Epilog [Anathema]

[Bacalah sambil mendengarkan musik di multimedia]

Sekitar 581 tahun telah berlalu sejak pembantaian yang dilakukan Arion dan Samael. Beberapa penyihir yang tersisa memilih bersembunyi dan menghapus jejak keberadaan mereka. Sedangkan non-penyihir yang menjadi saksi hanya dapat menutup mulut, menganggap kejadian hari itu tidak pernah ada dalam sejarah.

Salah satu non-penyihir yang bertahan adalah Raja James dan beberapa pengikutnya. Mereka membangkitkan kembali Anglo-Saxon hingga kini menjadi kerajaan besar dan masih berjaya hingga sekarang.

Sementara itu, keberadaan Arion dan Grey tidak diketahui sejak malam itu. Seolah mereka ikut hilang bersama sang iblis-Lucifer.

***

Pagi itu, langit begitu cerah tetapi suhu semakin dingin. Sepertinya salju akan segera turun. Seorang pemuda dengan topi yang menutupi sebagian wajah, muncul entah dari mana. Ia berhenti sejenak di tepi jalan. Setelah mengeratkan mantel hitam-panjangnya, ia melangkah pergi; melewati jalanan sepi, menuruni tangga yang mengarah langsung pada sebuah kastel megah yang kini menjadi tempat wisata.

Ini pertama kalinya ia ke sana setelah ratusan tahun tidak berani berkunjung. Pikirnya, saat ini adalah waktu yang tepat untuk kembali. Telah lama waktu berlalu, semua pasti akan baik-baik saja.

Akan tetapi, ketika ia berdiri di depan gerbang Kastel Edinburgh, segala ingatan berkelebatan di hadapannya.

Banyak yang telah berubah, bahkan geografis sebuah tempat yang dulu sangat ia kenal, tidak lagi sama. Namun, kenangan itu masih melekat dengan sangat jelas.

Ia memasuki kastel seolah begitu paham pada setiap sudutnya, lalu berhenti di depan sebuah ruangan dengan pintu yang menjulang tinggi. Tangannya terulur, menyentuh gagang pintu dan mendorongnya hingga terbuka.

Sontak semua kenangan menyerbu masuk memenuhi ingatannya. Ada kehangatan dan aroma musim panas yang menyeruak. Ruangan yang hseharusnya kosong, kini kembali seperti semula-ketika semua masih baik-baik saja.

"Apa yang kau lakukan di depan sana?" Gadis yang teramat ia rindukan, kini sedang berdiri di hadapannya dengan wajah bingung. "Ayo masuk, Grey sudah menyiapkan camilan yang enak hari ini!"

"Kau sedang merajuk?" ejek Arlan yang menatapnya dengan pandangan meremehkan. "Cepat masuk!"

"Arion, kemarilah!" panggil sang gadis sekali lagi.

Pemuda itu melangkah masuk dan membuka topinya. Mata emas yang sedari tadi terhalang topi, kini terlihat sempurna. Dia adalah Arion, masih dengan penampilan yang sama sejak 581 tahun yang lalu.

"Freya," lirihnya seraya mendekati gadis yang sedang duduk menikmati secangkir teh hangat itu. Ia hendak menyentuhnya tetapi semua kembali seperti yang seharusnya. Hampa.

Arion sedang berdiri di ruangan kosong penuh debu. Tidak ada siapa pun di sana. Hanya ia dan kesendirian. Inilah yang paling ditakutkannya. Rasa sakit dari kehilangan segalanya.

Seperti kutukan Lucifer, Arion tidak akan bisa mati jika bukan iblis itu yang membunuhnya. Maka sejak malam itu, waktunya seakan berhenti-berhenti di waktu yang sangat tidak tepat. Seolah memaksanya untuk merasakan kesendirian dan kehilangan untuk selama-lamanya.

Namun, tidak ada penyesalan atau keluhan yang dapat ia lontarkan. Seolah memang inilah hukuman yang harus ia terima atas semua perbuatannya.


Udara semakin dingin kala Arion meninggalkan kastel. Langkahnya memasuki area pertokoan yang menjadi tempat paling ramai di kota itu.

Semua sudah jauh berubah. Jalanan berlapis aspal mulus, serta bangunannya lebih padat dan modern. Dunia terus maju ke depan dan semakin menua. Seakan memperjelas kalau hanya dia yang masih terjebak di masa lalu.

Tahun demi tahun ia lalui dalam kesendirian.

... tapi memang inilah hukumannya.

Tahun pertama, ia berusaha mencari keberadaan Grey. Namun, tidak pernah menemukannya. Pun Destrion yang lenyap seperti perkataan Grey hari itu.

Tahun kedua, ia berkeliling dunia. Namun, rasa sepi semakin menggerogotinya.

Tahun ketiga, ia mencoba mencari keberadaan Aydril. Namun, tak akan pernah sudi tanah peri itu dimasuki pendosa sepertinya.

Maka beratus-ratus tahun ia lalui dalam hiruk-pikuk keheningan.

Kesendirian.

Penuh kerinduan.

"Ah, maaf!" ucap seseorang yang tidak sengaja menyenggolnya. Lantas, Arion semakin menunduk untuk menutupi wajahnya.

Akan tetapi ... sekelebat rambut putih membuatnya segera mengangkat wajah, berbalik ke belakang.

Aura ini ....

Hendak memanggil, tapi suara seseorang di belakangnya lebih dulu terdengar.

"Jangan terlalu cepat!" Pria berambut hitam panjang yang diikat satu ke belakang, tengah berlari kecil menyusul pemuda itu. Sudut matanya melirik Arion sekilas.

"Kau lama!" Pemuda pendek berambut putih itu berbalik, memperlihatkan wajah yang serupa dengan Grey ketika masih remaja. Akan tetapi, warna matanya berbeda. Alih-alih kelabu, malah biru pucat yang menyambutnya.

"Tentu saja. Mana mungkin. Waktu telah lama berlalu." Arion kembali menyembunyikan wajahnya di balik kerah mantel dan topi. Lalu, melanjutkan perjalanan tanpa sebuah tujuan.

"Samael, sepertinya neraka jauh lebih baik daripada kutukan yang kau berikan."

Terima kasih untuk semuanya.

Sampai jumpa di lain waktu.

Salam, penulis

Serenade

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top