Bagian 3
"Beraninya kau!" ucap Raja Guang geram.
Mendengar suara penuh kemarahn itu, Yun menoleh bersamaan dengan Yi ping. Yun mengernyit heran, siapa lelaki ini? Ia membawa pedang yang di sarungkan di bagian kanan ikat pinggannya, rambutnya disanggul dan dikunci dengan tusuk emas berbentuk naga. Ia mengenakan baju sutra berwarna biru dengan kerah sedikit longgar, ikat pinggangnya dihiasi ornament giok berbentuk naga, alisnya memanjang indah, matanya memicing bagai mata elang, dan kulitnya sedikit terbakar matahari. Yun mulai terheran-heran. Apakah ini lelaki tulen ataukah hanya seorang kasim? Kalau ia adalah seorang kasim, sungguh sangat disayangkan! Lelaki itu memiliki tubuh tinggi dan berotot yang bisa membuat perempuan mana pun tergila-gila padanya.
Bunyi benturan siku dan lantai berhasil membawa Yun kembali pada alam nyata. Dilihatnya Yi ping sekarang telah berlutut patuh diatas lantai, wajahnya bahkan tak berani di tolehkan untuk menatap lelaki di depannya secara langsung. Sekali lagi Yun dibuat bingung oleh situasi ini. Ditatapnya gerombolan prajurit, dayang dan kasim di belakang lelaki itu. Jangan jangan . . . lelaki ini adalah Raja Guang, suami yang dibagi sekelompok perempuan disini. Mau tak mau Yun menatap lelaki itu sekali lagi.
Entah dirinya memang sudah bermasalah atau perasaan tubuh ini saja, wajahnya memanas setiap kali ia menatap wajah gagah berani nan tampan Raja Guang. Hatinya bahkan berdetak-detak. Ya Tuhan! Ada apa dengan dirinya? Ia seperti jatuh cinta dan sasaran jatuh cintanya adalah . . . laki-laki!!! Yun mulai meragukan kewarasannya. Ia kalang kabut memikirkan arah ketertarikannya saat ini. Kalau menyaksikan perempuan dirinya memanglah sangat tertarik tetapi perasaan bergetar seperti ini, ia belum pernah merasakan hal seperti ini pada seorang lelaki. Jangan-jangan memang . .. Yun menggigit bibir memikirkan tiga huruf dalam benaknya.
"Apa kau baik-baik saja Permaisuri?" perkataan Raja Guang Wei mengagetkan Yun.
Yun mendongak dan sekali lagi ia membuang muka demi menghentikan debaran jantung sialan tak diinginkannya itu. Yun menarik napas. Tenang . . . saat ini ia harus tenang menghadapi lelaki kejam yang sekali pun tak pernah berkunjung walau ia tak sadarkan diri sekalipun. Raja itu malah membela Yi tanpa tahu siapa terdakwa sebenarnya di sini. Yun tak akan mau mengalah kali ini walau dirinya harus di cabut dari posisi permaisuri sekali pun. Demi harga dirinya dan status bayi dalam kandunganya ia harus memperjuangkan keadilan.
Yun berlutut tak mempedulikan berat perut buncitnya yang dapat membuat lutut retak. "Chie, tak bersalah. Yi ping berbuat tak sopan terhadap chie, sehingga chie terpaksa membenahi tata kramanya yang salah," tutur Yun berusaha terdengar tenang walau saat ini ia merasa aneh menyebut dirinya dengan sebutan chie, dimana pada zaman ini adalah sebutan pengganti kata aku yangb dipakai permaisuri maupun selir dihadapan seorang raja yang merupakan suaminya. Yun mempelajari semua ini dari istri keempatnya yang merupakan mahasiswi ilmu arkeologi.
Raja Guang mengernyitkan alis keheranan, ditatapnya perempuan yang sedang berlutut itu. Kaki wanita itu bahkan bergetar menahan beban tubuhnya. Guang Wei maju kehadapan Permaisurinya, menopang tangannya untuk membantu Yun berdiri. timbul pula rasa kasihan pada perempuan itu. Wanita itu tengah mengandung anaknya dan wanita itu malah dengan susah payah berlutut seperti ini.
