Sebelas: Ijon, Rasakan! Bukan Pikirkan!


Bagaimanapun cara Iko mencoba untuk berbaikan dengan Mas Ijon, selalu saja gagal. Ijon sekarang jadi curiga terhadap apa yang Iko lakukan. Padahal Iko kan sengaja datang ke rumah Ijon untuk rusuh seperti biasa. Tapi... Ijon malah melarikan diri. Mas Ijon pergi. Iko kecewa. Sangat. Keinginannya untuk berdamai dengan Mas Ijon nggak akan pernah berhasil.

“Dia baru aja pergi. Katanya ada janji sama temen. Iko coba SMS atau BBM ke dia...” Mama Mas Ijon, tante Nafi tersenyum ke arah Iko.

Iko menggeleng. Mana mungkin Ijon mau membalas SMSnya. Nggak mungkin! Iko juga sedang kere saat ini. Dia nggak punya pulsa atau paket data.

“Iko tunggu aja deh, Tante...” Iko menyelonjorkan kakinya.

“Iko kalau capek ke kamar Ijon aja nggak apa, kok!”

“Itu kan kamar cowok, tante... Masa iya Iko suruh menjelajahi kamar Mas Ijon...” Iko nyengir. Tante Nafi ngakak.

“Kemaren-kemaren Iko juga masuk ke kamar Ijon. Lagian tante percaya kok kalau Iko anak yang baik...”

Iko nyengir malu. Bangga juga. Iko memang sudah dianggap sebagai anak sendiri oleh tante Nafi. Mas Ijon kan punya adik satu. Cowok. Sekarang masih kelas dua SMP. Tante Nafi nggak punya anak cewek, makanya senang sekali kalau Iko datang. Selain itu, siapa sih yang nggak kenal Iko? Dia selalu berhasil membuat Ijon bereaksi dan nggak cuek lagi.

Iko bersandar di sisi ranjang Ijon. Lalu perlahan matanya mulai berat. Iko mulai memejamkan matanya dan tertidur dengan mulut menganga. Iko sedang mimpi indah saat ini. Makan es cream.

“Bangun!” Ijon menendang kakinya.

Iko terusik. Saat dia sudah membuka mata, ada Ijon di depannya. Bukan hanya itu, di mulutnya juga sudah bertengger sebuah es cream. Iko nyengir senang. Bangun tidur dan langsung menemukan es cream. Ini indah sekali!

“Mas Ijon baru datang?” Iko tersenyum. Sesaat rasa kesalnya pada Ijon teralihkan oleh kehadiran es creamnya.

“Kamu tumben maen ke sini?” Ijon menatapnya tajam.

Tanpa Iko ketahui, Ijon sudah banyak tersenyum hari ini. Tadi saat dia sampai di rumah, dia melihat ada sandal Iko di teras depan. Mood Ijon yang awalnya kurang bagus akhirnya naik begitu saja. Saat dia masuk ke dalam rumah, mamanya tersenyum lebar sambil menunjuk kamar Ijon yang terbuka. Ijon berbalik dan keluar untuk membeli es cream. Ketika dia masuk ke kamarnya, Iko masih tidur dengan mulut menganga. Ijon ingin sekali menjahili Iko, tapi dia nggak tega. Akhirnya dia hanya membuka bungkus es creamnya dan memasukkan es cream itu ke mulut Iko. Iko segera membuka matanya.

“Mas Ijon, Iko mau baikan sama Mas Ijon!” Iko mengungkapkan pemikirannya spontan. Gamblang. Ijon menaikkan alisnya.

“Iko nggak jadi kesal lagi sama Mas?”

Iko menggeleng sambil menjilat es creamnya. Pikiran kotor Ijon sempat berseliweran saat itu.

“Iko nggak jadi anggap Mas kerasukan jin jahat?”

Iko menggeleng lagi, namun dalam beberapa gelengan Iko berhenti lagi.

“Ah, itu! Kalau itu masih! Iko masih anggap Mas Ijon kerasukan jin jahat! Jin jahat itu pasti bisa balik sewaktu-waktu!” Iko mengangguk pede.

