08
Mereka saling bertatapan. Rasa kebingungan mereka berubah menjadi keterkejutan. Mata mereka terbelalak kaget seketika.
"Apa itu?" tanya Yoongi seraya menunjuk sepatu yang Taehyung kenakan.
Taehyung mengernyit, lalu menyentuh sepatunya. Matanya terbelalak menatap sebuah cairan yang berada di tangannya. "Ini..."
"Darah."
"Dari mana kau mendapatkannya?" tanya Yoongi yang sama terkejutnya.
"Aku tak tahu..."
Yoongi menghela napas, lalu mendirikan tubuhnya. "Bersihkan sepatumu, lalu kita mengecek kembali tempat yang sempat kita lewati tadi."
Dengan cepat tangan Taehyung membersihkan sepatunya menggunakan sapu tangannya. Sebelum menyelesaikan aktivitasnya, Taehyung malah mendengar teriakan Yoongi yang menggema di seluruh penjuru lorong sekolah.
"Astaga! Apa ini?"
Taehyung berlari menghampiri di mana tempat Yoongi berdiri. Ia melihat sebuah cairan mengotori lantai lorong.
"Siapa yang menumpahkan oli di gudang?" gumam Taehyung.
"Sepertinya ini bukan oli, baunya tampak berbeda," sela Yoongi serambi mengamati cairan itu. Mereka tak benar-benar yakin, pasalnya penerangan di lorong ini sangat minim cahaya.
Dengan langkah yang tergesa-gesa, kedua kaki mereka berjalan ke gudang. Karena gudang terkunci, mereka mendobrak pintu itu dengan bersama-sama.
Setelah pintu berhasil terbuka, mereka bergegas masuk dan mengecek keadaan gudang itu. Langkah mereka terhenti ketika mata mereka tak sengaja menangkap sebuah tubuh yang tergeletak di lantai dengan berlumuran darah.
Taehyung segera menghampiri seseorang yang tergeletak itu dan memangku kepala orang itu di pahanya.
"Hyemin, sadarlah!" seru Taehyung serambi menepuk-nepuk pelan pipi Hyemin. Perasaannya campur aduk. Khawatir, takut, sedih, panik menjadi satu di dalam pikirannya.
Taehyung tak henti-hentinya ia menggoncang-goncangkan tubuh Hyemin agar tesadar. Tak peduli bajunya penuh dengan lumuran darah, baginya yang terpenting adalah keselamatan Hyemin.
"Tenanglah, Taehyung. Kau jangan panik, aku sedang menelpon polisi." Yoongi yang berada di samping Taehyung sedang sibuk berkutat dengan ponselnya untuk menelpon seorang polisi.
Ia sama paniknya seperti Taehyung, apalagi Hyemin adalah sahabatnya. Tak mungkin jika ia tak mengkhawatirkan Hyemin. Yoongi juga menahan air matanya agar tidak keluar, entah mengapa jiwa rapuhnya keluar ketika menerima fakta bahwa sahabat perempuannya itu baru saja di bunuh oleh seseorang yang misterius.
Beberapa menit kemudian, suara sirine polisi terdengar memasuki area sekolah. Para polisi yang tadi Yoongi panggil berlari dengan terburu-buru menuju tempat kejadian.
Taehyung tak henti-hentinya menangis. Sebenarnya bukan hanya Taehyung, tetapi juga Jaeho. Ingat kembali, di tubuh Taehyung ada jiwa lain yang merupakan jiwa Jaeho, ayah Hyemin.
"Nak, mari ikut kami." Salah satu dari polisi yang datang menarik Yoongi dan Taehyung yang terduduk di dekat Hyemin tergeletak untuk menjauh dari sana.
"Lepaskan, Hyemin butuh kami!" seru Taehyung dan meronta-ronta untuk dilepaskan.
