15 / Kim Taehyung Side

Seoul, 8 Juni 2018

Di SMP tahun ke-tiga, para pelajar selalu disibukkan dengan kegiatan belajarnya. Mereka semua akan memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi lagi dan ujian kelulusan sudah ada di depan mata mereka.

Yang lain sedang sibuk belajar, tetapi berbeda dengan yang satu ini.

Di gang kecil dan sempit, terdapat seorang laki-laki berkaca mata menatap takut pada sekumpulan lelaki yang merupakan teman sekolahnya yang sedang berdiri tegap di hadapannya.

"Tck, besok kau harus mencari kunci jawaban bahasa Korea di ruang guru dan memberikan kunci jawaban itu kepadaku!" pinta seorang lelaki. Bisa ditebak jika ia adalah ketua geng di situ.

"Jika kau tak mendapatkannya, akan kupastikan kau tidak bisa lulus dari sekolah kita."

"Aku tak bisa...," cicit lelaki berkaca mata itu.

Ia tak mau mencari kunci jawaban yang diperintahkan oleh ketua geng itu. Tetapi ia juga tidak mau tidak bisa lulus dari sekolahnya, bahkan saat ini dirinya sangat ingin cepat-cepat untuk lulus agar bisa menghindar dari sekolah yang menurutnya keramat itu.

"Kau ini seorang lelaki bukan, Kim Taehyung?" gertak si ketua geng.

"Oh ya, kau kan hanya bisa menyanyi dan menari. Pantas saja lemah, seperti seorang perempuan."

Lalu tawanya seketika pecah, begitu pula temannya yang lain.

"Aku tidak selemah itu!" seru Taehyung dengan kesal, si lelaki berkaca mata itu.

"Benarkah? Aku tak percaya," ucap si ketua geng dengan remeh.

Bugh

Teman si ketua geng meninju pipi Taehyung dengan brutal.

Ia memegang pipinya yang memanas, sudah dipastikan jika pipinya akan membiru karena rasanya sudah terasa sangat nyeri.

"Kalian sedang apa?"

Semua lelaki, termasuk lelaki berkaca mata itu menoleh ke sumber suara yang ada di ujung gang kecil itu.

"Hei, nona cantik. Kau sedang apa?" goda si ketua geng.

"Pergilah, kau membuat keributan di sini," pinta seorang gadis SMP yang tadi memergoki sekumpulan lelaki di gang itu.

Si ketua geng itu mendekat menghampiri ke arah gadis itu. Si gadis hanya terdiam, tidak takut dan juga tidak berani. Ah entahlah, pokoknya ia sedang kebingungan.

"Ada apa, cantik? Kau takut?" tanya lelaki yang juga masih berseragam SMP.

"Tentu saja tidak!" seru si gadis dan menatap kesal ke arah lelaki di hadapannya.

Karena terlalu dibuat geram, si gadis tak bisa mengontrol emosinya.

Bugh

Plak

"Hentikan!"

"Yak! Kenapa kalian diam saja? Cepat bantu aku!" pekik si ketua geng pada teman-temannya serambi mengaduh kesakitan.

Kumpulan lelaki SMP itu menatap si gadis dengan ketakutan dan pergi meninggalkan gang kecil itu.

"Masih SMP saja sudah berlagak menjadi seorang pahlawan. Mau jadi apa mereka nanti saat dewasa?" gerutu si gadis dengan sebal.

Karena teringat keberadaan lelaki berkaca mata yang dirundung temannya tadi, si gadis langsung menghampiri Taehyung yang sedang terduduk lemas serambi bersandar di pintu toko kecil yanga ada di gang tersebut.

"Bangunlah, mereka sudah pergi," ucap si gadis.

"Terima kasih, maaf merepotkanmu," ujar Taehyung dan membungkuk pada gadis itu.

"Sebentar, kemarilah!" pinta gadis itu.

Taehyung mendekat. Tangan si gadis terulur memoleskan salep pada pipi Taehyung.

"Agar besok tidak membengkak dengan sangat parah," ucap si gadis dan dianggukki paham oleh Taehyung.

Taehyung membungkuk bermaksud untuk berterima kasih lagi pada gadis itu.

"Tak apa, jangan sungkan untuk meminta pertolongan dari orang lain."

Gadis itu mengecek jam di pergelangan tangannya sebentar.

"Sepertinya aku akan segera pergi, jaga dirimu baik-baik!" seru gadis itu dan melenggang pergi dari gang kecil itu.

Taehyung tersenyum, ia memegang bekas polesan salep yang dipoleskan gadis tadi.

Ia mengingat nama gadis itu yang tadi terpampang di name tag seragamnya.

"Sekali lagi terima kasih, Nam Hyemin."

⟭⟬

Seoul, 7 Juli 2020

Taehyung POV

Benar, di dunia ini tidak ada yang bisa dilakukan selain berjuang. Lelah? Tentu saja, apalagi saat ini aku hanya berjuang sendirian.