Ijon menepuk dahinya sendiri. Sebenarnya dia sudah lelah dengan semua ini. Dia ingin segera berbaikan dengan Iko. Rencananya dia ingin bicara dengan Iko hari ini, tapi Kinan tiba-tiba mengiriminya SMS. Kinan minta tolong pada Ijon. Katanya dia punya banyak PR. Ijon nggak paham kenapa Kinan harus bertanya padanya, tapi karena Ijon juga ingin membeli sesuatu... Ijon mengajaknya bertemu di salah satu cafe. Ijon juga sering sekali mendapatkan permintaan dari Kinan. Kinan pernah bercerita padanya kalau dia nggak punya teman dan jadi korban bullying.

“Mas nggak lagi kesurupan, Unyil!” Ijon menarik hidung mungil Iko. Iko merengut.

Paling nggak sekarang Ijon dan Iko sudah berbaikan. Bahkan mereka berdua nggak sadar apa yang menjadi sumber pertengkaran mereka.

“Mas Ijon dari mana? Tumben amat keluyuran...” Iko meneliti pakaian Ijon. Tampilannya biasa, sih hanya kaos dan celana jeans.

“Habis dari beli senar gitar...” Ijon menunjuk gitarnya. Iko manggut-manggut.

Ijon memang nggak bohong soal itu, tapi dia nggak menjelaskan kegiatan apalagi yang dia lakukan setelah membeli senar gitar.

“Mas Ijon... Mas Ijon... kemaren Iko sama Syita lihat mas sama cewek....” Iko menatapnya. Ijon balas menatap Iko. Menunggu apa reaksi Iko waktu itu, tapi Iko hanya melangkah santai.

“Oh, cewek itu...”

“Itu pacar mas...?” Iko mengerjap.

“Bukan!!” Ijon menolak tegas. Iko nyengir, lalu melompat ke kasur Ijon. Ijon gemas. Tangan Iko masih berlepotan bekas es cream dan...

“Unyil, turun dari kasur mas! Tangan kamu kotor, jangan pegang-pegang sprei!!” Ijon sudah mendadak emosi. Iko masih nggak mau bangkit dari sana.

“Mas Ijon pelit sekali...” Iko sudah mulai rusuh lagi.

Tangannya mulai jahil. Dia menggoda Ijon dengan meletakkan tangannya di atas sprei Ijon. Ijon menjerit.

“Jangan, Ikoooo!!”

“Pegang, ah...!”

Mereka berdua masih saling bertatapan. Ijon dengan tatapan gemas, Iko dengan raut jahil. Tapi Iko sadar kalau dia nggak boleh mengusapkan tangannya di sprei atau selimut Ijon. Kasihan tante Nafi yang mencucinya. Iko bangkit dari kasur Ijon, lalu meletakkan kedua tangannya di pipi Ijon. Ijon melongo. Bukan karena tangan berlepotan Iko yang menyentuh pipinya, tapi lebih dari itu. Saat ini Ijon bertatapan dengan Iko dalam jarak yang lumayan dekat. Iko tersenyum lebar. Ijon deg-degan.

“Lepasin tangan kamu, Nyil!” Ijon mencoba segalak mungkin saat ini. Iko menggeleng dengan wajah bandel. “Nyil, mas hitung sampe tiga, nih!”

“Kalau Iko lepas ntar Mas Ijon marah...”

“Lepasin, Nyil! Kalau nggak...”

“Kalau nggak apa?” Iko menantang.

Ijon sering sekali mengancamnya, jadi Iko sudah hafal kelakuan Ijon. Lagipula kan Iko lebih rusuh, jadi ancaman seperti apapun nggak akan dia pedulikan.

“Kalau nggak... kalau nggak...” Ijon sibuk berpikir.

Cubit? Ah, itu sudah biasa! Jitak? Ijon sudah sering melakukannya. Gigit? Itu nggak akan pernah bisa Iko percayai. Tendang? Nggak akan pernah bisa berpengaruh pada Iko. Lalu...

“Kalau nggak... Mas cium!” Ijon spontan mengatakannya. Iko melongo. Dia menatap Ijon dengan raut nggak percaya. Lalu bibir Iko tertarik melebar. Dia tersenyum lebar sekali. Iko nggak percaya, ya!

