Terdengar samar-samar suara seseorang yang memanggil namanku. Suara itu tidak asing bagiku. Meski dalam kondisi tertidur aku masih bisa mendengarnya.
Tok tok tok
Suara pintu kamar yang diketuk-ketuk berulang kali memaksaku terbangun dari tidur siangku yang teramat singkat.
"May bangun may! Solmet kamu udah dateng tuh." Ucapnya sembari mengguncang-guncangkan tubuhku.
"Maya! May ayo main!"
"Udah masuk aja, tuh di kamar lagi tidur. Bangunin gih." Ucap Nenekku.
"Hei..! Hudang! Hayu atuh urang ulin. Ongkoh hayang ulin jeung urang lin balik ka lembur teh?"
Aku membuka mata lalu menutupnya dan mengulanginya beberapa kali. Samar-samar kulihat seorang gadis berdiri di samping tempat tidurku. Ia terus saja memanggilku.
"Lah ko ada Ayu ting-ting kesini?" Ucapku polos seraya menatap wajah yang ada didepanku."
"Ngomong apaan si May?"
"Emm." aku menggerejap dan seketika tersadar, kini nyawaku telah terkempul semua, aku bangkit dari tidurku dan menarik tangan sahabatku hingga ia duduk disampingku.
Aku menyunggingkan senyum padanya "Gue kira elo artis."
"Artis darimana? Dari kampung Serut?"
Aku terkekeh "haha. Iya abis muka elo cakep banget, duh pinter banget sie dandan. Apalagi alisnya haduh gemes gue. Ajarin dong bikin alis kaya gitu!"
"Tapi pipinya terlalu merah, ketebelan ni make up nya."
Tina menyentuh wajahnya. Dan tersenyum malu "iya emang ketebelan, biarin dah."
"Kapan balik dari bandung? Kok ngga kesini pas lebaran?" Tanyaku seraya memainkan rambutnya yang terurai.
"Sehari sebelum lebaran. Banyak urusan May, kemaren abis jalan-jalan ke curug eh pulangnya kemaleman jadi gue diomelin bapak gue."
"Lagian ngapain kok bisa kemaleman?"
"Atuh jauh, itu juga nggak nyampe ke air terjunnya. Cape jauh banget jalannya."
"Yaudah terus kita mau maen kemana tar?"
"Kita ke Kebon Mawar yuk besok!"
"Daerah mana?"
"Itu di Garut. Cakep deh buat foto-foto bagus pemandangannya. Nih kita liat di google" Tina menunjukan hasil pencariannya di ponsel yang sedari tadi ia pegang.
"Elo tau jalannya?"
"Tau, tapi ampe bunderan doang. Kesananya kita pake google map aja. Karena gue juga ke Curug pake Map tapi nyampe juga."
"Oh, yaudah ayo. Tapi gue nggak ada motor. Gue kemaren pulang naik bis nggak bawa motor."
"Tenang aja, ada motor gue. Tar pake motor gue, nanti gantian aja bawanya."
"Oke, jam berapa besok?"
"Jam 10an aja ya, kalo pagi gue belum bangun." Ucapnya sembari tertawa karena dia yang slalu kesiangan dan tidak bisa bangun pagi-pagi.
Akupun terkekeh dengan obrolan kami. Rasa rindu tertuang semua saat kami bertemu. Rindu berbulan-bulan tak bertemu bahkan satu tahun lamanya kami tidak bertemu karena jarak dan waktu yang memisahkan kami.
Dari dulu hingga sekarang dia tetaplah dia. Tina sahabatku, sahabat kecilku, yang menggemaskan, menyebalkan, dan menyenangkan.
Meski umur kami berbeda jauh, tapi hubungan kami sebagai sahabat tidak pernah merasa jauh. Meski kini dia di Bandung dan aku di Depok komunikasi juga jarang, hanya sekedarnya saja tapi setiap kami bertemu tak pernah ada rasa canggung atau malu. Aku dan dia tetaplah sama, sama-sama gilanya. Bahkan saat ini kami jauh lebih gila daripdada yang dulu.
Setelah berbincang cukup lama. Bertukar cerita, pengalaman dan cinta akhirnya dia pulang karena hari sudah sore dan diapun telah memiliki janji dengan temannya yang lain.
Akupun kembali terlentang dan berniat melanjutkan tidurku, tapi suara Nailun yang bertanya-tanya tentang Tina membuatku mengurungkan niat untuk tertidur kembali.
"Teh"
"Emm"
"Itu Tina-Tina temen elo yang bucheri itu? Tanyanya tanpa melihatku.
"Iya, kenapa emang?"
"Cakep, belajar dandan elo Teh sama dia. Belajar bikin alis noh!"
"Ahaha iya." Jawabku "Kenapa elo mau juga? Eh Nai berani nggak elo? warnain rambut elo kaya dia. Kalo bisa di ombre sekalian haha." tanyaku seraya debarengi gelak tawa.
