03. Kissing in The Cold
And i know it's long gone
There was nothing else i could you and i forget about you long enough
To forget what i needed to
― Taylor Swift – All too Well
***
Semilir angin singgah di wajah keduanya. Kendati begitu dua sejoli yang tengah dimabuk asmara itu seolah tidak hirau akan keadaan bumi yang masih berputar, waktu yang masih berjalan, dan orang lain yang masih menunjukkan presensi mereka di sekitar. Bukan apa-apa. Hanya saja rindu yang membuncah setelah beberapa hari tak kunjung bertatap muka agaknya menjadi satu faktor, kenapa dua iris tersebut tak hentinya untuk saling mengisi satu sama lain.
Sepasang tungkai si gadis diluruskan dengan kapala anak adam yang tampak nyaman berbaring di atas pahanya. Senyum yang enggan lenyap dengan satu tangan si gadis yang telaten mengelus rambut sang terkasih di bawahnya.
"Kau suka?" Areun bertanya dengan jemarinya yang terus mengelus lembut.
"Retoris sekali, Reun. Kenapa perlu bertanya saat kau bisa merasakannya sendiri?"
Areun mendecak ringan dengan matanya yang berotasi, "Jawab saja apa susahnya, Jung. Terkadang, seseorang butuh kepastian dari lisan. Tidak mesti mengandalkan pembuktian saja."
"Ya, ya, ya," Jungkook giliran berucap malas, kendati setelah itu satu tangannya yang bebas dia alih fungsikan untuk meraih tangan Areun yang tengah membelai rambutnya. Diberikannya sebuah kecupan di sana yang menciptakan rona merah samar di pipi si gadis. "Suka. Aku suka sekali."
Areun semakin memperluas tarikan bibirnya. Satu tangannya yang digenggam Jungkook memberikan remasan lebih kuat di sana, dan satu tangan yang baru saja diberikan kecupan itu cepat-cepat ditariknya untuk kembali dia gunakan memberikan belaian lembut pada rambut pirang milik lelaki Min tersebut.
"Dan aku juga selalu suka, saat Jung Areun bersikap malu-malu seperti ini. Lucu sekali, sih," sahut Jungkook jahil dengan satu tangannya yang kini terangkat untuk memberikan satu cubitan di pipi si gadis.
"Min Jungkook!" seru Areun, serta merta semakin memalingkan wajahnya guna menyembunyikan rona merah yang semakin tampak jelas. Yang tentu saja tindakannya semakin mengundang tawa renyah milik Jungkook.
Tawa Jungkook yang membahana itu agaknya sudah selesai manakala dua netra cokelatnya menatap bagaimana bunga sakura di atas mereka bermekaran indah mengotori langit biru dengan warna merah jambu. Satu tangannya masih setia mengganggam tangan Areun. Memenuhi ruang kosong di jemari keduanya tanpa ada celah. Sementara Areun sendiri agaknya tidak keberatan dengan perlakuan Jungkook padanya. Kendati paha yang sejak tadi dijadikan bantal itu terasa sedikit kebas. Namun, urung meminta Jungkook segera beranjak manakala melihat netra rusanya itu tampak nyaman memandang langit.
"Reun, besok kita menikah di musim semi saja, ya?"
"Hah?" Areun terkejut. Satu alisnya terangkat dengan debaran jantung yang semakin menggila. Agaknya Min Jungkook memang tidak pernah bisa membuat hidup Jung Areun tenang satu hari saja, "Kenapa kau tiba-tiba bicara seperti itu?"
Jemari Jungkook kini ia gunakan untuk menjepit hidung mungil Areun. Setelahnya ia berujar gemas, "Tidak sabar saja mengubah Jung Areun menjadi Min Areun."
Namun agaknya Areun tidak tertarik dengan topik tersebut. Alih-alih begitu, pikirannya menuju kepada hal yang lain, "Kenapa harus musim semi?"
"Indah saja. Kau kan suka warna pink. Memangnya tidak suka ketika hari pernikahan kita warna pink di mana-mana? Bunga sakura bagus sekali tahu. Seperti yang di atas itu," Jungkook menunjuk dengan sorot matanya.
Namun Areun belum puas dengan alasan tersebut. Pun satu pertanyaan kembali di arahkan, "Lalu?"
Jungkook seketika menatap datar. Ia bahkan bangkit dari posisi terlentang―yang Areun gunakan saat itu untuk melemaskan kakinya yang kebas― dan mencomot satu roti yang masih tersisa, "Cuacanya pas sekali, Reun," ucap Jungkook, "tidak dingin dan tidak panas. Sejuk. Jangan lupa dengan bunga-bunga yang mekar di mana-mana. Lalu nuansa kebahagiaan yang seolah melingkupi sekitar. Dan bagaimana kita berdua tidak perlu repot-repot memakai pakaian tebal. Lebih sederhana, bukan?"
"Kau baru selesai menonton drama, ya?" Areun berujar setengah meledek.