Ijon bermaksud menarik kepala Iko, tapi sayangnya Ijon salah perhitungan kali ini. Ijon mundur lebih dulu hingga Iko yang masih berdiri di atas ranjangnya tertarik. Ketika tangan Ijon sibuk menggapai kepala Iko, Iko kehilangan keseimbangannya. Lalu... Iko jatuh ke dalam pelukannya, dengan bibir Iko yang terantuk bibirnya. Ijon melotot kaget. Iko juga.

Bibir Iko... bibir Ikooooo...

“Mas Ijon!!” Iko melotot nggak terima. Malu. Dia malu.

Jantungnya berdegup kencang. Ini sama sekali nggak ada dalam kamus Iko.

“Bibir Iko sakit kena bibir mas Ijon!” Iko masih nggak terima. Dia berdiri, lalu berbalik. Iko berlari kabur.

Ijon?

Ijon hanya melongo. Dia masih belum sadar dengan apa yang terjadi. Bibir Iko jatuh di atas bibirnya. Rasanya... rasanya....

Ijon ingin salto sekarang. Kalau boleh. Dia bahagia, tapi malu. Deg-degan. Excited. Bukan soal bagaimana dia “dicium” Iko, tapi lebih dari itu. Ijon hanya berpikir kalau Iko saat ini pasti sedang malu. Satu kejadian ini pasti akan membuat Iko memikirkannya. Mungkin Iko akan menjauh? Nggak, nggak... Ijon sudah mencoba positive thinking soal ini.

Itu pasti ciuman pertama Iko!

***

Iko mikir. Lama. Kenapa jantungnya deg-degan hanya karena kecelakaan itu? Iko nggak boleh bawa perasaan hanya karena kecelakaan ini. Itu adalah perbuatan yang merusak jagad kerusuhan ala Iko. Kan Iko sudah biasa mencium abang. Mencium ayah. Tapi kan di pipi. Bukan di bibir.

Iko mikir lagi. Makin lama. Kali ini detak jantungnya makin menggila. Mas Ijon mungkin salah paham soal ini. Tapi kan Iko nggak sengaja. Mas Ijon juga.. bukannya sudah punya pacar? Cewek yang waktu itu, lho... yang di depan sekolah! Meskipun mas Ijon mengatakan kalau cewek itu bukan pacarnya, tapi bisa saja kan kalau cewek itu gebetan mas Ijon. Calon pacar gitu!

Ah, kalau berpikir seperti itu... kok Iko jadi panas sendiri, ya? Nggak terima gitu!

Iko harus menjelaskan ke Ijon kalau dia nggak sengaja. Iko mengambil jaketnya, lalu menyelinap ke belakang rumah Ijon. Iko bahkan sampai lompat ke jendela kamar Ijon yang letaknya di sisi lain rumah Iko.

“Mas Ijon...!” Iko memanggil Ijon. Ijon sedang terpekur di atas kasurnya. Ijon tersadar sekilas. Dia mulai berpikir yang nggak-nggak.

Bayangan Iko mengganggunya. Saat Ijon minum, ada wajah Iko di gelasnya. Saat Ijon menonton TV, ada Iko di sana sedang menari-nari jahil.

“Pasti hanya bayanganku aja...” Ijon menghalau pikirannya sendiri, tapi makin lama panggilan Iko makin terdengar.

Ijon menoleh, dan kaget saat mendapati Iko sudah bergelayut manja di sisi jendelanya. Ijon menarik lengan Iko sebelum anak itu merosot ke bawah lagi dan terjatuh.

“Ka... Kamu ngapain di sini? Kenapa nggak lewat pintu depan aja?” Ijon bertanya. Iko menatap Ijon dengan raut bersalah dan salah tingkah.

“Mas Ijon... soal yang tadi...”

“I... Iya? K... Kenapa?” Ijon jadi makin salah tingkah.

“Anu... itu, mas...”

“B.. Buruan, Nyil.. ada apaan?”

“Mm... Maafin Iko, Mas. Nggak sengaja tadi...” Iko menunduk malu. Wajahnya sudah merah begitu.

Ijon menatap Iko sambil menggaruk tengkuknya.

“I.. Iya.. Mas tahu, kok! Lupakan aja...” Ijon mungkin salah kalau mengatakan ini.

Ijon nggak mungkin melupakan kejadian tadi. Nggak akan pernah. Itu ciuman pertamanya.

“Lupakan..? Tapi itu ciuman pertama Iko, Mas.” Iko berjongkok dan bergulung di karpetnya. Ijon ikut berjongkok dengan raut panik.

