10
"Bagaimana keadaannya?"
"Seperti yang kalian lihat sekarang, masih sama sekali belum ada perkembangan. Luka tusuk yang dialami pasien lumayan parah, bahkan saat itu kami hampir kewalahan."
"Terima kasih, dok." Taehyung dan Yoongi menundukkan kepala pada sang dokter.
Taehyung menatap sekeliling ruangan tempat Hyemin dirawat. "Di mana Paman Jaeho?"
"Aku tadi bertemu dengannya, katanya dia sedang pulang ke rumah sebentar," jawab Yoongi.
Mereka berdua duduk di sofa samping brankar Hyemin. Sama sekali tak ada percakapan, hanya terdengar suara monitor dengan alat yang terpasang di tubuh Hyemin.
"Apa kau tak mencurigai seseorang?" tanya Taehyung pada Yoongi.
"Maksudmu pelakunya adalah Nami? Kenapa semua orang mengatakan itu?" Yoongi menghela napasnya pelan.
Ponsel milik Yoongi bergetar. Yonggi menatap ke arah ponselnya. Layar ponselnya menyala. Ada panggilan masuk dari seseorang.
"Halo?"
"Kau bersama temanmu yang satunya?" tanya seseorang dari sebrang sana.
Yoongi melirik Taehyung di sampingnya yang sedang menatapnya seriua. "Iya, dia sedang bersamaku."
"Bisakah kalian ke alamat yang baru saja kukirimkan lewat pesan. Kami hampir menemukan pelaku dan juga ada saksi lain di sini."
"Ah, baiklah. Kami akan segera datang."
Taehyung menatap Yoongi dengan bertanya-tanya. "Siapa itu?"
"Polisi yang tadi, dia menyuruh kita ke alamat ini karena polisi hampir menemukan pelaku. Dan di sana juga ada saksi lain."
"Saksi lain?" tanya Taehyung dan berpikir sebentar.
"Ayo, kita berangkat! Biarkan Hyemin dijaga oleh perawat di sini."
Selang beberapa waktu, mereka berdua telah sampai di alamat yang diberitahukan oleh polisi Park saat di telepon tadi.
Suasana sangat ramai, banyak polisi berlalu lalang. Mereka berdua digiring oleh salah satu polisi yang merupakan bawahan polisi Park untuk masuk ke suatu ruangan.
"Eoh, sudah sampai? Duduklah," pinta seorang lelaki berseragam.
Yoongi dan Taehyung pun menurut dan duduk berhadapan dengan Jimin.
"Kita akan berbicara di sini sebelum hasil cap jari keluar."
"Selain kalian berdua.,." Tunjuk Jimin pada Taehyung dan Yoongi.
"Ada saksi yang lain, mereka memberi informasi yang sangat bermanfaat bagi kami dan itu memudahkan kita untuk mencari pelaku. Sepertinya mereka juga pelajar seperti kalian berdua," ucap Jimin menjelaskan.
"Pelajar? Siapa?" tanya Yoongi.
"Mereka baru saja keluar tadi, mungkin nanti akan kembali ke sini. Kalian tunggu saja, aku akan ke sana sebentar untuk mengurus sesuatu."
Serambi menunggu, Taehyung membuka laman web di internet yang menunjukkan banyak sekali berita tragedi pembunuhan di sekolahnya itu. Ia men-scroll dari atas hingga bawah. Ternyata saat ini berita itu menjadi perbincangan hangat di negaranya.
"Tuan, kami kembali!" seru seseorang yang baru masuk ruangan.
Dua orang pelajar yang masih memakai seragamnya itu langsung duduk di dekat Taehyung dan Yoongi.
"Yora, Ara!" Yoongi dibuat terkejut dengan kahadiran kedua gadis itu.
"Sedang apa kalian di sini?" tanya Yoongi. Taehyung hanya terdiam melihat hal itu, pasalnya ia tidak menahu tentang kedua gadis itu. Yang ia tahu hanya Yora, teman sekelasnya.
"K–kami ada urusan di sini," jawab Ara dengan kikuk.
Yoongi melirik Yora sebentar. Lelaki itu masih dibuat kesal dengan Yora saat di sekolah tadi.
"Sudah lama menunggu?" tanya Jimin yang baru saja tiba.
"Tidak, kami baru saja sampai," ucap Ara dan tersenyum manis.