Guang tersenyum pada permaisurinya. "Permaisuri, kau tak perlu berlutut seperti ini. Bagaimana kalau berpengaruh pada anak dalam kandungan?" Guang mengeratkan genggaman tangannya, "Gu tak menyalahkanmu. Perbuatanmu memberi pelajaran pada Yi ping sangatlah tepat."
Raja Guang berbalik menghadap Yi. "Beraninya seorang selir ranking empat memerintah Permaisuri seperti itu! Sungguh tak tahu aturan. Kau tak pantas mendapatkan ranking setinggi itu" ucap Wei marah.
Yi ping segera bersujud membenturkan kepalanya keras-keras, "Ampun paduka! Chie tak sengaja, Yang Mulia . . . "
Wei menyela, "Tak sengaja? Kalau kau sengaja maka apa yang ingin kau lakukan lagi? menampar? Memukul? Atau kau akan membuatnya mati?" Raja Guang mendengus, "Apa hakmu melakukan semua ini?! Kasim Yang, sampaikan perintahku pada pejabat administrasi. Yi ping tak tahu aturan, berlaku semena-mena pada permaisuri, diturunkan rankingnya menjadi Shi Fu dicabut gelarnya dan dipindahkan ke gedung Wang Meng"
Tangis Yi kian besar, kali ini ia memegang kaki Guang Wei memohon keampunannya. Yun melihat segalanya dalam diam. Ia tak merasa kasihan sama sekali, ia malah akan bersorak senang jika saja Raja Guang tak berada di sini. Raja mendorong tangan yang memeluk kakinya itu dengan dingin lantas memerintahkan dua orang kasim menyeret pergi Yi ping yang sedang menangis terisak-isak itu. Raja Guang mendekati Yun mengusap wajah Yun menggunakan tangannya yang besar dengan jari-jari panjang indah.
"Apa kau terluka Yun? kau pasti kelelahan mengurus harem selama ini," ucap raja Guang Wei lembut.
Bukannya menjawab, Yun merasa bingung sendiri. Jantungnya berdetak riang bagai kelompok paduan suara dan tentu saja disertai perasaan senang, disamping semua rasa ini ia juga merasakan perasaan jijik. Apa-apaan ini? Apakah dirinya mengidap penyakit bipolar secara tiba-tiba? Yun hanya dapat mengangguk kikuk. Ia tak terbiasa disentuh seorang lelaki seintim ini. Biasanya kan dialah lelaki yang berada pada posisi Raja Guang Wei menyentuh perempuan. Raja Guang menggenggaam tangan Yun menariknya untuk berjalan bersama sementara para kasim, prajurit dan dayang berjalan dibelakang mereka menjaga jarak beberapa langkah jauhnya.
"Perutmu bertambah besar dari terakhir kali gu menyaksikannya. pasti gu tak dapat menggengdong mu lagi," tutur Wei bercanda. "Ku dengar dua bulan lagi kau akan melahirkan, apa persiapan pakaian anak kita sudah lengkap?" Raja Guang memperlihatkan senyumnya yang paling memikat, sepasang lesung pipinya jelas terlihat.
"Chie kira Yang Mulia sudah melupakan Chie. Ternyata salah ya," Yun memasang wajah cemberut sok imut. "Apa adik-adik yang lainnya tak bisa membuat Yang Mulia betah? Dan karena itu Yang Mulia datang pada perempuan gemuk ini?" seulas senyum menggoda terlihat diwajah Yun.
Raja Guang tertawa terbahak. Baru kali ini permaisurinya yang kaku itu bercanda seperti ini. Perempuan yang dikenalnya selama ini bagai berubah menjadi orang lain dan perubahan itu luar biasa bagusnya. Raja Guang meremas tangannya yang tergenggam erat dengan Yun.
Wei tertawa, "Tentu saja tiada yang dapat menandingi seorang wanita berbobot," Guang Wei menatap wajah Yun seraya berjalan beriringan, "Sudah lama sekali gu tak merasakan masakan buatanmu, bagaimana kalau saat ini kita kembali kediamanmu?"
