17
Malam-malam Hyemin di apartemen milik Taehyung hanya dihabiskan untuk menonton film bersama lelaki itu.
"Susana hatimu sudah membaik, kan?" tanya Taehyung.
Lelaki itu tak henti-hentinya menatap Hyemin yang masih tertawa terbahak-bahak karena menonton film komedi.
Hyemin mengangguk mantap dan menatap Taehyung lekat. "Heum, sedikit membaik."
"Jam berapa sekarang?"
Mata Hyemin menatap sekeliling guna mencari keberadaan jam.
"Apa? Sudah jam 9 malam?!" pekik Hyemin dan menggelengkan kepalanya dengan pelan.
"Ternyata sudah selama itu kita menonton. Baiklah, sekarang saatnya kita tidur."
Taehyung beranjak dari sana. Tiba-tiba lelaki itu berhenti dan berbalik menghadap ke belakang. Ia mendapati Hyemin yang masih terdiam di tempatnya.
"A–aku tidur di mana?" cicit Hyemin, lalu mengalihkan pandangannya ke sembarang tempat.
"Tentu saja di kamar tamu yang ada di sebelah kamarku."
"Memangnya kau mau tidur bersamaku? Baiklah, ayo kalau begitu," goda Taehyung dan ia tertawa pelan setelah melihat wajah Hyemin yang sedang tersipu malu.
"Aish, aku ini hanya bertanya. Kenapa kau menggodaku seperti ini?" kesal Hyemin dan meninggalkan Taehyung yang masih tertawa.
Tawa Taehyung terhenti setelah Hyemin menutup kamarnya rapat-rapat. Lelaki itu tersenyum kecil dan akan pergi ke kamarnya yang berada di samping kamar yang ditempati oleh Hyemin.
Tiba-tiba langkahnya terhenti ketika bel apartemennya berbunyi. Taehyung mendengus kesal, karena siapa yang berani bertamu pada malam hari seperti ini.
Ding dong
"Ada ap–"
"Ibu!" pekik Taehyung.
Sohee menatap kesal pada putranya itu. "Kenapa kau mengganti sandi pintunya? Dasar anak nakal!"
Tangan wanita itu memutar telinga Taehyung sehingga sang pemilik telinga kesakitan.
"Aduh, aduh. Maafkan aku, nanti aku akan menggantinya seperti semula," sesal Taehyung.
Tangan lelaki itu bersusah payah untuk melepaskan tangan Sohee yang berada di telinganya.
Sohee berlalu masuk ke dalam apartemen milik Taehyung. Lalu meletakkan sebuah kantong belanja yang ia bawa di meja.
"Cukup rapi, sepertinya kau nyaman tinggal di sini," ucap Sohee dan menatap sekeliling apartemen Taehyung.
"Tentu, di sini sangat menenangkan. Tidak seperti di rumah, terasa ramai karena Ibu sering marah-marah."
Perkataan Taehyung membuat Sohee mendengus kesal. Apa pun itu Sohee harus bersabar, ia sudah kebal selalu diejek oleh putranya sendiri.
"Jadi bagitu? Baiklah, jangan pernah kembali pulang ke rumah!"
Taehyung terkekeh pelan. "Aku hanya bercanda, kenapa Ibu sensi sekali?"
Sohee tak memperdulikan Taehyung, ia sibuk mengeluarkan barang-barang dari kantong belanjaannya tadi.
Mata Sohee menatap sebuah atensi kerusuhan yang tampak dari dapur. Ia melangkah ke sana dan mendapati banyak tumpukkan piring kotor di westafel.
"Mengapa banyak sekali? Kau sedang membuat apa hingga sebanyak ini?" tanya Sohee keheranan.
Taehyung teringat bahwa ada seorang gadis yang tinggal di apartemennya.
Seketika lelaki itu menjadi was-was, ia takut ketahuan oleh ibunya. Ia sedang menimang-nimang jawaban yang tepat untuk ibunya.
"A–ah itu," cicitnya.
"Kenapa mukamu memerah?"
Sohee semakin dibuat keheranan dengan putranya itu. Wanita itu merasa seperti ada sesuatu yang disembunyikan Taehyung.
"Taehyung! Ada siapa?" ucap seseorang yang baru saja keluar dari kamar tamu.
Di dapur, Sohee dan Taehyung segera menoleh ke arah sumber suara. Lalu, menemukan seorang gadis berpiyama sedang menatap mereka dengan sama terkejutnya.
"Pantas saja kau betah tinggal di sini. Ternyata ada seorang gadis cantik yang tinggal bersamamu," goda Sohee dan pergi meninggalkan Taehyung sendirian di dapur.
"Baru kemarin dibelikan apartemen baru, sekarang sudah membawa gadis tinggal bersama saja."
Taehyung masih dibuat ketar-ketir oleh ibunya. Dirinya takut jika Sohee memikirkan hal yang aneh-aneh tentang dirinya dengan Hyemin.
"Sayang, kau sejak kapan berada di sini?" tanya Sohee dengan senang.
Wanita itu menghampiri Hyemin dan membawa Hyemin untuk duduk di sofa.
