[11] - Alone
I'm not alone
You'r not alone
Tapi kenyataannya saat itu dan sekarang aku tetap sendiri. Aku masih sendiri di saat aku jatuh, terpuruk dan hampir tak bisa bangkit lagi semuanya pergi, tak ada yang menemaniku di sini.
«※»
Aku duduk bersandar pada lemari di kamarku. Kualihkan pandanganku menatap setiap sudut dan dinding yang dihiasi lampu berwarna hijau dan ungu menyatu dengan warna pink pada dinding apartemenku.
Alunan lagu dari Arash-broken angel membuat hatiku bergetar dan pikiranku melayang pergi jauh kembali kemasa lalu.
Masa lalu yang begitu kelam dan menyakitkan. Masa-masa dimana aku jatuh terpuruk dan berusaha bangkit seorang diri. Bahkan aku hampir mati jika tidak ada Allah Tuhan yang maha Esa, yang slalu ada dihatiku melindungiku, menyadarkanku, menguatkanku dari segala masalah hidup ini.
Rasa lelah bin cape begitu terasa nyata ditubuh dan pikiranku.
"Sampai kapan aku akan seperti ini? Bekerja 12jam setiap harinya. Pergi pagi pulang malam, pergi malam pulang pagi.
Aku tidak menyangka hidupku kan berakhir seperti ini. Aku yang memiliki cita-cita begitu tinggi. Ambisi yang slalu menggebu-gebu di dalam hati ini. Tapi harus musnah saat ini, saat kenyataan yang sesungguhnya aku tak bisa mewujudkan mimpi-mimpiku ini.
Pikiranku kembali pergi kemasa lalu, masa dimana aku slalu merindu akan sosok seorang ibu.
Disana, Maya kecil slalu bermain riang gembira, tersenyum sempurna, tapi disaat sendiri aku menangis. Aku tersakiti dengan semua cerita teman-tanku yang memiliki keluarga yang utuh. Hidup bersama orang tua yang slalu ada dan menjaga mereka.
Hatiku selalu sakit dan bulir bening slalu meluncur terjun bebas dari mata ini. Padahal saat itu aku slalu menutup mata dan menutup hati agar tidak peduli. Tapi kenyataanya aku tetap sendiri disaat itu. Tak ada satu orangpun yang datang mewakili orang tuaku.
Maya kecil berjinjit dan mendongak, mengintip dari balik jendela kaca dibelakang kelasnya. Ia menerawang kesetiap sudut ruangan. Tapi, ia tak mendapati seorang yang dicarinya. Seorang yang slalu ia harapkan datang disetiap pertemuan orang tua murid. Disetiap pengambilan raport hasil sekolahku selama satu tahun.
Tapi rasanya setiap tahun tetap sama tak ada. Dia selalu sibuk dengan lekerjaannya. Dia tak akan datang hanya untuk menghadiri rapat pertemuan orangtua murid.
Setiap tahun aku semakin terbiasa tapi tetap saja disela-sela kebiasaanku itu bulir bening slalu menetes meski hanya sekejap tapi hatiku terasa hancur.
aku menghela napas berat. Kutatap kembali lampu-lampu dikamarku. Pikirku kembali melayang.
"Andai saja aku bisa kuliah. Ingin sekali merasakan bangku kuliah, seperti apa? Bagaimna rasanya?"
Terbesit rasa penyesalan dalam diriku "andai saja aku menerima semua penawaran itu. Andai saja— tapi..,"
Tapi, aku tak mau berhutang budi kepada siapapun. Aku memang ingin melanjutkan kuliah dan mendapat gelar sarjana, setelah itu bekerja di perusahaan yang aku inginkan.
Tapi apalah dayaku. Mungkin takdir berkata lain. Ini pilihanku. Ini hidupku saat ini. Kenyataan hidupku yang seperti ini.
Menyedihkan.
Aku kembali sendiri.
Ya tetap sendiri.
Keluarga, kekasih, sahabat, teman? Mereka memang ada, ya ada. Tapi ada disaat aku sedang berjaya dan kaya. Tapi, tak ada disaat aku rapuh dan terluka.
Mungkin mereka memang ada, tapi tak ada saat aku benar-benar terluka, saat aku jatuh, saat aku butuh sandaran, saat aku butuh dirinya. Benar-benar dirinya bukan kata-katanya. Aku butuh pelukannya untuk menenangkanku bukan kata-katanya yang datang melalui sms atau semacamnya.
Keluarga
Ya aku memang tidak memungkirinya. Mereka ada disaat aku sakit, datang dan menemaniku. Tapi hanya sekedarnya saja. Setelah itu, pergi dan meninggalkanku seorang diri. Ya, aku kembali sendiri dikamar ini.
Sahabat
Ya, aku tidak memungkirinya. Dia memang ada, dia selalu ada, tapi dia tak selalu tahu ketika hatiku terluka, jika aku tidak memberitahunya. Karena percuma saja aku memberitahunya jika ia tidak ada disampingku. Jarak dan waktu yang slalu memisahkanku.
Kekasih
Kekasih atau pacar, dulu aku mengira kekasih itu seorang yang paling mengerti. Tapi ternyata tidak. Dekat jauh sama saja mereka tak ada disaat aku jatuh dan butuh sosok seperti dia.
Dia?
Ya dia!
Apalagi dia, seorang mantan yang slalu teringat dipikiranku karena cinta dan kasih sayangku yang tulus tapi dibalas dengan memberikan luka dan tangis.
