Bab 8.4 Pengkhianat
Arion berjalan tanpa henti, membelah hutan yang semakin rapat. Bros pemberian Grey masih tergenggam. Kesedihan yang tadi menyelimuti, kini lenyap berganti kebencian pada Lucya, penyebab segalanya.
Rasa letih tidak membuatnya berhenti untuk sekadar melepas penat. Hutan masihlah gelap meski matahari sudah terbit. Hanya sedikit cahaya yang dapat masuk, menembus rimbunnya pepohonan. Ia berhenti ketika seseorang menghentikan perjalanannya. Pria bertopeng yang pernah menculik Freya dan menyerang Eidin.
"Seperti yang kukatakan, kita akan bertemu lagi!" ujar pria dengan senyuman yang tercetak jelas pada bibir yang tidak tertutup topeng merah.
Arion tidak mengatakan apa pun. Amarahnya sudah tidak terbendung. Sihir gelap yang selama ini terus ia kungkung, meluap tidak terkendali. Mata emas itu berkilat, sesekali pupilnya berubah vertikal.
"Kecurigaan kami ternyata benar, Anda adalah reinkarnasi Putri Luna." Pria itu tidak takut, ia terus mengoceh seolah begitu akrab. "Seseorang yang membawa separuh jiwa Lucifer bersamanya."
"Aku tidak mengerti apa yang kau katakan, maka enyahlah!" ketus Arion.
"Kau tidak tahu tentang dirimu sendiri?"
Sebelah alis Arion terangkat. "Aku adalah kesatria 'sang pewaris'. Orang yang akan mewujudkan impiannya."
"Bukan, bukan itu. Tapi jati dirimu yang sebenarnya." Arion hanya diam, dia pun kembali bersuara, "jadi, Putri Freya tidak mengatakan apa-apa padamu?"
"Apa maksudmu?"
Pria itu tertawa lantang sebelum akhirnya bercerita, tentang sosok Arion yang merupakan reinkarnasi Putri Luna—malaikat yang turun ke bumi dan menyegel separuh jiwa Lucifer di dalam dirinya. Lalu tentang Artikius yang pernah mencoba membunuhnya, serta Freya yang mengetahui semua itu.
"Malang sekali, mereka merahasiakan semua itu darimu. Membuatmu menjadi orang bodoh yang tidak tahu apa-apa."
Arion melirik bros yang ada di genggaman. Jelas ada kekecewaan yang tersirat dari mata itu. Kenapa Freya tidak mengatakan yang sebenarnya?
"Freya adalah sang pewaris, orang yang dapat membunuhmu dengan sangat mudah."
"Dia tidak mungkin membunuhku!" Arion menatap murka.
"Dia berencana untuk membantu Artikius memperbaiki segel Lucifer yang ada dalam tubuhmu. Tapi apa kau tahu risikonya?" Pria itu tersenyum lebar. "Kau akan mati."
"Kau pikir aku percaya?"
"Jika tidak begitu, mana mungkin dia merahasiakannya darimu. Dia sudah tahu kebenarannya. Hanya menunggu waktu ketika kau sudah tidak berguna, lalu kau akan dilenyapkan!"
"Dari mana kau tahu semua itu?"
Pria bertopeng masih menyeringai. Ia membuka sebuah portal dan muncullah Lucya dari dalamnya.
"Apa kabar Arion," sapa Lucya seolah tidak pernah melakukan kesalahan apa pun. Gadis berambut hitam yang masih mengenakan seragam pelayan itu berjalan mendekat.
Sontak amarah Arion semakin tersulut. Lucya adalah orang yang membuatnya terusir dari sisi Freya. Mengoyak tubuhnya tidaklah cukup. Gadis itu harus memohon untuk mati di bawah kakinya.
"Sepertinya kau sangat marah padaku," ucapnya retoris.
"Kau!"