“Mas juga nggak tahu harus gimana, Nyil! Kan kita nggak sengaja!”

“Maaasssss...!”

“Kan cuma ciuman pertama aja, Ko! Mas bukannya ngambil sesuatu yang sangat privasi lainnya, kan?” Ijon masih menjawab dengan ekspresi gugup. Tapi Iko menghentikan gulingannya. Dia berhenti dan menatap Ijon dengan raut kecewa.

“Mungkin bagi mas Ijon ciuman pertama itu sepele, tapi buat Iko.. itu sesuatu yang harus Iko pertahankan untuk suami Iko nanti!” Iko berbisik pelan.

Ijon melongo. Beruntung sekali suami Iko. Iko sangat menjaga dirinya untuk itu.

“Maaf, Nyil... Mas beneran minta maaf..” Ijon menatapnya dengan raut bersalah.

“Tapi kan... kan...” Iko mencebik. Air mata sudah mulai muncul di matanya. Air mata kekesalan yang selalu muncul kalau Iko sedang kesal.

“Yang cium duluan kan Iko! Iko yang jatuh duluan ke bibir Mas Ijon!” Iko menutup wajahnya.

Ijon nggak tahu harus ngomong apa kali ini. Memang benar, sih.. tapi itu kan nggak sengaja!

“Anggap aja itu nggak pernah terjadi, Nyil...! Sama kayak ciuman nggak langsung, atau napas buatan...”

“Nggak bisa gitu, Mas! Kan Iko maunya ciuman pertama buat suami Iko nanti!”

“Ya udah, Mas bakalan nikahin Iko!” Ijon berteriak spontan.

Iko melongo. Ijon juga melongo sepertinya. Dia keceplosan. Alam bawah sadarnya lebih jujur kali ini hingga memengaruhi alam sadarnya.

“Emangnya mas mau nikah sama Iko? Mas Ijon kan nggak cinta sama Iko...”

Kalimat Iko membuat Ijon bungkam seketika. Ijon merasa aneh dengan kalimat Iko. Ijon merasa nggak terima. Ijon ingin sekali Iko hadir di hidupnya dan menemani hari-harinya. Tapi... kenapa Iko seperti nggak yakin? Ah, Ijon kan belum pernah mengatakan itu pada Iko! Ijon bahkan belum pernah mengatakan betapa dia sangat mencintai Iko.

“Mas Ijon juga udah punya cewek yang mas Ijon suka...” Iko salah paham kali ini.

“Hah?!”

“Cewek yang waktu itu di depan sekolah...”

“Dia bukan cewek mas, Nyil...”

“Iko juga pernah memergoki kalian lagi berduaan di cafe...” Iko menundukkan kepalanya.

“Nyil, bukan gitu... Kami hanya...”

“Iko nggak mau jadi perusak hubungan kalian...”

“Iko... bukan gitu...”

“Iko pulang aja, deh! Kalau lama-lama di sini ntar Iko malah bikin mas Ijon makin bete, lagi...” Iko melompat ke luar lewat jendela lagi. Dia berlari dan kembali ke rumahnya.

Tinggal Ijon yang menatap kepergian Iko dengan raut nggak terima. Dia ingin menjelaskan kesalahpahaman Iko terhadapnya. Ijon sama sekali nggak ada rasa apapun terhadap Kinan. Sama sekali nggak ada. Ijon hanya kasihan pada Kinan dan kebetulan membantunya. Mereka sering sekali secara nggak sengaja bertemu. O-Oh? Nggak sengaja? Yakin, Jon nggak sengaja?

***

Syita jadi aneh akhir-akhir ini. Dia jadi suka marah-marah sendiri. Fiko, Kanan, Kiri, Iko dan bahkan abangnya juga sempat kena amukannya. Iko memang nggak peka, tapi dia peduli pada Syita. Pasti Syita punya masalah yang agak rumit hingga amarahnya mudah meledak sewaktu-waktu.

“Aku nggak suka ya kalau ada cewek gatel yang rusak hubungan orang...!” Syita curhat.

Iya, Syita menyebutnya curhat. Tapi sejak tadi Syita malah sibuk menceritakan idealismenya tentang orang ketiga dan perusak hubungan orang. Iko jadi merasa tersindir.