"Ah itu Bibi, sejak tadi sore."
Hyemin menatap Sohee dengan kikuk. Ia baru saja ketahuan jika tinggal bersama putranya, ada perasaan takut dan malu dalam dirinya.
"Kenapa reaksi Ibu seperti itu?" tanya Taehyung dengan kebingungan.
Lelaki itu pikir, ibunya akan memarahinya karena di apartemennya ada seorang gadis yang tinggal bersamanya.
"Memangnya kenapa? Apakah Ibu harus berteriak histeris sambil berlarian ke jalan raya, dan melaporkanmu ke kantor polisi, lalu namamu Ibu keluarkan dari Kartu Keluarga?"
"Aish, Ibu berlebihan sekali."
Taehyung dan Hyemin saling bertatap. Wajah mereka menunjukkan sebuah rasa kebingungan dan juga takut.
"Kenapa kau tak tidur?" tanya Taehyung pada Hyemin.
Hyemin menggaruk tengkuknya. "Tadi aku mendengar suara bising di luar. Jadi, aku tak bisa tidur."
Sohee mengamati dua remaja yang ada di dekatnya. Ada sebuah pertanyaan yang sangat ingin ia katakan pada kedua remaja itu.
"Apa kalian berpacaran?" tanya Sohee dengan santai.
"Tidak!" sela Taehyung dan Hyemin dengan bersama-sama.
Sohee tampak kebingungan, lalu terkekeh kecil. "Kenapa wajah kalian memerah? Haha, kalian tak perlu berbohong."
"Ibu, sungguh kami tidak memiliki hubungan yang spesial," rengek Taehyung agar Sohee menghentikan godaannya.
"Benar, Bibi. Kami hanya sekadar berteman saja," timpal Hyemin tak mau kalah juga.
Sohee masih terkekeh. Wanita itu tersenyum manis, mengingat bahwa putranya bersahabat baik dengan Hyemin sejak kecil. Tak mungkin jika putranya tidak menyukai Hyemin sedikit pun.
"Jika kalian berpacaran sungguhan, aku akan sangat senang. Selama aku hidup bersama Taehyung, aku tidak pernah melihat dia membawa gadis kehadapanku. Bahkan teman saja dia tak punya," ucap Sohee.
"Ibu hentikan! Jangan bahas itu lagi," gerutu Taehyung dengan menatap kesal pada ibunya.
Sedangkan Hyemin, gadis itu tersenyum hangat melihat interaksi antara ibu dengan putranya itu. Tiba-tiba ia mengingat ibunya. Apakah wanita itu tidak merindukannya?
"Taehyung, Ibu akan tidur di sini saja. Ini sudah malam," ucap Shee.
"Salah siapa ke sini malam-malam," sindir Taehyung.
"Apa salahnya seorang Ibu menengok keadan putranya?" cibir Sohee dan memelototi Taehyung.
Taehyung yang ditatap seperti itu hanya menampakkan sederet gigi putihnya.
"Karena ada tiga kamar, Ibu tidur di salah satu kamar itu saja."
"Eum, baiklah. Ibu pergi dulu," ujar Sohee.
Sohee berjalan ke arah kamar yang di dekat ruang tamu. Setelah Sohee tak tampak, kedua remaja yang baru saja tertankap basah itu bisa bernapas dengan legi.
"Sudah malam, sekarang kembalilah ke kamar," pinta Taehyung.
"Baiklah, selamat malam!"
"Selamat malam juga..."
Tubuh Hyemin seketika menegang. Tangan Taehyung mengusap pelan surai indah milik Hyemin. "Jangan sedih lagi, oke?"
Hyemin mengangguk pelan, ia masih terkejut dengan perlakuan Taehyung padanya. Walaupun lelaki itu telah sering melakukan hal itu.
Hyemin melangkah pergi dari sana. Lalu menutup rapat pintu kamarnya. Ia terduduk di lantai serambi bersandar di pintu. Tangannya memegang dadanya yang terasa ada sesuatu yang berdetak sangat kencang.
"Astaga, apa yang sedang aku pikirkan?"
Kepalanya menggeleng-geleng pelan. Membuang pikiran anehnya yang ada di otaknya.
"Kenapa dia sangat perhatian padaku? Apa aku semenyedihkan itu hingga dia berbuat seperti itu padaku?
Hyemin terhanyut dengan pikirannya. Karena kepalanya terasa sangat pening karena banyak berpikir, ia memutuskan untuk bebraring di ranjang besar yang ada di kamar itu.
Matanya menatap langit-langit kamar yang tampak gelap. Suatu helaan napas terdengar. Lagi dan lagi, gadis itu hanya bisa tersenyum miris.
⟭⟬
Hyemin POV
"Apakah caraku ini salah?" gumamku dengan sangat pelan.
Benar, bukankah caraku ini salah. Telah memarahi ayah, pergi dari rumah, tinggal di apartemen Taehyung, lalu meninggalkan ayah sendirian di rumah. Bukankah aku pantas untuk dibenci?
Aku telah menyakiti perasaan ayah dengan kata-kata menusuk dariku. Aku menyesal, seharusnya aku tidak mengatakan hal itu pada ayah.
