16

"Aku ingin kita bercerai!"

Suara lantang itu membuat seorang anak kecil yang sedang bersembunyi di balik pintu kamarnya menjadi ketakutan.

"Apa maksudmu, Lee Hyera?" tanya sang suami pada istrinya.

"Aku lelah, aku tidak bisa hidup seperti ini terus dan aku akan pergi dari rumah ini."

"Dan besok tunggu surat penceraian datang di tangamu," ucap Hyera dan akan berlalu pergi.

Jaeho mencekal pergelangan tangan Hyera. Matanya memanas, ia berpikir 'Apakah kehidupan rumah tangganya akan berakhir mengenaskan seperti ini?'

"Apa kau tak memikirkan bagaimana dengan keadaan Hyemin nanti?" tanya Jaeho.

Mata Hyera memanas seketika, menahan sesuatu yang akan keluar dari matanya. "Aku tidak butuh dirinya, bawa dia pergi jauh bersamamu dan jangan temukan dia denganku lagi!"

"Kenapa kau sangat keras kepala seperti ini, Ra?!" geram Jaeho dan meninggikan nada suaranya.

Plakk

Hyera menampar pipi seseorang yang sebentar lagi akan menjadi mantan suaminya itu.

Sedangkan jauh dari tempat dua sejoli yang sedang bertengkar hebat itu, ada seorang gadis kecil memangis dengan tersedu-sedu di balik pintu kamarnya.

"Aku sangat membenci dirimu, Jae. Sekarang, mari kita berpisah!"

"Baiklah jika itu maumu. Sekarang pergilah dari sini!" pinta Jaeho.

Tangannya terkepal erat, matanya memanas, dan ia sekuat tenaga menahan air matanya untuk tidak keluar dari sana.

"Bahkan tanpa kau suruh pun aku akan pergi dari sini," ucap Hyera dengan dingin dan menatap tajam pada Jaeho.

Hyera pergi ke kamarnya dan saat keluar dari sana ia telah membawa sebuah koper besar. Sudah dipastikan jika wanita itu telah merancanakan hal ini sedari tadi.

"Pergilah, kutunggu surat penceraian datang kepadaku."

Mata Jaeho menandakan sebuah kekecewaan  yang teramat besar pada Hyera.

"Mulai sekarang, akan kupastikan kau tidak akan pernah bisa bertemu dengan Hyemin lagi!"

Blamm

Jaeho membanting pintu utama rumahnya, meninggalkan Hyera yang masih terdiam di luar rumah. Jaeho menangis, ia terduduk di lantai dan bersandar di sisi sofa.

Pandangannya teralihkan ketika putrinya berjalan ke arahnya serambi menangis dalam diam.

"Hyemin, kemarilah," pinta Jaeho dengan suara yang parau.

"Ayah, apakah benar Ibu tidak mau bertemu denganku lagi?" tanya Hyemin, lalu memeluk Jaeho dengan erat.

Jaeho hanya bisa tersenyum kecut, tak membalas pertanyaan yang telah putrinya lontarkan. Tangannya mengelus surai indah milik Hyemin untuk menenangkan Hyemin yang masih menangis.

"Tak seharusnya kau mengetahui kejadian tadi, nak."

⟭⟬

Sedari tadi, Taehyung dibuat panik dengan Hyemin yang tak henti-hentinya mengeluarkan keringat. Bibir mungil gadis itu bergetar dan wajahnya sangat pucat.

Tadi, Hyemin tertidur dengan pulas di pelukan Taehyung. Karena melihat wajah lelah milik Hyemin, Taehyung memutuskan untuk membawa Hyemin ke kamarnya untuk mengistirahatkan Hyemin.

"Hye, tenanglah. Di sini ada aku," ucap Taehyung menenangkan Hyemin.

Lelaki itu mengusap surai Hyemin. Tangan yang satunya sedang sibuk mengatur suhu AC di kamarnya agar Hyemin lebih tenang.

"Ke–kenapa dia membenciku?" racau Hyemin.

"Tidak ada yang membencimu di sini, tenanglah..."

Mata Hyemin terbuka dan mendapati Taehyung yang sedang mendekapnya dengan erat.

Gadis itu menunduk, matanya masih berair. Tubuhnya mengeratkan pelukannya dengan Taehyung. Suara isakannya juga masih terdengar sangat jelas.

"Aku tak ingin melakukan ini lagi. Aku menyerah," ujar Hyemin tiba-tiba.

"Aku tak mau lagi berpura-pura baik dan kuat. Aku hanya berusaha sekuat tenaga untuk hidup. Tapi mengapa dunia sangat kejam padaku."

Tangisan Hyemin semakin menjadi-jadi. Sedangkan Taehyung, lelaki itu hanya bisa menenangkan Hyemin dengan mata yang bersusah payah untuk menahan air mata.

"Baiklah, sekarang menangislah sepuasmu. Jangan selalu menyembunyikan air matamu jika kau sedih, ya?"

Hyemin masih menumpahkan air matanya. Beberapa menit kemudian, Taehyung merasa Hyemin telah berhenti menangis. Suara isakkan dari bibir Hyemin juga mulai tak terdengar lagi.