"Tidak bisa, kami saat ini sedang bertugas. Kami mohon para saksi untuk menyingkir terlebih dahulu." Polisi itu menarik pergelangan tangan Taehyung dan Yoongi pergi keluar dari gudang.
Yoongi tampak frustasi dengan Taehyung tak henti-hentinya meronta untuk bertemu dengan Hyemin. "Sudahlah, Tae. Kau ingin Hyemin selamat, kan? Jadi, diamlah!"
Taehyung mulai tenang setelah mendengar bentakkan Yoongi.
Mereka menghampiri polisi yang membawa tandu dengan Hyemin yang tak sadarkan diri. Yoongi bertanya kepada salah satu polisi di sana, ia mengatakan jika Hyemin akan segera di larikan ke rumah sakit sebelum terlambat.
Yoongi dan Taehyung pun segera mengikuti ambulan yang membawa Hyemin ke rumah sakit dengan menaiki motor ninja milik Yoongi.
⟭⟬
Dengan kondisi yang berantakan, Taehyung terduduk lemas di kursi rumah sakit. Matanya menatap sendu ke sebuah pintu ICU tempat Hyemin dirawat.
"Putriku, Hyemin!" seru seseorang yang baru saja sampai. Orang itu tampak khawatir dan hampir ingin menangis.
"Paman, tenanglah. Kita berdoa saja agar Hyemin selamat," ucap Yoongi dan mulai menenangkan ayah Hyemin.
Taehyung menatap sedih. Ia meniliti pakaiannya yang penuh dengan darah. Tak peduli dengan baunya yang menyengat, pikirannya hanya terpenuhi dengan seorang gadis SMA yang bernama Hyemin.
"Terima kasih, Taehyung dan Yoongi. Jika tak ada kalian, aku tak tahu apa yang akan terjadi pada putriku. Terima kasih banyak!"
Taehyung dan Yoongi membalas menunduk pada Jaeho. "Sekarang kalian pulang, ya. Pasti orang tua kalian menunggu di rumah."
Kedua lelaki itu menggelengkan kepalanya secara bersamaan. "Tidak, kami ingin menemani Hyemin."
"Tak bisa seperti itu, sekarang kalian harus pulang. Besok kalian bisa ke sini kembali untuk menengok keadaan Hyemin."
Taehyung menghela napasnya. "Baiklah, aku pulang dulu. Jaga diri baik-baik, Paman."
Kedua lelaki tampan itu berjalan di lorong rumah sakit dengan sibuk pikirannya sendiri. Yoongi menaiki motornya dan berancang-ancang segera pergi meningglkan area rumah sakit.
"Ya! Kau tidak ingin mengantarkanku pulang?" seru Taehyung dari kejauhan.
"Ck, cepatlah!"
⟭⟬
"Sepertinya kau harus mengganti bajumu. Pakailah ini," ucap Yoongi serambi menyodorkan setelan bajunya kepada Taehyung.
"Terima kasih. Sekarang cepat pulanglah."
Dengan cepat Taehyung mengganti bajunya di semak-semak dekat rumah. Ia menyembunyikan bajunya yang berlumuran darah itu ke dalam tas. Lalu, segera masuk ke rumahnya.
"Dari mana saja? Mengapa jam segini baru pulang," tanya Sohee yang baru saja keluar dari kamarnya.
Taehyung menggaruk tengkuknya, ia sedang memikirkan jawaban yang pas untuk diberikan pada ibunya itu.
"Aku baru saja menyelesaikan tugas kelompok dengan temanku itu," jawab Taehyung dengan mantap.
"Eoh, benarkah? Apakah dia menyukai macaron buatan ibu?" tanya Sohee serambi menyodorkan segelas air putih kepada Taehyung.
Wajah Taehyung menjadi muram, ia kembali memikirkan keadaan Hyemin.
"Dia sangat menyukainya, katanya macaron buatan ibu sangat lezat. Aku pergi ke kamar dulu, terima kasih untuk air putihnya."
Sohee menatap putranya itu dengan kebingungan. Seperti ada yang menjanggal.
