kenapa belum tidur, Sanis?"
Sanistya langsung kaget mendengar pertanyaan dari pria yang tengah mengisi isi kepalanya.
Dan ketika menoleh tepat ke sosok sang suami, Prabha Winangun sudah berada di dekatnya.
Berdiri menjulang dengan seluruh atensi pria itu yang diarahkan padanya. Tatapan sarat selidik, dilengkapi oleh ekspresi datar andalan.
Oh tentu tak ada ganteng-gantengnya terlihat.
"Kenapa kamu belum tidur?"
Sang suami mengajukan pertanyaan kembali.
"Belum mengantuk," jawabnya dengan santai.
Namun selang beberapa detik saja, ia malahan menguap. Mengindikasikan hal yang berbeda.
Pasti dirinya akan dianggap berdusta.
"Kamu menunggu saya pulang?"
"Idih, Mas percaya diri banget kalau aku belum tidur karena menunggu Mas Prabh pulang."
Sanistya jelas sedang menyindir.
Bagaimana bisa sang suami begitu yakin jika ia masih terjaga karena menanti pria itu sampai di rumah. Prabha Winangun terkadang aneh!
"Bagaimana hasil tes itu?"
Pertanyaan diajukan sang suami kembali. Dan tak bisa dipahami arah pembicaraan kemana.
"Tes apa?" Sanistya mengonfirmasi. Ia tidak bisa tenang jika belum menuntaskan topik ini.
"Tes kehamilan."
"Ngapain aku harus tes? Aku nggak hamil, kok."
Sang suami tidak lekas menjawab. Namun dari cara menatap dengan alis terangkat, maka tanda jelas pria itu tak percaya dengan ucapannya.
Dan raut muka Prabha Winangun tidak mampu untuk dibaca. Jadi, apa saja di dalam pikiran pria itu, juga mustahil bisa ditebaknya.
"Aku beli buat Kak Miya."
Sanistya memperjelas jawaban. Dan awas saja ia dicurigai lagi, setelah memberi keterangan.
"Aku mau suruh Kak Miya tes, siapa tahu dia bisa hamil. Dan aku akan terselamatkan."
"Terselamatkan?"
Astaga! Bisa-bisanya ia salah berbicara.
Jadi, harus dijawab apa sekarang?
Prabha Winangun masih terus memandanginya, seolah-olah menunggu penjelasan darinya.
Dan otaknya tidak bisa diajak berpikir jernih.
Baiklah, menyusun jawaban sembarang saja.
"Iya, terselamatkan karena kalau Kak Miya yang hamil, aku nggak diburu untuk kasih cucu."
"Kamu diminta kasih cucu pak ketum?"
"Nggak juga, sih. Cuma persepsiku saja."
Oke! Jawabannya sungguh bodoh!
"Saya tidak menghamili kamu?"
"Eh? Apaan, Mas?"
"Saya menghamili kamu?"
Sanistya menggeleng cepat. "Gimana mau bikin aku tekdung, kalau kita tidur pisah kamar."
"Mas nggak berpikir aku tekdung sama laki-laki lain, kan?" Sanistya masih merasa ganjil dengan ajuan pertanyaan dari Prabha Winangun.
Baginya konyol saja diutarakan oleh sang suami.
Sekelas pengusaha cerdik plus juga merangkap politisi muda seperti Prabha Winangun, kenapa bisa mengajukan pertanyaan yang demikian.
"Tidak."
"Tidak? Maksudnya gimana, Mas?" Sanistya tak bisa mencerna jawaban amat singkat suaminya.
"Saya tahu kamu tidak selingkuh, Sanis."
"Tapi saya heran kenapa kamu beli alat-alat itu."
"Lah, aku kan sudah bilang aku beli testpack buat Kak Miya, bukan untuk aku pakai sendiri."
Ada apa dengan kecerdasan Prabha Winangun? Mengapa bahasan mudah seperti ini tidak dapat dimengerti oleh sang suami?"
"Kamu pernah pakai alat itu?"
Lagi-lagi pertanyaan yang sifatnya konyol.
"Ngapain aku pakai, kalau aku nggak hamil?" Sanistya pun menjawab dengan nada jengkel.
"Aku belum pernah bunting," imbuhnya. Dan, ia menekankan setiap kata guna menyindir.
Dan semoga kecerdasan Prabha Winangun dapat kembali agar mereka tak seperti dua orang bego dengan topik pembicaraan yang juga konyol.
"Masih nggak percaya, Mas?"
Sang suami diam. Kening pria itu berkerut kian banyak, tandakan sedang berpikir keras bukan?
"Aku pakai saja testpack-testpack yang aku beli dan aku perlihatkan ke kamu, Mas Prabh."
"Biar percaya aku nggak tekdung."
Dengan langkah kaki cukup cepat, Sanistya pun mengambil benda-benda tersebut yang masih ia simpan di dalam tas mewahnya.
Lalu, ditarik tangan sang suami menuju kamar mandi yang terletak di ujung tangga lantai satu.
Pria itu pun tak bertanya apa-apa.
"Diam di sini, jangan pergi."
"Sepuluh menit lagi, aku akan keluar."
Permintaan sang istri pun dibalas dengan sebuah anggukan pelan, Prabha merasa tidak perlu saja berkomentar. Tinggal menunggu akhirnya akan bagaimana, dibiarkan saja Sanistya beraksi.
Lagi pula, ia juga tak yakin wanita itu hamil.
Selama enam bulan ini menikah, Sanistya tidak pernah menyeleweng, dalam artian punya jalinan asmara terlarang dengan pria rahasia.
Informan yang disewanya, setiap hari memberi laporan terkait pengawasan pada Sanistya secara rahasia. Dan aman-aman saja hasilnya.
Cklek.
Belum lama, sang istri masuk ke kamar mandi, wanita itu sudah keluar lagi. Membuatnya jadi langsung bertanya-tanya kenapa dilakukan.
"Sudah selesai?"
"Nggak jadi, Mas."
"Tidak jadi?" Prabha mengonfirmasi kembali.
"Iya, nggak jadi aku coba pakai testpack, aku nggak mau pipis. Malas nunggu lama."
Percayalah, Prabha ingin sekali tertawa dengar bagaimana polos penuturan istrinya. Namun, ia memilih menahan karena sepertinya Sanistya sedang jengkel dengan dirinya.
Mata memelotot padanya.
"Pokoknya aku nggak tekdung, ya."
"Kalau masih mau lihat hasil positif di alatnya nanti, aku akan cek pakai kucingku."
"Kebetulan Kitty lagi bunting."
Dan ketika wanita itu hendak bicara lagi, ponsel milik sang istri berbunyi nyaring.
Sanistya lekas berlalu dari hadapannya.
Saat itulah, ia mengulas senyuman selebar yang bisa dilakukan karena merasa terhibur dengan tingkah istrinya sendiri yang seperti pelawak.
"Malam, Mama. Halooo."
"Tumben Mama telepon malam-malam."
"Eh, bagaimana, Mama? Lagi di perjalanan ke rumah Mas Prabha? Mama mau nginap?"
Sanistya seketika tertegun mendengarkan semua yang disampaikan sang ibu di seberang telepon.
Jelas amat kaget!
Andai benar ibunya akan bermalam di sini, itu artinya ia dan sang suami harus satu kamar?
.............................
ayok harus ramai komennya. Wwkwk
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top