Ayo Cerai!
PROLOG
"Mbak Sundari ini mantan pacar suami saya?" tanya Sanistya mantap.
"Tidak, Bu Sanis."
"Kami hanya berteman baik selama kami kuliah magister di Amerika. Kami satu jurusan."
Sanistya seketika tak enak hati karena kesannya sedang menuduh Sundari Resnata. Tapi, ia juga penasaran dengan hubungan wanita itu dan sang suami yang diperbincangkan staf-staf kantor.
"Bu Sanis, mohon tidak salah sangka."
Sanistya lekas menggeleng. "Tidak, kok."
"Saya tidak salah sangka," tampiknya, lalu.
"Mbak Sundari sudah menikah?" Sanistya pun berniat mengganti topik pembicaraan.
"Maaf, jika saya lancang bertanya."
"Tidak apa-apa, Bu Sanis."
"Saya sudah bercerai dengan suami saya, Bu."
Sanistya bersorak di dalam hatinya. Seakan baru saja mendapat angin segar dan harapan.
Ya, Sanistya berencana meminta Sundari untuk mendekati suaminya, andai wanita itu memang memiliki perasaan khusus pada Prabha.
Dengan begitu, maka akan kian cepat rencana berpisah dari sang suami bisa direalisasikan.
Sanistya pun telah mantap untuk mengutarakan maksud pada Sundari. Kalimat sudah disiapkan.
Brak!
Rasa kaget luar biasa menyerang Sanistya sebab pintu ruangan VIP restoran yang dipakai, dibuka dari luar oleh orang lain dengan tak sopan.
Baru saja Sanistya ingin menunjukkan kekesalan namun seketika lenyap keinginan, setelah mata melihat langsung sosok Prabha Winangun.
Benar, suaminya.
Nyali Sanistya jelas ciut, apalagi pria itu tengah menampakkan ekspresi wajah menyeramkan.
Air muka datar, dengan tatapan tajam.
Prabha berjalan ke arahnya.
Dalam hitungan detik, tangan kirinya pun telah diraih oleh pria itu. Dipegang begitu erat.
"Ikut saya pulang."
Sanistya bergeming, malas merespons.
"Maaf, Sundari, istri saya ini agak gila."
Sanistya jelas tersinggung mendengarkan ucapan Prabha. Pria itu membuat imej dirinya jelek.
Ingin sekali ditunjukkan perlawanan, tapi sang suami sudah menggandengnya keluar ruangan.
Ya, Prabha merangkul erat pinggangnya. Tak menyeretnya kasar, tapi tetap terkesan memaksa agar dirinya mengikuti langkah pria itu.
Mereka berjalan ke arah tangga.
Beberapa pasang mata jelas memerhatikan. Itu artinya ia dan juga Prabha harus berakting mesra seperti biasa mereka lakukan di depan publik.
Tentu tak boleh ada yang tahu jika rumah tangga dibangun, tidak seindah bayangan orang-orang.
Hingga mereka sampai di dalam lift yang tidak berpenghuni, keintiman harus terus dipamerkan.
Tepat setelah pintu lift menutup, Sanistya kaget karena dirinya dihimpit ke dinding oleh Prabha.
"Apa yang kamu sebenarnya lakukan di sini dengan Sundari?"
"Mencarikan Mas istri baru." Sanistya menyahut santai sembari mengerlingkan matanya.
Tak akan terintimidasi dengan kungkungan sang suami atas tubuhnya, walau ruang gerak menjadi terbatas. Dirinya tidak bisa diprovokasi.
"Sudah saya bilang saya tidak ingin menjadi duda. Apa kamu tidak paham, Sanis?"
"Ngerti, ngerti." Sanistya menjawab santai.
"Cuma aku nggak mau aja terus-terusan punya suami dingin kayak kamu, Mas Prabha Sayang."
"Kamu yakin bisa bercerai dari saya?"
"Yakin sekali." Sanistya penuh semangat dalam menjawab. Tersenyum sangat percaya diri.
"Kamu yakin tidak akan bisa jatuh cinta dengan saya sebagai suami kamu, Sanis?"
Prabha Winangun menantang lagi.
"Aku mau punya pasangan yang hangat, posesif, dan romantis. Nggak dingin kayak kamu, Mas."
"Mbak Sundari bakal betah dengan sifat dingin kamu. Jadi, nikah lagi sama dia, yah, Mas?"
"Mumpung dia juga janda." Sanistya mengiringi tawa mengejek dalam ucapannya.
"Baiklah, sepertinya saya harus benar-benar menghamili kamu, Sanis."
Prabha senang melihat reaksi kekagetan amat besar pada sepasang netra istrinya.
"Kita akan sekamar."
"Juga seranjang." Prabha mempertegas.
Pernikahannya dan Sanistya tidak akan pernah kandas, sekalipun wanita itu memiliki segudang rencana konyol untuk membuatnya menjadi duda.
.................
yok seperti biasa, vote dan komen untuk meramaikan.
save juga di library yaaa.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top