Jungkook tidak terima, "Reun, aku memberikanmu konsep acara pernikahan dari sekarang. Harusnya kau bersyukur, dong! Karena kita tidak akan sulit dan memikirkannya sejak sekarang. Aku meringankan beban di masa depan."
Areun terkikik geli, ia pada akhirnya mengangguk sebelum turut meraih sisa roti piknik mereka tadi seperti halnya Jungkook, "Ya, ya. Terserahmu sajalah."
"Jadi bagaimana?"
Areun menatap heran, "Bagaimana apanya?"
"Pernikahannya, dong. Astaga Jung Areun kau benar-benar tidak memerhatikanku, ya?"
Menaikkan bahunya acuh seraya menyobek roti miliknya untuk disuap, Areun pada akhirnya menyahut pasrah. Sekaligus menyetujui satu lagi rencana masa depan yang telah diukirnya bersama dengan Jungkook.
"Ya, ya. Kita akan menikah di musim semi."
***
"Dingin, Reun?"
Areun mengangguk dan membiarkan bagaimana bahunya yang terekspos itu di tutup dengan jas hitam milik pria yang baru saja datang menghampirinya.
"Terimakasih, Kak Yoongi," sahut Areun. Pandangan matanya tidak lepas dari Yoongi yang kini mengambil tempat duduk di sampingnya.
"Lelah, ya? Kakimu tidak sakit? Ah, untuk apa aku bertanya. Pasti sakit mengingat tingginya hak sepatu yang kau pakai. Bagaimana jika―"
"Kak Yoongi," potong Areun, ia tersenyum hangat dengan satu tangannya yang memberikan sedikit remasan pada lengan Yoongi, "aku tidak apa-apa. Lagi pula ini memang hal yang harus kita lakukan, bukan?"
Yoongi tertawa canggung, "Padahal aku niatnya mau mengajakmu kabur sebentar. Mungkin kita bisa sedikit bernapas. Di sini terlalu sesak, bukan?" sahut Yoongi, meraih satu gelas minuman berwarna untuk diteguknya.
Areun terkekeh, "Drama sekali. Mempelai kabur menuju rooftop kemudian saling menghabiskan waktu sebentar dan mencuri waktu untuk bermesraan. Begitu maksud, kak Yoongi?"
"Ah, sepertinya aku harus memilih adegan yang tidak terlalu klise. Kelihatan sekali, ya? Maaf. Tidak berbakat untuk romantis," sahut Yoongi yang menciptakan tawa keduanya.
"Lagipula," Yoongi kembali berujar, menatap sekeliling sebelum kembali melanjut, "aku sudah memintamu untuk menunda dulu pernikahan kita. Kenapa bersikeras tetap sekarang? Ini masih musim dingin."
Untuk sesaat Areun stagnan. Kepalanya mendadak dihantam dengan fregmen-fregmen yang enggan untuk dia ingat kembali. Sisa-sisa memori lalu yang barangkali tidak penting untuk dia bawa saat ini. Semua sudah berlalu. Semua sudah usai. Areun tidak berniat untuk kembali memanggil si lalu. Karena di satu sisi, bagaimana pun perlakuan Yoongi padanya, semanis apapun dan sebaik apapun itu, tidak akan pernah bisa membuat Areun lupa akan luka teramat dalam yang Jungkook tinggalkan untuknya.
Tidak. Areun tidak akan membuat Yoongi kembali merasa bersalah saat sebuah nama yang keduanya hindari itu tiba-tiba terangkat di hari membahagiakan ini. Tidak, sekalipun itu adalah alasan terbesar Areun menghindari musim semi dengan taburan indah dan bayang-bayang romantis pernikahan yang dulu sekali pernah terbayang di benaknya.
Namun di sisi lain, Yoongi masih terdiam dengan netra sabit yang seolah enggan beranjak darinya. Menunggu dengan sabar jawaban dari belah bibir Areun yang tadi dikecupnya sebentar di depan altar, sanggup membawa efek yang sedikit berbeda dari si pria Min tersebut sampai membuatnya memalingkan pandang sejenak.
"Tidak ada alasan khusus," Areun berujar sembari menaruh gelas minumnya di atas meja, ia lantas melempar senyum dengan satu tangannya yang meremat jemari Yoongi, "bukankah lebih cepat itu lebih baik?"
Mencoba kembali menelisik alasan yang bisa mengisi keingintahuannya. Namun manakala iris cokelat milik Areun dan sorot hangat yang ia berikan, Yoongi mengaku pengecut. Lantaran cepat sekali luluh dengan dua kali anggukan ringan beserta seulas senyum tipis untuk membalas senyum hangat sang istri.
Dan semua terjadi begitu saja, Yoongi terperanjat. Bola mata yang membesar saat sebuah kecupan ia terima mendarat di pipinya. Pun wajah Areun yang merona dan tersenyum malu-malu. Di detik setelahnya―bahkan ia belum diberi kesempatan untuk meredakan debaran di jantungnya―ucapan lirih Areun yang masih sanggup menyapa rungunya terdengar.
"Terimakasih ya, Kak Yoongi. Sudah mau menerimaku dan menikahiku di tempat dan waktu yang bagus ini."