Sohee menatap suaminya–Taesung–yang sedari tadi menyimak percakapan sang anak dengan sang ibu. Lalu, Taesung memberi isyarat pada Sohee seperti bertanya-tanya. Tetapi, Sohee hanya mengedikkan bahunya tidak tahu.
Di kamar, Taehyung duduk termenung di pinggiran ranjangnya. Pikirannya masih berkecamuk, hanya Hyemin dan Hyemin yang ada di pikirannya.
⟭⟬
Jaho & Taehyung Side
"Paman..."
"Kau baik-baik saja?" tanya Taehyung dengan khawatir melihat wajah sendu milik Jaeho.
"Hah, sial!" teriak Jaeho dan mengkagetkan Taehyung.
"Aku benar-benar bodoh, bagaimana bisa aku tenang jika putriku sedang tak sadarkan diri di rumah sakit."
Taehyung ingin meraih tangan Jaeho bermaksud untuk menenangkan, tetapi hal itu tak bisa ia lakukan.
"Aku adalah ayah yang buruk. Aku tak bisa menjaga Hyemin dengan baik..."
Taehyung menjadi terhanyut oleh suasana. Melihat Jaeho yang bersedih seperti ini membuatnya merasakan kesedihan yang sama juga.
"Jangan katakan itu, kau adalah ayah yang terbaik bagi Hyemin."
"Dia tergeletak di lantai dengan dipenuhi darah, itu sangat buruk. Aku kecewa dengan diriku, pasti Hyemin selalu ketakutan tanpa diriku." Air matanya mengalir deras, seakan-akan tak membolehkannya untuk berhenti menangis.
Taehyung menghentikan Jaeho yang akan memukul kepalanya sendiri. "Paman, berhenti!
"Ini bukan kesalahanmu, ini adalah takdir. Jangan seperti ini, jika kau seperti ini Hyemin pasti akan sedih melihatmu."
Jaeho terdiam, lalu berbaring dan memejamkan matanya untuk menghilangkan rasa penat yang menjalar pada tubuhnya.
"Aku lelah..."
"Taehyung-ah, maukah kau berjanji denganku." Jaeho menatap Taehyung yang berada tak jauh darinya. Tampak Taehyung kebingungan, lalu mendekat pada Jaeho.
"Berjanji untuk apa?"
Sebelumya, Jaeho menghela napas panjang. "Jika aku sudah tak ada di dunia ini, maukah kau bertanggung jawab untuk putriku."
"Paman, jangan bercanda." Taehyung terkekeh mendengar perkataan Jaeho yang menurutnya itu sebuah lelucon.
"Aku sedang tidak bercanda!"
"Kau tahu? Aku sangat ingin membahagiakan Hyemin. Tetapi, keinginanku itu belum tercapai sama sekali hingga sekarang. Malah Hyemin yang selalu membahagiakanku setiap hari, maukah kau menggantikanku setelah aku tiada?"
Taehyung menatap sebuah keseriusan di mata Jaeho, lalu ia mengangguk menyetujui.
"Aku bersedia, Paman!"
"Terima kasih, aku pegang ucapanmu itu."
Taehyung terdiam menatap Jaeho. "Paman, bolehkah aku memelukmu?"
Jaeho yang mendengarkan itu hanya tertawa kecil. Tangannya terlentang, lalu mengangguk menyetujui ucapan Taehyung. Taehyung pun mendekat, lalu memeluk Jaeho dengan erat.
"Aku merindukan ayah dan ibu," gumam Taehyung, walaupun masih dapat didengar oleh Jaeho.
"Percayalah, suatu saat jiwa kita akan kembali seperti semula."
Jaeho tersenyum lebar. Keadaanya saat ini mulai sedikit membaik, ini adalah berkat Taehyung.
"Terima kasih, Nak. Kau adalah lelaki baik berhati malaikat."
TBC⟭⟬
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top