"Dia pasti terkejut aku melakukan hal seperti itu padanya. Maafkan aku..."
Tingg
Tiba-tiba ada sebuah pesan masuk dari Jungkook, sepupuku.
Jungkook : Noona, kau di mana?
Me : Memangnya ada apa, Jung?
Jungkook : Tadi aku ke rumahmu membawa bingkisan dari ibuku. Tapi di rumahmu sangat sepi, seperti tidak ada penghuninya.
Me : Memangnya ayahku tidak ada di sana?
Jungkook : Entahlah. Aku sudah bolak-balik tiga kali ke rumah Noona, tetapi tetap saja tidak ada orangnya.
Jungkook : Memangnya Noona ke mana?
Me : Ah, kau tidak perlu tahu.
Jungkook : Noona sedang ada masalah dengan paman, ya?
Me : Tidak, untuk apa aku melakukan itu?
Jungkook : Ah tak apa, aku hanya curiga saja.
Ayah tidak ada di rumah, lalu ke mana dia? Apa dia juga pergi seperti diriku?
Aku menatap lekat sebuah nomor kontak di ponselku. Ada rasa ragu dalam diriku untuk menekan tombol panggilan. Masa bodo, tapi aku benar-benar sangat khawatir!
Tuttt
Panggilan tidak dijawab. Oke, akan aku coba sekali lagi.
Tuttt
Nomor yang anda tuju sedang–
Apa dia menghindariku? Apa sedang terjadi sesuatu padanya? Astaga, jangan membuatku khawatir seperti ini. Jika tadi aku tak memarahi ayah, mungkin hal ini tak akan terjadi. Ini semua adalah salahku.
"Ayah, tolong angkat panggilanku..."
"Kau sedang mengkhawatirkan apa, Hye?"
Mataku membulat. Aku dibuat terkejut dengan seseorang yang telah tepat berdiri dibelakangku.
"Bagaimana Bibi ada di sini?"
"Pintu kamarmu terbuka sedikit. Lalu aku tak sengaja melihat wajah khawatirmu, apa ada suatu masalah?" tanyanya dengan wajah yang dengan khawatir juga.
"Ah tidak ada," ucapku dan mengalihkan pandanganku ke lain tempat.
"Kau berbohong, aku sangat tahu itu."
Aku menatapnya dengan lekat. Aish, aku tidak bisa seperti ini terus. Rasanya ingin sekali bercerita ke orang lain. Tetapi ada rasa cemas yang teramat besar dalam diriku ini.
"Hye, kenapa matamy berkaca-kaca? Apa ada yang sedang mengganggumu?" tanya Bibi Sohee dengan khawatir.
Tiba-tiba ia membawaku ke dalam dekapannya. Tangisanku semakin menjadi-jadi. Aku benar-benar lemah ketika dipeluk oleh seseorang seperti ini.
"Coba cerita, siapa tahu Bibi bisa membantumu."
Ucapannya sangat tulus padaku. Andaikan posisi Bibi Sohee saat ini adalah ibuku. Mungkin aku tidak bisa mengukur seberapa rasa bahagiaku dipeluk oleh ibuku sendiri.
Aku mulai menceritakan masalahku dengan ayah. Bibi Sohee menyimak pembicaraanku dengan baik. Aku sedikit kesusahan saat berbicara karena aku masih menangis sesenggukan.
"Amarah seorang anak pada orang tua, pasti akan menjadi penyesalan."
"Jangan sampai kau menyesal, Hye. Penyesalan itu neraka terdalam di dalam kehidupan."
Aku masih setia dengan tangisanku. Jika ditanya, apakah aku menyesal? Tentu saja sangat-sangat menyesal.
"Aku sangat menyesal. Aku terbawa emosi dan tidak memikirkan perasaan ayah," ucapku dengan bersalah.
Bibi Sohee kembali membawaku ke dalam pelukannya. "Tak apa, masih ada waktu untuk meminta maaf pada ayahmu. Besok kau harus minta maaf, mengerti?"
Aku menganggukkan kepala. Tangisanku mulai mereda. Lalu, tersenyum manis pada Bibi Sohee.
Tangan Bibi Sohee mengusap pelan puncak kepalaku. "Sudah-sudah, sekarang tidur. Besok kau harus bersemangat memulai hari yang baru!"
Aku tersenyum simpul. Mataku menatap Bibi Sohee yang akan keluar dari kamarku.
"Bibi..."
Ia tampak menoleh sedikit ke arahku. Aku meremat ujung bajuku dnegan kuat. Tiba-tiba aku menjadi gugup.
"Bolehkah aku memanggil Bibi sebagai 'Ibu'?"
Bodoh, mengapa aku mengatakan itu. Aku hanya bisa merutuki diriku sendiri. Astaga, bagaimana ini? Bibi pasti akan menertawakanku.
"Tentu saja boleh. Anggap saja aku ini Ibumu juga, Hye," ucapnya dan tertawa pelan.
"Ah, benarkah? Terima kasih!" pekikku dengan riang.
TBC⟭⟬
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top