Saat ini Syita datang ke rumahnya lalu masuk ke kamarnya dan mulai bercerita dengan nada menggebu.

“Aku nggak paham maksud kamu apa, Syita...” Iko menggaruk kepalanya. Jangan-jangan Syita tahu kalau Iko mulai menaruh kecemburuan dan protes atas kedekatan mas Ijon dan cewek itu! Iko menggeleng.

“Aku benci orang ketiga yang merusak hubungan orang, Iko!” Syita kembali bercerita.

“Hubungan kamu dan mas Ijon diganggu sama cewek lain?” Iko mengerjap.

“Bukan hubungan kami, Iko!”

“Lalu hubungan siapa, Syita?”

“Kak Ijon...”

Iko melongo. Sejak kapan Syita jadi cemburu saat mas Ijon dekat dengan cewek lain? Syita sedang menaruh rasa pada mas Ijon-kah?

“Jangan salah paham, Iko! Aku cuma nggak suka kalau kak Ijon....”

“Sama cewek yang waktu itu, ya...?,” potong Iko cepat. Iko sudah mengambil kesimpulan.

“Namanya Kinan, Iko!”

“Kok kamu tahu? Kamu bilang katanya nggak suka sama mas Ijon, tapi kenapa hafal soal mas Ijon?”

Satu pukulan melayang di kepala Iko. Syita memukulnya dengan buku tulis. Iko melongo. Apa salahnya kali ini?

“Kamu beneran nggak sadar, Ko? Aku marah ini karena kak Ijon deket sama cewek itu! Kak Ijon kan sukanya sama kamu...” Syita menelan ludahnya. Keceplosan!

“Apanya? Mas Ijon itu bukannya suka sama aku, Syita...! Mas Ijon kan udah punya gebetan yang namanya Kinan itu....” Iko menunduk kecewa. Pasrah. Putus asa. Syita menggeleng kencang.

“Nggak! Nggak! Sampai kapanpun aku nggak akan biarin cewek itu merampas kebahagiaan orang yang aku sayangi....” Syita menggeleng tegas.

Syita sekarang aneh. Dia memang sering nggak suka pada cewek-cewek. Alasannya karena cewek itu jalang. Atau karena cewek itu centil. Atau cari perhatian. Tapi... kali ini kebencian Syita terlalu berlebihan.

“Iko, denger! Kamu harus pertahankan mas Ijon-mu itu! Harus!!” Syita menatap tajam mata Iko.

Iko mengernyit nggak mengerti. Dia bingung harus menjawab seperti apa permintaan Syita. Apa haknya untuk melarang mas Ijon? Iko bukan siapa-siapanya.

“Emang kenapa, sih?”

“Pokoknya kamu harus lindungi kak Ijon, Iko! Jangan biarkan cewek jahat itu mengambil kak Ijon. Kak Ijon itu... arrrggghhh... aku nggak boleh bilang apapun lagi sama kak Ijon!” Syita menggaruk kepalanya frustasi.

Iko menatap sahabatnya itu dengan raut santai sambil nyengir. Syita masih sibuk dengan emosinya. Bercerita ke sana ke mari, sementara Iko sudah molor. Bobok cantik.

***

Hari ini Iko janjian dengan Ijon. Tentu saja Syita yang mengatur rencana ini. Syita semangat sekali saat Ijon setuju untuk mengajari Iko pelajaran matematika. Ijon juga berterimakasih karena Syita berhasil membujuk Iko untuk belajar.

“Pokoknya, kak Ijon serahin aja ke aku! Aku akan bikin kak Ijon dan Iko dekat!” Syita menepuk dadanya bangga.

“Thanks, ya Syita! Sebagai imbalannya, ntar aku kirimin foto masa kecil Fikar deh...”

Syita jingkrak-jingkrak kegirangan. Bayaran yang sangat luar biasa!

Ijon sudah senang seharian ini. Di sekolah dia selalu tersenyum. Fikar yang nggak paham ada masalah apa dengan sahabatnya ini mulai kepo. Tingkat kekepoan Fikar meningkat saat Ijon menatap layar HPnya.

“Jadi, apa yang bikin kamu nyengir mulu sejak pagi?” Fikar menyenggol lengannya. Ijon salah tingkah seketika. “Ngaku!!”