"Enggak ah, entar yang ada gue dibotakin sama emak gue. Elo aja Teh!"
"Iya gue mau, tar sekalian gue mohak rambut gue, tapi gue warnainya di salon, bukan chet sendiri."
"Emang temen elo warnain sendiri?"
"Iya, namanya juga Bucheri, bule chet sendiri ckckck."
Alih-alih kembali melanjutkan tidur siangku, malah mengobrol, bercanda dan tertawa terbahak-bahak. Bahkan saking berisiknya aku dan Nailun, sampai-sampai ibunya Nailun menggebrak pintu kamar dan memarahi kami agar segera bangun dan mandi.
Tapi apa yang kami lakukan? Ya hanya terkekeh dan kembali bercanda. Gebrakan pintu ibunya Nailun hanya kami anggap angin lalu. Cuek aja.
***
Setelah perjalanan kurang lebih dua jam setengah akhirnya kami sampai temapat tujuan. Selama diperjalanan kami tak berhenti berbicara, dan mengobrol. Dan ditengah perjalanan juga kami sempat bertukar posisi, yang tadinya Tina duduk di depan mengemudikan motornya, kemudian bergantian denganku.
"Nah, masuknya lewat mana?" Tanyaku sembari menerawang kesekeliling parkiran.
"Lewat situ kali noh!"
"Yaudah ayo." Ajaku seraya mulai berjalan dan ternyata bukannya masuk kedalam malah keluar area parkiran.
"Eh bukan inimah May. Inimah kita keluar."
"Trus masuknya kemana sieh? Elo gimana sih? Udah pernah kesini belum sih?"
Tinah terkekeh, "belum."
Akupun ikut terkekeh. "Noh pintu masuknya disitu. Ah gimana si bego banget ya kita."
"Haha iya, eh May beli air dulu haus ni."
"Sama gue juga haus."
Akhirnya setelah membeli masing-mading satu botol minuman dingin aku dan Tina membeli tiket masuk dan mulai berkeliling, melihat-lihat keindahan alam kebun mawar.
Aku menyenggol lengan Tinah mencoba menunjuk kearah pria berjas hitam yang sedang berfoto dengan calon istrinya. "Eh Not liat dah yang lagi priwed, cowok nya lumayan. Gue pinjem dah buat nemenin foto-foto disini."
"Iya cowoknya lumayan tapi cewek nya biasa aja. Liat dah liat, noh meni raribet kitu."
Aku terkekeh mendengar Tina yang bicara seolah mengejek dengan ekspresi wajahnya yang khas.
Setelah berkeliling dan mencari tempat duduk untuk sekedar beristirahat seraya berfoto akhirnya kami menemukan tempat yang cocok dan beberapa saat kami istirahat disana.
Empat kursi dengan satu meja bundar menjadi pilihan kami untuk beristirahat dan mulai berfoto menghadap pinggir kolam yang terdapat bunga teratai diatasnya.
"May gue laper ni, tadi gue belum makan."
"Gue udah makan, tapi sekarang gue juga laper."
"Yaudah makan disana yuk. Lestoran bambu noh, kayaknya enak-enak, sekali-kali kita makan ditempat kaya gini. Kalo keluar dari sini enggak ada apa-apa."
"Yaudah ayo, tapi tar dulu, foto-foto bentar disini."
Setelah cukup beberapa foto kami dapatkan akhirnya aku menuruti ajakan Tinah yang sedari tadi sudah merengek minta makan.
Setelah duduk manis di kursi dan memesan dua paket nasi goreng dan dua gelas es teh. Sembari menunggu aku dan tinah tak henti-hentinya mengobrol dan sesekali membicarakan orang lain yang berada disekitar.
Entah mengapa, saking gilanya aku atau polos dan ceplas ceplosnya kami. Jika melihat sesuatu yang aneh, menarik, atau apapun itu pasti langsung diucapkan seketika berada disitu.
"Eh May liat deh, masa mesennya minum doang tapi ngerumpinya lama banget ya." Ucap Tinah dengan nada bicara pelan dan beberapa kali melirik anak-anak remaja yang sedang asik mengobrol sembari menikmati minuman mereka.
"Biarin aja napa. Engga apa-apa mungkin sekalian numpang ngadem, haha."
Obrolan-obrolan kecil terus terucap dari mulut kami, dan tetap saja rasa lapar tak kunjung hilang, terlebih perut Tina yang sepertinya sudah meraung-raung dari tadi. Disela-sela obrolan kami dia terus merengek dan mengeluh lama sekali datangnya pesanan kami.
Setelah cukup lama menunggu akhirnya bawelnya mulut sahabatku diam dan menikmati makanannya. Sesekali. Setelah semuanya habis barulah iya berbicara. "Enggak enak ah. Kurang banyak."
"Enggak enak tapi abis."
"Masih laper May."
"Yaudah makan ni punya gue. Masih banyak, gue kenyang."