Lelaki itu menatap gadis yang ada di dekapannya. Hyemin tertidur lagi, itulah yang sedang terjadi saat ini.

"Menggemaskan sekali ketika tertidur." Taehyung tersenyum gemas melihat wajah polos Hyemin yang tertidur.

Pelukan mereka meregang. Tangan Taehyung dengan pelan-pelan membawa tubuh Hyemin untuk diletakkan di ranjangnya. Setelah merasa cukup, Taehyung tak lupa menyelimuti Hyemin agar tidak kedinginan.

"Apa yang akan kulakukan kali ini?" monolog Taehyung serambi menatap jam dinding yang telah menunjukkan pukul 17.00 sore hari.

Taehyung mengingat jika tadi Hyemin belum makan siang. Ia pun memutuskan untuk pergi ke dapur dan memasak makanan untuk Hyemin makan nanti.

Saat sedang sibuk memotong sayuran, tiba-tiba ada yang mengajaknya mengobrol.

"Wah, Paman sangat pandai memasak," ucap Taehyung dengan kagum. Dari sana, lelaki itu menatap Jaeho dengan berbinar.

Lelaki itu menatap setiap gerakan yang dengan lihai memotong sayuran.

"Aku tidak terlalu pandai dalam hal ini, karena setiap hari yang memasak di rumah adalah Hyemin," ucap Jaeho dan tersenyum.

Di jauh sana, Taehyung sedang termenung di tempatnya. Ia memikirkan keadaan Hyemin, dirinya merasa ada yang menjanggal.

"Paman, apa kau tahu apa yang sedang terjadi pada Hyemin?" tanya Taehyung pada Jaeho.

"Bagimana aku tahu jika aku setiap hari berada di tubuhmu," kesal Jaeho.

"Tetapi, tadi dia mengatakan 'Kenapa dia membenciku?'. Siapa yang dimaksud?"

Kedua orang itu terhanyut dengan pikirannya masing-masing. Benar, akhir-akhir ini Hyemin menjadi sedikit berbeda setelah pulang dari rumah sakit.

"Apa ini ada kaitannya dengan kejadian dengan temannya itu?"

"Sepertinya tidak, aku yakin ada hal lain," ucap Taehyung meyakinkan.

Rumit, Hyemin itu termasuk seseorang yang sulit di tebak. Bahkan ayahnya sendiri tidak tahu menahu seperti apa putrinya yang sesungguhnya.

Hyemin itu orangnya pendiam, tidak suka orang lain mencampuri urusannya, dan selalu memendam masalah sendiri.

"Aku tidak pernah melihat Hyemin se-lemah itu, apa lagi dia menunjukkan kelemahan itu pada lelaki lain."

"Dia jarang menangis, benar-benar gadis yang tegar. Ini yang kuharapkan setelah cerai dengan istriku, aku ingin Hyemin menjadi anak yang lebih kuat dan tak lemah," lanjut Jaeho.

Lelaki itu menatap sendu pada masakan yang ia buat. Sesekali juga ia menarik napasnya panjang-panjang.

"Aku tahu, dia pasti sangat kecewa dengan seseorang hingga membuatnya seperti ini. Tetapi siapa?"

"Nanti akan kutanyakan padanya?" Taehyung menganggukkan kepala menyetujui ucapan Jaeho.

"Bagaimana denganmu, apa tidurmu nyenyak di sana?" tanya Jaeho pada Taehyung dan terkekeh pelan.

Taehyung memalingkan kepalanya menyembunyikan rasa malunya. "Sangat nyenyak! Aduh, aku jadi tak enak pada Paman."

"Syukurlah kalau begitu. Kau ini masih muda, jadi harus merawat diri dengan baik. Tak perlu sungkan kepadaku, Tanie~."

"Eoh, Paman tahu dengan nama panggilanku?" tanya Taehyung dengan terkejut.

"Tentu saja, dulu kau sering bermain di rumahku bersama Hyemin. Aku sangat mengenalmu, nak."

Tiba-tiba, raut wajah Taehyung berubah drastis. Lelaki itu kembali memutar memori masa lalunya yang menurutnya sangat memuakkan.

"Ada apa dengan wajahmu? Apa aku salah mengatakan sesuatu?"

Ternyata Jaeho menyadari perubahan raut wajah Taehyung.

Taehyung menggelengkan kepalanya. "Dulu, makan dan tidur nyenyak lebih sulit dari yang kupikirkan. Banyak sesuatu yang kupikirkan sehingga membuatku tak bisa menjalani kehidupanku dengan baik."

"Maksudmu?" tanya Jaeho yang tak paham dengan arah pembicaraan Taehyung.

"Aku punya impianku sendiri!"

Lelaki itu berteriak di depan semua orang-orang. Tangannya mengepal erat, berusaha meredamkan emosinya.

Muak, dia muak dengan semua orang yang mempermasalahkan kesukaan-nya. Ia juga lelah mendengar kata cemooh yang selalu keluar dari mulut busuk temannya.

"Aku ingin melakukan banyak hal!"

"Kalian pikir aku tak mempunyai impian?!"