Yun memasang wajah tersipu, "Tentu Yang Mulia. Chie akan pastikan Yang Mulia terisi penuh seperti chie"
Yun harus berbuat demikian walau dirinya sejuta kali tak mau. Ia sangat mengerti pengaruh lelaki tersebut terhadap kelangsungan hidupnya di dalam harem. Bagi semua perempuan dalam istana, lelaki ini adalah Tuhan, lelaki itu dapat memberimu kuasa yang tiada banding besar, kebanggaan dan kemewahan. Jika tak mau lagi diremehkan dan dihina maka lelaki inilah satu-satunya jalan keluar untuknya. Walau hatinya yang tak karuan ini bimbang antara senang dan jijik. Yun tetap harus mempertahankan kedekatan antara dirinya dan Raja tak jelas ini.
+++
Yun Menyibak lengan baju memanjang selututnya. Lengan baju berbordir bunga peoni emas dalam kain baju luaran yang hanya diikat longgar dihiasi giok hijau bundar berlubang di tengah bergoyang kecil seiring irama gerakan tangan Yun. Hari ini ia mengenakan baju terusan merah setumit dengan baju luar mirip mantel panjang. Tangannya yang putih bersih itu tengah memegang arang yang sudah dipotong halus mirip pensil. Yun dengan serius menorehkan sesuatu ke atas kertas kuning. Yun sedang menggambar. Beberapa hari lalu, Raja baru saja mengatakan kreasi burger ala zaman musim semi dan gugur miliknya sangat enak. Yun tak dapat menemukan Roti bakar atau pun ragi untuk membuat roti akhirnya ia menggunakan kue pao tak berisi yang bagian tengahnya diisi sejenis sayur berdaun hijau lebat mirip kol bernama Kuei, telur yang digorengnya, dan daging ayam yang sudah di cincang dibentuk bulat dan di bakar. Hari ini pun Yun menggunakan bahan seadanya untuk melukis wajah Guang Wei layaknya lukisan.
Yun meletakkan batangan arang tipis itu ke atas meja dan tersenyum menatap hasilnya diatas kertas. Bagus! Walau menggunakan bahan seadanya pun hasil lukisannya berkualitas sampai Yun sendiri pun berkacak pinggang bangga. Ia memang seorang jenius tak terkalahkan. Yun tertawa terbahak-bahak menyaksikan karyanya yang indah.
"Nah, tinggal diberi polesan warna sedikit lagi" Yun menggosok hidungnya yang tak gatal dengan tangan berlumur bekas arang.
"Yang Mulia!" Ling'er berjalan tergesa-gesa menghampiri dirinya.
Gadis muda itu terkejut setelah bertatapan dengannya. Keningnya berkerut heran menatap Yun. Yun yang ditatapnya merasa tak leluasa dan akhirnya meraba-raba wajahnya dengan malu. Ling'er mendekati Yun, menghentikan kedua tanganya bergerak-gerak lebih jauh. Ling'er menatap majikannya dengan serius, Yun dapat merasakan tatapan mata gadis itu tertuju pada bibirnya. Yun menelan ludah, ia berbunga-bunga bahagia. Akhirnya, Ling'er jatuh pada pesonanya! Dan sebentar lagi. . . gadis itu akan menciumnya! Tunggu, Yun tak boleh membiarkan hal ini terjadi! Ia masih dalam tubuh perempuan, bagaimana kalau nanti seseorang menyaksikan adegan seperti ini? Tentunya Yun tak mau dikira penyuka sesama jenis walau dalam dirinya ia adalah seorang lelaki.
"Tung . . . Tunggu! Apa ini... tak terlalu bahaya?" tanya Yun was-was.
Ling'er mengernyit heran, "Bahaya?" kemudian seolah mengerti sesuatu, mata Ling'er berubah serius, "Tenang Yang Mulia. Ling'er pastikan segalanya aman dan akan ku lakukan dengan lembut"
Yun tersenyum malu, belum pernah ia bertemu perempuan agresif seperti Ling'er, biasanya Yun harus lebih dulu melakukan sesuatu terhadap mereka sehingga para perempuan ini kehausan dan meminta lebih tapi kali ini lain, jadinya ia sedikit gugup.
"Ba . . . Baiklah," Yun menutup matanya menunggu datangnya saat-saat penuh kebahagiaan.