Saat itu aku sedang menyusun laporan Prakerin dan membuat proposal untuk sidang kelulusan di sekolahku. Jatuh bangun, siang malam aku membuatnya aku butuh dukungan lebih saat itu. Tapi, nyatanya apa? Dia hanya bisa berkata dan berjanji tanpa adanya bukti.
Suatu malam aku benar-benar membutuhkannya, aku ingin melepas lelah bersamanya meski hanya sekedar berbincang saja tapi dia tak ada, dia selalu sibuk dengan keluarganya. Teman-temannya, tapi dia tak ada untukku.
Padahal disaat dia membutuhkanku aku slalu ada untuknya, meski banyak masalah dan kesibukan yang kualami tapi aku slalu mencoba ada untuknya.
Geram..
Kesal..
Sakit..
Akhirnya kata itu keluar dari mulutku, aku memutuskan hubungan kami melalui telepon. Ya rasa sakit dan penghianatan, serta di sia-siakan aku sudah tidak bisa menerima itu semua. Semua itu terlalu menyakitkan.
Waktu terus berjalan.. tapi hatiku masih hancur, apa yang harus kulakukan? Disaat aku benar-benar rapuh, jatuh, sejatuh jatuhnya hingga kedasar yang teramat dalam.
Aku bangkit seorang diri, aku tunjukan padanya, aku bisa, aku kuat, dan aku akan membuatnya menyesal telah menyia-nyiakanku.
And than?
Ya, setelah beberapa bulan berlalu aku lulus dengan nilai tertinggi dari proposal yang kususun dan presentasi yang kulakukan membuatku tersenyum bangga. Aku bisa bukan!
Setelah lepas darinya aku terus bangkit tapi dia slalu datang dan minta maaf, dan bodohnya aku memaafkannya.
Tapi apa?
Dia mengulanginya lagi. Lagi. Dan lagi.
Tapi tidak setelah ini. Aku sudah bisa benar-benar lepas darinya. Karena sekarang ada seorang yang sungguh-sungguh menyayangiku setulus hatinya dan memberi bukti bukan janji.
Ya meski dia lebih muda dariku, tapi aku menyayanginya, aku menghargai perasaannya, dan usahanya. Aku menyukainya, aku suka karena Allah, aku suka dia yang biasa tapi memperlakukan aku dengan istimewa dengan sikapnya yang sempurna.
***
Sudut bibirku terangkat dan terukir senyuman kecil. Senyuman getir.
Aku kembali melihat kalap-kelip lampu itu. Aku sendiri. Ya aku masih sendiri.
Bulir bening itu kembali meluncur, rasa sesak terasa didadaku. Ingin sekali rasanya aku menangis sejadi-jadinya. Tapi aku tak bisa.
Aku rindu Ayah, aku rindu semuanya. Aku ingin memiliki keluarga yang utuh. Aku ingin merasakanya juga.
Merasakan kasih sayang seorang ayah. Ayah yang slalu melindungi putrinya, ayah yang slalu memeluk putrinya disaat rapuh dan terjatuh.
Tapi semuanya tak mungkin kurasakan. Semuanya telah berlalu. Dan kini aku hanya punya sosok seorang ibu yang slalu menjadi ibu serta ayah bagiku.
Tapi sekarang aku sendiri. Iya aku seorang diri di kamar ini. Aku rindu kata-kata cerewetnya, bawelnya, perintahnya, marahnya, baiknya, dia ibu.
Aku rindu semuanya. Tapi apalah dayaku, kulakukan semua ini demi menghindari masalah diantara kami. Aku tak mau ada permusuhan antara aku dan dia hanya karena aku tinggal bersamanya.
Aku telah memilih hidup sendiri disini. Di kota yang kurantaui. Aku lebih baik seperti ini daripada hidup bersama orang lain yang biasa disebut ayah tiri.
No..
Aku tidak mau.
Aku suka kebebasan. Aku tak suka dipaksa. Aku ingin melakukan apapun yang ingin kulakukan. Tapi masih dalam batas wajar.
Aku tak menyesal. Tapi, ada rasa sakit dan kesepian dibalik kesendirian.
«※»
Jangan terlalu diresapi dan dihayati, ini hanya sepenggal kejdian yang kualami dipagi hari. Rasa sakit, sedih memang slalu datang menghampiri disaat aku sendiri terlebih rasa lelah bin cape datang menyertai.
Saya hanya ingin berbagi, dan memberi pelajaran buat kalian semua yang membaca setiap penggal kejadian di dalam hidup saya.
Jangan tangisi keadaanmu, tetap berjuang jalani kehidupanmu.
Pasti bisa jalani semua, karena dengan yakinnya hatimu akan memberikan semangat baru.
Yakinkan pada dirimu, disaat engkau memiliki masalah dan kendala yang begitu berat, bahwa ada orang lain diluar sana yang memiliki masalah lebih berat darimu. Tapi mereka mampu bangkit.
Dan begitupun denganmu.
Jangan pernah berpikir hanya kamu yang memiliki masalah yang sangat besar dan tak mampu kamu selesaikan.
Katakan pada masalah besar itu, bahwa kamu memiliki Tuhan yang lebih besar.
Mungkin hanya itu yang bisa saya tangkap dari penggalan kisah ini. Semoga anda sekalian bisa menangkap lebih dari itu, dan mengambil pelajaran lebih banyak dari diri saya.
[※]
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top