Jimin pun menganggukkan kepalanya. "Baiklah, kita mulai membahas ini bersama-sama."
"Tuan, bagaimana dengan hasil–" ucapan Ara seketika terpotong.
"Jangan panggil aku Tuan. Aku baru saja menginjak umur 21 tahun, panggil saja namaku biar kita semakin akrab." Jimin tertawa kecil dan menampakkan senyum manisnya.
"Oh ya, mungkin kalian bingung mengapa Ara dan Yora ada di sini. Mereka adalah saksi lain yang kumaksud itu," jelas Jimin pada Taehyung dan Yoongi.
Jimin memberi isyarat pada kedua gadis pelajar dihadapannya untuk menjelaskan.
"Aku percaya jika pelakunya adalah Park Nami," ucap Ara menjelaskan.
"Haha, sudah kukatakan jika dia pelakunya." Yora terkekeh dan tersenyum bahagia.
"Diamlah!" geram Taehyung dan Yoongi secara bersama-sama.
"Apa yang membuatmu percaya dengan itu?" tanya Jimin yang sedang sibuk mencatat sesuatu.
"Sore itu, aku sedang membawa buku bekas dan akan aku akan membawa buku-buku itu ke gudang. Saat di lobi, aku bertemu dengan Hyemin yang baru saja dari perpustakaan. Dia mengetahui keberadaanku, lalu aku meminta bantuannya untuk mengantarkan ke gudang karena aku sedang terburu-buru untuk pulang ke rumah. Lalu, Hyemin pun menyetujui dan pergi ke gudang membawa buku bekas itu."
Ara menarik napas sejenak. "Saat keluar dari gerbang sekolah, aku bertemu dengan Nami. Tetapi dia tak menyadari jika aku melihat setiap kegiatannya sebelum masuk area sekolah.
"Nami sedang berganti baju, lalu memakai jaket hitam dan menenteng tas yang aku tak tahu dengan apa isinya. Aku pun tak peduli lalu pulang ke rumah, aku hanya bingung karena akhir-akhir ini Nami sangat aneh."
"Oke, itu pernyataan yang cukup kuat. Lalu Yora, bagaimana denganmu?" tanya Jimin. Sedangkan Taehyung dan Yoongi hanya mendengarkan cerita dari kedua saksi itu dengan serius.
"Seperti yang kalian tahu, aku dan Nami cukup dekat. Siang hari sebelum kejadian pembunuhan itu, Nami sempat bertukar pesan denganku. Dia mengirimi kata-kata kasar yang penuh dendam, dia juga mengatakan ingin membunuh Hyemin karena dirinya sangat muak. "
"Aku pun menganggap pesan itu hanya sebuah lelucon, karena setiap hari Nami selalu mengirimi pesan seperti itu padaku. Jika ingin melihat isi pesan itu, aku sudah mengirim tangkapan layarnya ke nomor Jimin."
Jimin mengganguk. "Aku sudah membacanya," ucap Jimin dan menyodorkan ponselnya ke Taehyung agar lelaki itu juga membaca isi pesan itu.
"Aku tahu jika Nami sangat iri dengan Hyemin. Perempuan itu sudah berkali-kali mem-bully Hyemin yang sama sekali tak bersalah. Bahkan aku sering tak sengaja bertemu dengan Hyemin yang bolak-balik ke rumah sakit, yang kutahu dia sedang menjalani perawatan akibat dari perlakuan kasar yang Nami perbuat."
Seketika semuanya terkejut mendengar cerita Yora. Apalagi dengan Taehyung, bahkan dirinya susah menahan air matanya untuk tidak keluar.
"Dan kau, mengapa kau diam saja saat Hyemin dibully oleh Nami?" ujar Yora dan menunjuk Ara.
"Maafkan aku, aku tak bisa. Aku diancam oleh Nami...," lirih Ara dan tak berani menatap mata Yora yang melotot tajam padanya.
"Kau aneh, Yora. Katamu Nami adalah temanmu, mengapa kau sekarang malah seperti menyudutkan Nami?" tanya Yoongi dengan keheranan.
"Teman? Sejak kapan aku menganggap dirinya sebagai temanku? Dari dulu, aku sungguh tak sudi berteman dengan perempuan iblis sepertinya, selama ini aku sangat tertekan dengan sifat buruknya itu."