Beberapa saat telah berlalu namun Yun tak merasakan apapun juga. Ia keheranan. Apakah Ling'er terlalu malu sehingga bibir Ling'er tak mencapai bibirnya? Yun mendekatkan wajah agar dapat mencapai bibir Ling'er namun ia tak menemukan apapun yang dapat dilumatnya. Yun membuka matanya dan mendapati Ling'er mengeluarkan sapu tangan putihnya tengah bersiap mencapai wajahnya. Yun melangkah mundur, mengernyit keheranan. Apakah gadis ini ingin bermain kejar-kejaran dengannya? Ataukah menginginkan ciuman beralas sapu tangan? Di saat pikiran Yun berkecamuk kebingunan, gadis pelayannya telah mendaratkan sapu tangan tersebut ke pipinya dan mengusap wajahnya secara lembut.
"Apa . . . apa yang kau lakukan?" tanya Yun sedikit gugup.
"Jangan bergerak Yang Mulia," Ling'er meneruskan aktivitasnya dengan tekun, "Ada noda hitam di wajahmu," Ling'er menurunkan sapu tangannya.
Pipi Yun memanas. Ia berdiri kaku menunggu pelayannya membersihkan kedua tangannya yang berlumuran noda arang. Oh Tuhan! Kali ini ia benar-benar malu sekali dan rasanya Yun ingin membenturkan kepalanya ke pilar kayu saja. Bagaimana tidak, khayalannya berkelana kemana-mana memikirkan kemungkinan yamng akan terjadi antara dirinya dan Ling'er dengan mesum sementara kenyataannya malah memalukan Yun. kelihatannya sudah waktunya Yun mengandalkan logika dari pada naluri kelaki-lakiannya.
Ling'er menyimpan kembali sapu tangannya ke dalam saku dalam baju ungu berkerah ketat yang dibordir bulu-bulu merak, pengikat pinggangnya berwarna merah hati serasi dengan kain sulam bunga sakura penghias memanjang dibagian depan roknya. Lagi-lagi Yun harus memantrai dirinya agar bekerja dengan akal sehat dari pada terus memelototi gundukan kembar ditubuh pelayannya. Ling'er menoleh pada Yun dan tersenyum senang.
"Yang Mulia, seorang kasim baru saja membawakan hadiah raja untuk Yang Mulia," senyum Ling'er makin berkembang indah.
Yun bersemangat lagi, didekatinya Ling'er. "Apa yang diberikan Yang Mulia raja padaku?"
"Sebuah cincin emas bertahta batu aneh berkilauan indah" jawab Ling'er semangat.
Yun tersenyum kecil. Raja memanglah seorang lelaki perhatian nan penyayang. Pantas saja semua selirnya begitu tergiur untuk mendapatkan perhatiannya. Seminggu mendapat kunjungan penuh dari Guang Wei telah mengubah penilaian Yun terhadapnya. Lelaki itu tidak seperti dugaannya lelaki cepat bosan yang suka berhura-hura. Malahan Raja Guang tergolong giat mengurus Negara, terkadang Raja berkunjung membawa perkamen-perkamen laporan para menteri yang belum di lihatnya. Ia akan menghabiskan waktu berjam-jam di depan meja membaca sambil sesekali bercanda dengan Yun, atau pun Yun membantu menggerus tinta disisinya. Lelaki itu juga tak seperti Raja di dalam TV yang suka meremehkan perempuan, terkadang Guang Wei juga memnita pendapatnya terhadap suatu masalah dalam Negara.
Yun berada dalam pelukan Raja Guang Wei, sesekali rambut panjang hitamnya dielus-elus lembut oleh Guang Wei yang memakai baju dalaman putih. Keduanya berbaring diatas bantal giok hijau lumut panjang berukiran indah. Raja Guang mengangkat dagu Yun seraya tersenyum senang, ia mencium kening permaisurinya. Jantung Yun berdebar-debar senang, getaran tersebut bahkan menjalar ke seluruh tubuhnya, bahkan bayinya juga ikut menendang perutnya.selama seminggu bersama Guang Wei, Yun telah terbiasa terhadap debaran aneh tersebut. Memang, awalnya sangatlah susah menghadapi perasaan gandanya ini namun lama kelamaan ia berhasil juga menerima kenyataan dan menghilangkan rasa jijik disentuh sesama jenis ini.