Tinah menjilat bibirnya sesaat dan terdiam menatap piringku yang masih tersisa setengah porsi. Akhirnya diapun kembali menyantap nasi goreng dari piringku.
Aku hanya bisa tersenyum dan sesekali melihat kesisi restoran bambu ini.
Eeuuu.. sendawa kecil terdengar dari mulutnya. Tapi tinah tak merasa malu walau dia seperti itu.
"Hush, elo enggak malu apa sampe sendawa begitu."
"Engga, biarin ah engga kenal ini. Cuek aja." Katanya dan diakhiri dengan tertawa.
"Yaudah bayar." Ucapku seraya meraih tas dan hendak mengambil dompet.
"Maya aja yang bayar, pake duit elo dulu, tar sekalian gue ganti sama uang tiket tadi."
Aku menghela napas dan kujawab "iya, yaudah ayo, tapi kita ke kamar mandi dulu ya abis ini."
Tinah tersenyum padaku lalu bangkit dan mengambil beberapa tusuk gigi.
***
"Yaudah elo duluan." Ucapku saat berada di depan toilet.
"Udah ayo masuk aja bareng-bareng."
Belum sempat aku menjawab ajakannya, Tinah sudah menarik tanganku dan membawaku masuk kedalam toilet.
"Elo enggak pipis?"
"Enggak, orang cuma mau bersihin gigi, sama pake lipstik."
Dengan cueknya ia membersihkan giginya dari sisa-sisa makanan dan daging yang menyangkut di gigi serta kawat giginya. Kemudian memakai lipstiknya.
Akupun merapihkan penampilanku, serta menata kembali jilbabku yang tadinya sedikit berantakan karena makan.
Ditengah aktivitas kami terdengar jelas dari balik tembok toilet suara wanita yang membicarakan soal masakan. Sepertinya toilet yang kami tempati saat ini bersebelahan dengan dapur lestoran ini.
Mendengan perkataan wanita itu aku dan tinah tidak diam saja. Sembari berdandan tinah menjawab dan menirukan kata-kata suara dari balik tembok itu dengan cukup keras. Lalu terkekeh setelahnya.
Aku hanya bisa tersenyum melihat tingkah sahabatku ini. Dan kemudian mengajaknya keluar.
"Udah?"
"Dah, buka aja pintunya."
"Yaudah elo duluan."
"Udah Maya aja duluan."
Alih-alih cepat membuka pintu dan keluar, aku dan Tina malah saling bersautan dan sesekali masih berbicara menirukan perkataan wanita dibalik tembok itu .
Aku terdiam sejenak setelah membuka pintu toilet dan terbelalak melihat banyak orang yang menunggu kami. Raut wajah merekapun terlihat kesal.
"Lah, kok banyak orang?" Tanyaku dengan polosnya. Kata-kata itu lolos begitu saja. Dan dengan wajah tanpa dosa kamipun melenggang pergi dari toilet itu.
Setelah jarak kami cukup jauh sekitar 10 meter. Tawa kamipun pecah. Kami berdua tertawa terbahak-bahak sampai-sampai perutku terasa sakit. Tidak perduli dengan suasana disekitar, dan berapa banyak orang yang melihat tingkah konyol kami. Aku dan Tinah tetap tertawa.
"Gila, gue kira kamar mandinya ada banyak, dan enggak ada yang nunggu diluar." Ucapku seraya masih diselingi dengan tawa.
"Hooh, udah gitu lama banget tadi kita ya."
"Iya dan parahnya lagi tadi kita ngobrol kenceng banget lagi."
"Iya, elo lagi May pas buka pintu bukannya langsung keluar jalan malah diem dulu."
"Atuh gue kaget, pas buka pintu, banyak orang diluar. Dan parahnya lagi kita berjalan seolah ga punya dosa, cuek aja anjir."
"Biarin dah, cuek aja enggak kenal ini."
Aku memegangi perutku yang terasa sakit, karena tertawa puas. Mungkin benar sikap cuek itu perlu, bukan karena tak perduli, cuek karena nggak kenal aja.
Tapi memang sikap cuek sementara untuk menahan malu. Menyembunyikan raut wajah bersalah, lalu setelah itu mengakuinya bahwa aku memang benar-benar malu dengan sikapku dan sahabatku ini.
※※※
Taukah kalian, bahwa bahagia itu sederhana. Iya bahkan saat mengingat kejadian ini pun aku merasa bahagia. Ya meski malunya luar biasa. Itu sungguh sangat memalukan. Dan dengan cuek nya kami berjalan begitu saja meninggalkan mereka yang telah menunggu lama.
Hemm..
Ini memang penggalan kisahku beberapa waktu lalu yang sangat-sangat memalukan. Tapi memang layak masuk story of my life.
Semoga kalian tidak melakukan hal yang sama seperti kami. Bahagia memang sederhana tapi harus bisa menjaga etika ya.
Jangan seperti saya yang terkadang gila, dan tak merasa berdosa melakukannya.
[※]
See you
Queen Typo
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top