"Lebih baik aku melaporkannya seperti ini agar dirinya jera. Perempuan jahat seperi Nami tidak diperbolehkan untuk hidup dengan tenang. Sedangkan Hyemin yang notabenenya korban rasa iri temannya itu tidak bisa selalu hidup menyedihkan seperti ini." Dengan kesal Yora mengatakan itu. Benar, dirinya sudah dibuat muak dengan sifat jahat milik Nami.
"Permisi, maaf mengganggu waktu kalian. Saya ingin memberikan hasil cap jari," ucap seseorang yang baru saja masuk.
Orang itu meletakkan lembaran kertas di meja Jimin, lalu pamit keluar ruangan dan kembali bertugas.
Semua orang yang ada di ruangan itu membaca isi kertas itu dengan teliti dan seksama. Dan seketika mereka terpekik kaget setalah mengetahui hasil yang sebenarnya.
"Sudah kuduga," desis Yora.
⟭⟬
Orang-orang yang ada di ruangan ini sedang termenung memikirkan sesuatu. Sejak 5 menit yang lalu mereka masih sibuk bergelut dengan pikiran masing-masing.
"Apa ada cara lain untuk menangkapnya?" tanya Taehyung yang mulai jengah dengan suasana hening di situ.
"Ada, tapi tak memungkinkan untuk berhasil menangkapnya. Apa kalian tak punya usul?" tanya Jimin.
Semua orang tampak berpikir. "Ini hampir sore, bagaimana jika besok saja?" pinta Ara.
"Tidak, aku ingin pelaku segera ditangkap!" seru seorang pria yang baru saja masuk ruangan dengan napas yang tersenggal-senggal.
Semua orang tampak terkejut, pria itu adalah ayah Hyemin.
"Paman, bagaimana bisa di sini?" tanya Yoongi dengan khawatir.
"Memangnya kenapa? Apa tak boleh aku memantau kasus yang menimpa putriku?" sinis Jaeho pada Yoongi.
Yoongi yang perkataannya dibalas seperti itu hanya bisa gelagapan. "Paman, duduklah."
Drrt drrt drrt
Ponsel Yoongi bergetar. Ada sebuah panggilan masuk dari adik sepupu Hyemin, Jeon Jungkook.
"Hyung!" seru Jungkook dari sebrang sana.
"Ada apa?" tanya Yoongi dengan singkat.
"Kau bilang Nami Noona adalah pelaku pembunuhan yang terjadi pada Hyemin Noona?"
"Iya, kau betul. Memangnya ada apa?"
"Aku bertemu dengannya...," lirih Jungkook dengan suara yang kecil.
Seketika Yoongi berdiri dan reflek memijat pelipisnya. "Apa! Kau ada di mana sekarang?"
"Di cafe yang biasa kutongkrongi. Saat ini, Nami Noona sedang duduk di meja depanku sendirian."
Jimin yang mendengar suara yang bising itu langsung merebut ponsel Yoongi tanpa persetujuan pemilik ponsel itu. "Bisakah kau mengajak mengobrol atau berbasa-basi dengannya? Pokoknya jangan biarkan dia pergi sebelum kami datang, semoga kau dapat membantu kita."
Semua yang ada di sana menatap Yoongi dan Jimin bergantian. "Ayo kita berangkat!"
Sedangkan di cafe yang dimaksud oleh Jungkook, lelaki itu sedang mengumpulkan niat untuk mendekat kepada Nami.
Jungkook sangat takut, apalagi mengetahui bahwa Nami adalah seorang yang mencelakai sepupunya. Jika tidak demi Hyemin, ia sungguh tak ingin mendekat pada Nami.
"Hai, Noona!" sapa Jungkook bersama menunjukkan gigi kelincinya.
Nami tampak terkejut dengan kehadiran Jungkook yang sangat tiba-tiba itu.
"E–eoh Jungkook, sedang apa kau di sini?" tanya Nami dengan tergagap karena terkejut dan tak berani menatap mata Jungkook.
"Biasa, anak muda zaman sekarang. Nongkrong di cafe sambil cari pasangan," jawab Jungkook santai, padahal jantungnya sedang marathon. Tak apa kalian meyebutnya cemen, itu memang sifat aslinya.
"Haha, kau ini ada-ada saja." Nami tertawa dengan terpaksa.
"Sedangkan Noona sedang apa di sini?" tanya Jungkook. Oh ayolah, ini adalah basa-basi agar Nami tak pergi dari tempatnya.