"Dengan perkataan menusuk dari kalian, itu membuatku putus asa. Kalian tidak mengerti dengan perasaanku. Aku lelah dan merasa kecewa pada kalian semua, orang munafik!"

Taehyung menggelengkan pelan kepalanya. "Ah tidak ada, lanjutkan saja memasaknya, Paman."

Jaeho kebingungan. "Benarkah? Tidak ada yang sedang menganggu pikiranmu, kan?"

"Tidak ada, Paman. Aku baik-baik saja," ucapnya dan tersenyum pada Jaeho.

"Eoh, Taehyung! Kau sedang berbicara dengan siapa?"

Lelaki itu menoleh ke belakang dan mendapati  Hyemin yang telah duduk di meja makan serambi mengucek-ngucek matanya.

"Ah, aku sedang berbicara bersama sayur ini."

Taehyung menggaruk tengkuknya, ia merasa jawabannya sangat aneh. Sekarang ia terlihat seperti lelaki bodoh yang baru saja kepergok selingkuh oleh kekasihnya.

"Aneh, kau terlihat seperti orang bodoh." Ucapan Hyemin hanya dibalas tatapan nyalang dari Taehyung.

"Hei, mengapa kau lemas sekali? Ayo di makan, apa kau tak menyukai masakanku?"

Hyemin mengangguk, lalu menyendokkan sesuap makanan ke dalam mulutnya. Matanya berbinar dan menikmati masakan Taehyung dengan nikmat.

Tiba-tiba, gadis itu menjadi lesu kembali. Ia mengeluarkan air matanya, lagi.

"Ada apa denganmu? Aish, jika tak enak jangan kau makan masakanku ini," ucap Taehyung dengan panik.

"Tidak, ini sangat enak. Astaga, mengapa sekarang aku cengeng sekali?" ucap Hyemin serambi menangis tersedu-sedu.

Taehyung menyodorkan se-kotak tisu pada Hyemin. Hyemin pun langsung menerimanya dan mengelap air matanya dengan tisu tersebut.

"Masakanmu sangat persis dengan masakan ayahku."

Tangisan Hyemin pecah, sehingga membuat Taehyung kalang kabut.

"Jangan menangis, kau ada masalah dengan ayahmu, ya?" tanya Taehyung.

Tangan lelaki itu mengahpus jejak air mata yang mengalir di pipi Hyemin.

"Aku seperti anak yang tidak berguna. Aku telah mengecewakan ayah, ia pasti sangat membenciku."

Hyemin memalingkan wajahnya, tak berani menatap mata Taehyung yang menatapnya dengan lekat.

Taehyung memberi isyarat untuk menceritakan kejadian yang sesungguhnya. Hyemin pun sedikit meredakan tangisannya dan mulai menceritakan awal mula kejadian dirinya bertengkar dengan Jaeho.

"Amarah seorang anak pada orang tua pasti akan menjadi penyesalan."

"Jangan sampai kau menyesal, Hye. Penyesalan itu neraka terdalam di dalam kehidupan," ucap Taehyung dengan tulus. Tak lupa juga ia mengusap pelan surai Hyemin.

"Aku benar-benar menyesal telah mmbentaknya, Tae."

"Kau menyesal? Sekarang meminta maaflah padanya, kau tak ingin masalah ini berlanjut hingga lama, kan?"

Betul, Hyemin tak ingin masalah ini menjadi besar dan membuatnya memiliki jarak antara dirinya dengan Jaeho.

"Ayo, kuantar pulang. Hari mulai malam, nanti Paman akan mencarimu."

Lelaki itu perhatian sekali pada Hyemin. Bahkan author iri melihatnya. Ah tidak, ingat thor kamu sudah mempunyai pasangan:(

"Aku tak bisa, aku sangat malu," timpal Hyemin dengan cepat.

Alis Taehyung terangkat sebelah. "Lalu, kau ingin apa?"

"Bolehkan aku menginap di sini untuk sementara waktu? Aku butuh sendirian, aku belum berani bertemu dengan ayah."

Pertanyaan Hyemin membuat jantung Taehyung hampir meloncat dari tempatnya.

Tinggal bersama seorang gadis? Walaupun hanya menginap, seorang yang bernama Kim Taehyung tak pernah membayangkan hal itu terjadi pada hidupnya.

"Baiklah, kau boleh sepuasnya di sini. Asalkan kau tenang dan jangan cengeng, mengerti?"

Taehyung tertawa melihat wajah masam milik Hyemin. Karena kesal, Hyemin pun memukul lengan Taehyung dengan gemas.

"Dasar, kau selalu mengejekku!" kesal Hyemin dan Taehyung tak henti-hentinya tertawa.

"Begitu dong, tersenyum. Jangan menangis terus, kau terlihat sangat menyedihkan."

Hyemin tersenyum hangat menatap Taehyung. Lalu dengan cepat membawa tubuhnya ke dekapan Taehyung. Taehyung tak menolak, berpelukan dengan Hyemin bagaikan candu baginya.

"Terima kasih, Tae. Kau selalu mengisi hari-hariku yang sekarang terasa melelahkan ini."

TBC ⟭⟬

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top