Yun menatap cincin giok merah bertotem harimau di jari jempol Guang Wei."Cincin ini sangatlah indah. Walau dilihat bagaimana pun cincin ini sangat cocok untuk Yang Mulia. Terlihat jelas wibawa di dalam barang bawaannya," Yun memuji dengan tulus.
Guang Wei tersenyum, "Sejak kapan kau pandai bermanis-manis seperti ini? Siapa yang mengajarimu bermulut manis?"
Yun tertawa kecil, "Tentu saja sejak chie mengenal Yang Mulia," Yun menoel ringan hidung mancung bak paruh elang milik Raja Guang, "Bukankah Yang Mulia sering memuji chie? chie belajar daari cara Yang Mulia memuji itulah chie menambah wawasan," Yun tersenyum menggoda.
Guang Wei menyapu bibir Yun dengan jari jempolnya, "Sungguh mulut yang sangat pintar berbicara," Guang Wei tertawa.
"Alangkah bagusnya jika chie juga memiliki satu,"
"Sayangnya cincin diciptakan untuk laki-laki. Kaum perempuan tak cocok mengenakan benda besar kaku seperti ini," Guang Wei mengelus rambut Yun.
"Tentu saja bisa dan wanita lemah inilah wanita pertama yang akan mengenakannya"
"Oh? Cincin seperti apa yang kau inginkan? Katakana saja biar gu dengar seperti apa cincin pertama di dunia yang akan dikenakan wanita"
"Cincin yang dibuat dari emas dan tentunya bertahtakan permata"
"Permata? Apa itu?"
"itu suatu batu alam bening dan akan berkilau bila terkena sinar matahari. Dulu ibunda Chie juga memiliki satu" Jawab Yun berseri-seri
Raja mengangguk,dipeluknya tubuh Permaisurinya lantas memejamkan mata mulai masuk ke dalam dunia mimpi.
Yun mengenakan cincin pemberian kasar di jari manisnya, lantas tersenyum senang. Sebenarnya perkataannya waktu itu mengenai ibundanya yang memiliki permata seperti ini bukanlah perkataan bersumber darinya, melainkan keluar begitu saja entah dari mana, sangat spontan sampai ia sendiri pun terkejut mendengarnya. Kelihatannya latar belaskang keluarga Wan Yun sangatlah bagus, ibundanya memiliki barang langkah dizaman ini. Yun mungkin harus meneliti lagi latar belakang keluarganya demi bersiap apabila seseorang menanyakannya.
Tak Tak Tak
"Ling'er apa air hangatnya telah siap?" bunyi langkah kaki membuat Yun mendongak bertanya.
Sunyi senyap adalah jawaban untuk Yun. untuk sepersekian menit Yun menunggu. Ia tak menemukan suara balasan Ling'er maupun sosok wajah Ling'er yang muncul dari balik pintu. Yun mengernyitkan alis keheranan. Ia menopang tubuhnya, susah payah berdiri dari posisi duduk dilantai lantai. Yun menarik napas beristirahat sejenak. Ia berjalan belok menuju arah pintu. Sekali lagi suara langkah kaki terdengar namun kali ini sedikit lebih kecil.
"Siapa disana?" Tanya Yun tak menghentikan gerakan kakinya.
Suara itu berhenti. Yun mencapai depan pintu, ia mengarahkan tatapannya menuju luar pintu namun tak menemukan seorang pun di luar halaman penuh salju tersebut. Tanpa disadarinya, sesosok bayangan hitam melintas melewati punggungnya menuju arah kanan dirinya berada.
To Be Continue . . .
CATATAN :
Gu : sebutan aku. Digunakan raja zaman musim semi dan gugur
Saya ucapkan maaf, sungguh sangat maaf. Saya lupa tanggal harus update jadi akhirnya berakhir seperti ini T_T
Maafkan aku semuanya. Hamba pantas digepok sandal......
ada yang bertanya kemarin, kenapa tak menggunakan kata kaisar daripada raja. jawabannya adalah sebutan raja lebih tepat digunakan disini karena sebutan kaisar masih belum diciptakan saat itu. bagaimana pun kaisar pertama di China belum dilahirkan waktu itu. Kaisar Shi dari Qin adalah pencipta istilah kaisar. ia menggunakan sebutan kaisar setelah berhasil menyatukan seluruh daratan China.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top