"Apa kau tak melihatnya? Aku sedang menikmati cheese cake," jawab Nami serambi menunjuk sepiring cheese cake di mejanya.
Jungkook hanya menganggukan kepalanya. "Bisa-bisanya dia hidup tenang setelah mencelakai Hyemin Noona. Dasar wanita tak punya otak," pikir Jungkook dan tersenyum miring, lalu kembali bermain dengan ponselnya dan membiarkan Nami sibuk dengan aktivitasnya.
"Nami Noona, sepertinya tadi aku tak melihatmu di sekolah. Noona ada di mana?" tanya Jungkook.
Lelaki itu menunggu jawaban Nami dan melihat bagaimana ekspresi yang ditunjukkan oleh Nami padanya.
Yang tadinya sedang enak menikmati kue, tiba-tiba Nami tersedak hingga terbatuk-batuk. "Uhuk itu, tadi pagi aku sempat tak enak badan."
"Begitukah? Kau seperti sedang menyembunyikan sesuatu." Jungkook rasa, saat ini sangat menyenangkan menyudutkan Nami. Ia seperti sedang bermain permainan misi rahasia.
Mata Nami terbelalak. "Apa maksudmu? Memangnya aku menyembunyikan apa?"
Jungkook hanya menggeleng pelan. "Tidak, lanjutkan saja makanmu."
Jari jungkook membuka sebuah chat room di ponselnya. Lalu tangannya dengan lihai mengetik sebuah kalimat dan mengirimnya pada Yoongi.
Me : Hyung, apa kau masih lama? Di sini aku sudah kehabisan bahan bicara dengan Nami Noona.
Yoongi : Hampir sampai, tahan dia dengan semua caramu agar tidak pergi dari situ.
Me : Cepatlah, aku ingin melihat wajah ketakutannya haha! Dia tak pantas hidup tenang setelah mencelakai Noona-ku.
Yoongi : Ck, sabarlah! Dasar anak kecil.
Me : Yak, Hyung! Aku bukan anak kecil lagi, kau tahu jika umurku hanya berbedA 2 tahun denganmu.
Yoongi : STFU!
"Apa? Dasar menyebalkan," gumam Jungkook setelah membaca pesan terakhir dari Yoongi.
"Siapa?" tanya Nami tiba-tiba. Pasalnya sedari tadi perempuan itu melihat Jungkook yang tak berhenti menggerutu dengan ponselnya.
"Oh ini, teman sekelasku. Mereka tak jadi datang ke sini, dasar menyebalkan."
Beberapa menit kemudian, terdengar suara bising di penjuru cafe. Nami yang melihatnya pun hanya bisa kebingungan, begitu juga dengan Jungkook yang juga berpura-pura kebingungan.
Tiba-tiba ada dua pria berseragam berdiri di samping meja yang Nami dan Jungkook tempati.
"Dengan Nona Park Nami?" tanya salah satu pria berseragam itu.
"Iya, dengan saya sendiri...," lirih Nami dan menatap kedua pria itu dengan kebingungan.
"Anda akan kami bawa ke kantor polisi untuk melakukan investigasi lebih lanjut mengenai kasus pembunuhan yang terjadi pada teman sekolah anda."
Seketika Nami berkeringat dingin. "Apa? Bukan aku pelakunya!"
Nami meronta-ronta untuk dilepaskan. Perempuan itu menatap Jungkook dan memohon untuk membantu menyelamatkan dirinya dari tarikan kedua pria berseragam itu. Tetapi, permohonannya hanya sia-sia setelah Jungkook tertawa mengejeknya.
"Tuan, cepat bawa dia. Pukul saja jika dia meminta untuk dilepaskan," ucap Jungkook dan duduk santai serambi meminum minuman yang ia pesan tadi.
"Jungkook! Apa maksudmu?" teriak Nami yang langsung menggema di penjuru cafe.
"Ayolah, Noona. Aku sangat jijik dengan seorang pembunuh sepertimu," ucap Jungkook dengan kelewat santai.
Semua orang yang di cafe terkejut dengan perkataan yang baru saja Jungkook lontarkan. Banyak pasang mata yang mulai menatap Nami dengan tatapan ketakutan, ada juga yang mem-video dan mem-foto kejadian itu.
Nami tampak ketakutan. Perempuan itu diseret dengan paksa keluar dari cafe.
TBC⟭⟬
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top