Yoongi yang sudah sedikit lebih tenang tersebut melontarkan tawa kecilnya, satu tangannya ia gunakan untuk menyelipkan poni panjang Areun yang tersibak di dua sisi wajah untuk dia arahkan ke belakang telinga, "Iya, sama-sama," ujarnya.
Pun semua terjadi begitu saja. Bagaimana waktu yang terus berlalu dan perbincangan tiap manusia yang harus berakhir karena malam yang semakin beranjak. Bahkan, ketika pada akhirnya sebuah salam perpisahan kepada orang tua dan mertua mereka, Yoongi dan Areun langsung tiba di sebuah apartemen yang sudah mereka sewa dan barang-barang yang memang sudah ditata rapi dalam sana. Keduanya sepakat untuk menyiapkan semuanya dengan matang agar ketika menikah, tidak ada lagi beban yang mereka harus selesaikan.
Jadi, saat Areun tengah memakai rangkaian produk perawatan malamnya di depan cermin, Yoongi baru saja keluar dari kamar mandi dengan celana training abu dan baju kaos hitam kebesaran miliknya. Mengambil pengering rambut yang berada di dalam lemari kecil di bawah laci meja riasnya.
"Biar aku bantu keringkan," ucap Areun. Bangkit dan meminta Yoongi untuk duduk di hadapannya, sedang ia berdiri sebelum mengusak rambut pirang milik Yoongi untuk dikeringkan.
"Terimakasih," ucap Yoongi, tangannya menggenggam jemari Areun yang tengah mengusak rambutnya.
Gadisnya tersebut mengernyit heran. Namun manakala rambut pirang Yoongi sudah cukup kering, ia paham bahwa pekerjaannya cukup sampai di sana. Lantas menaruh kembali pengering tersebut di atas meja rias, ia mengikuti saat Yoongi membawanya untuk duduk di sisi ranjang.
Areun bukanlah gadis ingusan yang butuh dijelaskan lebih lanjut. Dia sudah dewasa. Usia 25 membuatnya cukup paham akan apa yang barangkali saja akan terjadi antara dia dan Yoongi sebentar lagi. Terutama saat bagaimana si prianya tersebut membawa Areun untuk berbaring di atas ranjang dengan selimut yang ditarik Yoongi untuk membungkus keduanya. Sebelum itu tentu saja membawa Areun ke dalam rengkuhannya.
"K-kak Yoongi?" Areun bertanya, setengah malu-malu. Hanya berani melihat dada Yoongi yang berada di hadapannya tanpa berniat mendongak.
"Hm?" Yoongi menyahut, setengah mengarahkan kepalanya ke bawah, mengernyit heran.
Areun menggigit bibir bawahnya, meremas ujung kaos Yoongi sebelum mencicit malu-malu, "Kakak ... tidak ingin―itu?"
Di sisinya, Yoongi tersenyum simpul. Menyadari nada bicara sang istri yang malu-malu. Tanpa sepengetahuan Areun pria tersebut mati-matian menahan senyum yang mengembang. Mengatup bibir rapat sebelum mengusak hidungnya pada puncak kepala Areun membaui aroma wangi dari shampoo yang tadi dipakai wanitanya tersebut.
Ia lantas mengecup puncak kepala Areun sebelum menarik pelan dagunya agar dua pasang netra tersebut bisa saling memenuhi satu sama lain, "Sudah malam. Kau pasti benar-benar lelah seharian ini."
Areun menutup mata saat wajah Yoongi yang kian mendekat sebelum mendaratkan sebuah kecupan ringan di ujung hidungnya. Lekas setelah itu, keduanya terkekeh ringan dengan hidung yang saling menyatu.
"Menikah di musim dingin memang cukup merepotkan. Bibirmu sampai dingin dan kering begitu," komentar Yoongi.
Namun di satu sisi. Areun hanya tersenyum sembari mengeratkan pelukan keduanya. Membenamkan wajahnya di dada Yoongi guna menyembunyikan sebersit perasaan luka yang singgah dan seolah berniat menetap lama. Dalam benaknya, ia melanjut pilu.
Lebih baik seperti ini, Kak. Karena jika kita menunggu lebih lama, alih-alih bahagia, aku justru merasa sebaliknya. Menyadari di musim semi itu, bukan pria yang kurahapkan yang justru bersanding denganku di depan altar.
"Kak Yoongi," Areun memanggil sekali lagi, semakin mengeratkan pelukannya dan berusaha menyampaikan perasaan yang terpendam sejak tadi dalam dada.
"Apa lagi, Reun?" tanya Yoongi lembut.
"Terimakasih ya, Kak," ujarnya, menelan ludah gugup, Areun tetap melanjut, "terimakasih karena telah mengikuti inginku ... untuk tetap menikah di musim dingin ini dan―"
"―tetap tidak marah sekalipun kita berciuman di suhu yang sedingin ini depan altar."
.
Sebelum beranjak jangan lupa tinggalkan vote serta komentarnya
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top