Walaupun keluargaku sangat memperhatikanku dengan baik, tetapi rasanya seperti masih ada yang kurang. Aku ini hanya lelaki yang lemah, seperti yang dikatakan oleh teman-teman sekolahku.

Aku ingin berusaha yang terbaik. Aku ingin tetap lakukan yang terbaik dan melihat apa ada pengaruhnya.

"Aku hanya akan menyerah saat tahu sudah tidak mungkin," gumamku serambi menatap langit cerah kota Seoul dari balkon kamar.

Sekarang, aku telah berada di bangku SMA, bahkan ini sudah tahun kedua aku di sekolah ini. Apa ada yang berbeda dengan masa SMP-ku? Jawabanya tidak ada sama sekali. Tetap, semua orang disekitarku sama saja.

"Apa kalian tidak jijik melihat lelaki yang suka menyanyi dan menari?"

Itu adalah kalimat yang selalu kudapati setiap hari di SMA-ku. Apakah aku se-menjijikkan itu jika menyukai tari dan nyanyi?

"Kau mau jadi apa jika hanya bisa menyanyi dan menari?" tanya teman sekelasku.

Alisku tertaut, mengapa saat ini semua orang mempermasalahkan apa yang kusukai?

"Apakah itu menjadi masalah bagimu?" timpalku dengan nada yang tidak mengenakkan untuk siapa pun.

Hyunjong, teman sekelasku. Ia menghampiriku, apa yang akan dilakukan padaku lagi?

"Enyahlah kau! Lelaki tidak tahu untung!"

Bugh

Aku memegang perutku yang terasa nyeri. Kemarin, Hyunjong baru saja meninju perutku dan sekarang dia meninjunya lagi.

"Aku tidak pernah mencari masalah denganmu, kenapa kau selalu melakukan ini padaku?" gertakku dengan emosi yang membara.

Aku tak tahan diperlakukan seperti ini setiap hari. Kupikir saat aku masuk SMA semuanya akan berbubah, ternyata sama saja.

"Betul, kau memang tak mempunyai masalah apa pun denganku. Tapi aku sangat membencimu, lelaki lemah!"

Brakk

Hyunjong menendang mejaku hingga roboh dan berlalu pergi keluar kelas, menyisakan diriku yang terduduk lemas di lantai.

Pandanganku menatap teman kelasku yang hanya menatapku dengan diam. Tak ada yang berniat menolongku, bahkan menanyaiku 'apa kau baik-baik saja?' tak ada sama sekali pun.

"Kenapa kalian seperti ini padaku?" batinku dalam hati.

Kring kring

Bel pulang sekolah berbunyi. Teman kelasku telah berhamburan keluar dari kelas. Sedangkan aku? Masih setia duduk di lantai serambi menahan nyeri pada perutku.

"Seburuk itukah diriku ini?" gumamku dan menatap nanar pada teman kelasku yang mulai keluar kelas.

Langkahku gontai, dengan linglung aku berjalan pulang ke rumah.

Aku melewati sebuah jembatan yang sangat panjang. Ah, sangat melegakan bisa menghirup udara segar seperti ini setelah pulang sekolah.

Mataku memandangi air jernih yang tenang di bawah sana. Aku mengingat kembali hari-hari melelahkan yang selalu kujalani setiap hari. Rasanya begitu menyesakkan.

"Sebenarnya aku, tidak ingin hidup seperti ini. Sangat menyedihkan. Aku ingin hidup dengan bahagia dan tenang!"

Tanpa kusadari aku menintikkan air mata. Sudah kukatakan, aku ini adalah lelaki yang lemah. Ada benarnya juga orang-orang mengatakan jika aku adalah lelaki yang lemah.

"Seiring berjalannya waktu, aku pikir semuanya akan baik-baik saja. Tapi tidak sama sekali, semuanya sama, tetap melelahkan."

Aku hanya bisa mengehela napas sepanjang hari. Ingin sekali mencurahkan isi hatiku selama ini pada orang-orang. Tetapi kepada siapa? Ayah? Ibu? Itu tidak mungkin, aku tak bisa.

"Aku hanya beban bagi semua orang."

"Tanpa adanya diriku, pasti semuanya akan terselesaikan. Jika aku menghilang, semua orang pasti akan baik-baik saja."

"Aku membenci diriku sendiri yang sangat memalukan dan menyedihkan seperti ini," lirihku diikuti tetesan air mata.

Tanganku terlentang bebas di udara, menikmati sejuknya udara segar di jembatan ini.

"Semuanya, tolong maafkan aku..."

"Hei! Apa yang kau lakukan?"

Aku mematung, lalu mendapati seorang gadis memeluk tubuhku dari belakang.

Tubuhku reflek berputar ke belakang dan menatap wajah gadis yang memelukku dengan wajah paniknya.

Aku mengingat suatu kejadian di tahun lalu. Seketika tangisanku menjadi-jadi, aku benar-benar tidak menyangka. Apakah hari ini Tuhan sedang berhendak baik padaku?

"Kau..."

"Akhirnya aku bertemu denganmu lagi, Nam Hyemin."

TBC ⟭⟬

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top