“Eng... aku... ntar mau belajar bareng sama...”

“Iko?” Fikar nyengir lebar.

“Kamu tahu darimana?”

“Syita...” Fikar tertawa lebar. Ijon lupa kalau Fikar dan Syita itu pasangan serasi dalam hal kekepoan.

“Ntar kalian pulang bareng aja! Aku kabur dulu!” Fikar nyengir.

Ijon tersenyum makin lebar. Pelajaran hari itu berlangsung, dan Ijon merasa kalau pelajaran hari itu lama sekali....

Ijon menatap Iko. Iko menatap Ijon. Mereka sedang berdiri di samping gerbang sekolah. Iko mendapat SMS dari abangnya yang mengatakan kalau Iko harus pulang bersama Ijon hari ini. Iko nggak masalah, kok! Iko malah.. senang!

“Tunggu di sini, ya! Mas mau ambil motor dulu!” Ijon menepuk kepala Iko. Iko mengangguk. Dia hanya menurut dan segera menunggu di samping gerbang sekolah.

Tapi... Iko mulai kesal saat melihat ada cewek bernama Kinan itu datang lagi. Lututnya penuh dengan luka dan darah. Karena kasihan, Iko menghampirinya.

“Kamu Kinan?” tanya Iko pelan. “Kamu kenapa?”

“Kamu siapa?” Kinan balas bertanya.

“Aku tetangga Mas Ijon....”

“Iko, bukan?” Kinan menatap Iko dengan tatapan menyelidik. Iko mengangguk. Kinan tahu namanya darimana? Apa mas Ijon memberitahu Kinan soal dirinya?

“Lutut kamu kenapa?” Iko bertanya cepat.

“Aku... jatuh!”

“Ayo ke rumah sakit...! Aku anterin kamu, ya...” Iko benar-benar peduli dan kasihan saat itu. Namun sayang sekali, Kinan menghempaskan tangan Iko kencang dan kasar.

Iko kaget. Ternyata cewek cantik ini bisa galak begini?

“Aku hanya butuh kak Rion! Mendingan kamu pergi aja! Kamu bukan apa-apanya dia, kan?” Kinan berkata tajam ke arahnya.

Iko bungkam. Ini apa-apaan, sih? Iko menunduk. Mungkin Kinan lebih membutuhkan dirinya dibanding Iko. Iko mengangguk pelan, lalu pergi dari sana. Hati Iko sakit sekali, seperti diiris-iris. Luka yang nggak tampak itu sudah menjelma jadi air mata sekarang. Iko berlari, dan begitu sampai di halte bis Iko segera naik ke dalam. Kali ini Iko yakin kalau dia nggak salah bis.

Sementara itu Ijon keluar dari tempat parkir dan bermaksud menghampiri Iko. Tapi Iko menghilang. Yang ada hanya cewek bernama Kinan itu. Ijon panik. Risih juga. Kenapa malah cewek ini yang nongol? Selain itu kenapa lagi cewek ini? Lututnya berdarah.

“Kinan, kamu lihat cewek mungil yang berdiri di sini nggak? Dia pake jaket kuning...” Ijon membuka helmnya. Kinan menatap Ijon yang sedang terlihat panik.

“Dia tadi buru-buru banget kayaknya, deh!” Kinan menunjuk arah Iko pergi tadi. Ijon panik.

“Ikoooo!!!” Ijon gemas.

“Eng... Kak Rion, Kakak bisa bantuin aku nggak? Aku habis jatuh, aku pengen ke rumah sakit... tapi...” Kinan menatap Ijon. Ijon ragu. Dia kasihan pada Kinan, tapi dia harus menyusul Iko. Iko jauh lebih penting baginya saat ini.

Ijon turun dari motornya, lalu menghentikan taksi. Ijon membuka pintu taksi itu, lalu menunjuk bangku penumpang.

“Kamu naik taksi aja, ya...! Maaf aku nggak bisa nemenin dan anterin! Aku udah bayarin, kok ongkos taksinya!” Ijon kembali pada motornya, lalu mulai melajukan motornya kencang.

Kini hanya tinggal Kinan yang masih shock karena mendapatkan perlakuan serupa dari Ijon.

TBC

Kayaknya ini kisah lurus sepi banget... Makanya ogah posting aku... :v

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top