3. Membayar Hutang
Wati terdiam, jari-jarinya saling bertaut. Sudah 10 menit ia menunggu di ruang mami. Setelah menyerahkan uang sebanyak Rp.10.000.000 pada para penagih hutang ia kembali menemui mami Cila sesuai perintahnya.
Tok! Tok! Tok!
Suara hak sepatu mami terdengar.
"Gimana emak kamu?" tanya mami saat dirinya telah duduk di hadapan Wati.
"Baik, sudah tenang di rumah."
"Bagus."
Mami Cila menatap Wati yang terus menunduk. Jantung Wati bertalu-talu, ia tahu apa yang harus ia korbankan demi uang sebanyak itu.
"Santai saja jangan tegang, saya tahu kamu takut."
"I ...ya."
"Kamu meminjam sebesar sepuluh juta rupiah dan itu harus kamu bayar dengan bekerja pada saya."
"Berapa lama saya harus bekerja?"
"Sampai hutang kamu lunas, setelah itu terserah kamu mau tetap di sini atau tidak. Saya tidak akan memaksa."
"Kira-kira untuk melunasi uang sepuluh juta itu saya harus bekerja berapa hari?"
"Bukan berapa hari tapi berapa laki-laki yang harus kamu layani."
"Iya itu maksud saya."
"Paling mahal keperawanan kamu, setelah itu tarif kamu ditentukan dari kepuasan pelanggan."
"Saya masih sekolah, apa harus tinggal di sini?"
"Anak sekolah kayak kamu, cukup datang saat malam minggu. Tapi kalau kamu mau hutang kamu cepat lunas kamu bisa tiap malam di sini."
"Saya datang malam minggu saja, kasian emak kalau tiap malam saya di sini."
"Baiklah kalau itu pilihan kamu. Besok sore datang ke sini, sudah ada pelanggan yang bersedia membayar dua juta untuk keperawanan kamu."
"Dua juta?" Hutangku masih 8 juta lagi. Keluh Wati di hatinya.
"Iya dua juta."
Tanpa Wati ketahui tarif yang ditawarkan mami Cila kepada pelanggannya sebenarnya 3 juta rupiah dan sang pelanggan telah setuju tanpa banyak tanya.
"Saya ... " ingin sekali Wati mundur dari pekerjaan hina ini tapi ia tidak punya uang untuk membayar hutangnya pada mami Cila.
"Saya tidak memaksa kamu untuk melakukan pekerjaan ini. Datang besok sore atau bayar hutang kamu!"
"Baik." Wati menunduk.
"Oh ya, mulai hari ini nama kamu Eva. Nama Wati terlalu kampungan untuk kerja di sini."
______
"Mak, Wati mulai kerja sore ini."
"Maafin emak ya? Kamu jadi harus kerja untuk bayar hutang emak."
"Gak pa-pa, Mak. Hutang itu kan untuk biaya sekolah Wati juga."
"Untung ada majikan ibunya Salma ya yang mau bantu, kalau enggak kita udah gak tau mau tinggal dimana."
Emak tidak tahu apa pekerjaan yang akan dijalani putrinya. Wati berbohong dengan mengatakan majikan ibunya Salma lah yang menolongnya dan ia harus bekerja menjadi pembantu rumah tangga seminggu sekali dan harus menginap.
"Udah jam segini, kamu gak siap-siap?"
"Bentar lagi, Mak." Wati masih terus saja menyiangi sayuran, bahan untuk emaknya membuat tahu isi dan bakwan.
"Udah, itu biar emak yang ngerjain, gak enak kalo hari pertama kerja kamu udah telat."
Seandainya emak tahu pekerjaanku pasti gak akan mengizinkan aku pergi. Hati Wati terasa teriris mengingat ia akan melepas hartanya yang paling berharga malam ini.
"Iya, Mak."
Wati bersiap di kamarnya, ia menatap dirinya di cermin sambil menyisir rambutnya. Setitik air mata menetes mengingat besarnya pengorbanan yang akan ia lakukan.
Aku harus kuat, ini demi emak dan Adi.
Wati mengepalkan tangannya, matanya terpejam ia mengambil nafas dalam-dalam.
"Wati, Salma udah jemput tuh!" Seru emak dari luar kamarnya.
______
Disinilah Wati sekarang, di sebuah kamar berukuran 3x3 meter. Menunggu sang pelanggan datang.
Beberapa saat yang lalu saat tiba di tempat pelacuran milik mami Cila ia disambut oleh sang mami. Dirias secantik mungkin dan disuruh memakai pakaian yang sangat minim tapi Wati menolak ia meminta pakaian yang lebih sopan dan dituruti oleh mami Cila.
Wati duduk di ranjang, ia meremas gaun selutut yang dikenakannya, ia benar-benar tegang. Jantungnya berdetak tak karuan.
Krek!
Seorang lelaki berusia 40 tahunan membuka pintu kamar. Ia mengamati Wati yang terus menunduk.
"Eva," panggil pria itu lembut.
Wati tidak menjawab, ia terus menunduk sambil meremas gaunnya.
Pria itu menutup pintu dan mendekati Wati. Ia memegang dagu Wati dan menekannya ke atas hingga Wati mendongak melihat wajahnya. Wati menatap penuh takut.
"Benar-benar masih perawan, berdiri!"
Wati berdiri mengikuti perintahnya. Pria itu menatap Wati dari kepala hingga kaki.
"Saya Darma, malam ini kamu milik saya."
Selesai berucap pria itu mulai melakukan aksinya, Wati alias Eva hanya pasrah mengikuti permainannya.
"Kamu benar-benar nikmat," ucap Darma setelah mendapat pelepasannya. Mereka masih berbaring di ranjang tanpa busana.
Ada rasa berdosa di hati Eva namun di sisi lain ada rasa nikmat yang ia rasakan yang baru pertama kali dalam hidupnya walau pusat tubuhnya sedikit sakit.
______
"Tiap pulang kerja kamu selalu kelelahan, tidur terus." Emak mengeluhkan tingkah laku Wati yang sepulang bekerja selalu mengurung diri di kamar.
"Cape, Mak."
"Kamu kerjanya ngapain aja sampe cape gitu?"
"Rumahnya besar, Mak jadi banyak yang harus dibersihin." bohong Wati pada ibunya.
"Cuma bersihin rumah?"
"Enggak cuma itu, Wati juga harus nyuci, nyapu, nyetrika."
"Majikan kamu galak nggak?"
"Nggak, dia gak galak. Wati juga dikasi makan dan minum." Wati berusaha mengarang cerita.
"Kalo gitu kerja yang bener, biar utang kita cepet lunas."
"Iya, Mak."
Wati tidak memberitahu ibunya berapa lama waktu yang dibutuhkan agar hutangnya segera lunas dan berapa bayaran yang ia peroleh karena ia tidak ingin menimbulkan kecurigaan.
Sudah 4 minggu Wati bekerja pada mami Cila namun hutangnya belum juga lunas. Malam pertama hutangnya berkurang dua juta rupiah namun malam-malam berikutnya hanya satu juta rupiah saja. Itu artinya baru setengah dari hutangnya yang terbayar. Paling tidak masih 5 minggu lagi ia harus bekerja.
Wati tahu ia melakukan dosa besar, di setiap malam ia bersujud meminta pengampunan dosa pada Yang Maha Kuasa. Ia berjanji saat hutangnya telah lunas ia akan meninggalkan pekerjaan hina itu.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top