"Sebenarnya, aku melakukan semua ini untuk membantumu lepas dari jeratan 'sang pewaris.' " Lucya melanjutkan dengan nada manis yang biasa ia gunakan. "Aku sudah curiga padamu sejak pertama kali kita bertemu di hutan, lalu ketika kau menyerap sihir iblis dengan mudahnya. Aku yakin kalau ada jiwa tuanku di dalam tubuhmu."
"Siapa kau sebenarnya?"
"Dari mana aku harus memulainya, ya?" Lucya menimbang lalu mengakui semuanya. Membuat Arion tidak dapat berkata-kata, seperti baru terbangun dari mimpi panjang.
"Apa kau tidak merasa aneh, ketika ada satu gadis lemah masih tetap bersih dari semua muslihat yang terjadi di desa itu?" Lucya menyeringai sebelum kembali melanjutkan pengakuannya.
Desa misterius di tengah hutan hanya sebuah tempat eksperimen baginya, lelaki yang mati terpenggal hari itu hanyalah boneka. Semua yang terjadi hari itu, Lucya adalah dalangnya. Ia adalah orang misterius yang membawa sihir iblis ke dalam desa tersebut.
"Awalnya aku hanya ingin mempermainkan kalian, lalu kubunuh setelah puas. Tapi kehadiran Artikius merusak segala!" Ia membentak marah. Namun, detik kemudian kembali tersenyum manis. "Tapi tidak masalah, sebab berkat semua kekacauan itu, aku tahu kalau kau adalah orang yang selama ini kami cari.
"Kupikir, akan sangat sulit mendekatimu, tapi Putri Freya yang naif itu membawaku masuk ke istana, memperbolehkan aku tinggal sebagai pelayannya. Tentu aku tidak akan menyiakan kesempatan untuk dekat denganmu. Dengan tuanku.
"Lalu aku tahu rencananya, mengapa dia membuatmu terus dekat dengannya. Dia ingin memanfaatkanmu dan membuat perjanjian dengan Artikius untuk menyegel Lucifer setelah tujuannya tercapai. Makanya, aku harus menjauhkan kalian." Lucya mengakhiri kisahnya dengan raut sedih.
"Kau pikir aku percaya pada pembohong sepertimu?"
"Jika kau tidak percaya, tanyakan nanti ketika kalian bertemu lagi!" Lucya memelankan suaranya, "dan satu lagi, yang meracuni Freya bukan Austin, tapi aku." Ia tertawa terbahak. "Lucu sekali, hanya didasari rasa benci, dengan mudahnya kau percaya kalau dia pelakunya."
Arion menggunakan sihir yang dapat membuatnya berpindah tempat dengan cepat untuk mendekat, mencengkeram leher Lucya. "Kau memang harus mati!" desisnya.
Dari tangan itu, keluar asap berwarna ungu pekat dan menjalar ke leher Lucya, menyebabkan pekikan dari sang gadis. Perlahan lehernya berwarna keunguan, matanya melotot seakan hendak keluar dari sarangnya.
Pria bertopeng tidak melakukan apa pun, hanya diam melihat dari jarak aman. Menyaksikan Lucya yang terhempas ke pohon besar, merontokkan daun yang telah menguning. Puluhan jarum dari sihir melayang dan menghujamnya—menusuk hampir seluruh tubuh.
Arion kembali mendekat, menginjak perut gadis itu sekuat mungkin. Lucya berusaha menggerakkan tangan, menggapai kaki Arion. "T-tuanku, kulakukan semua ... untukmu. A-gar kau terbebas da-ri wa-nita jahat itu."
"Wanita jahat? Jangan membuatku tertawa!" Arion meraih puncak kepala Lucya, menggenggam rambut hitamnya erat, lalu memisahkan kepala itu dari lehernya. Sesuatu yang tidak terlalu sulit sebab energi sihirnya membusukkan leher Lucya hingga ke tulang.
Kepala Lucya yang masih ia genggam, dilemparkannya ke arah pria bertopeng.
"Sekarang giliranmu!" kecam Arion, bersamaan ratusan jarum hitam melesat, menuju pria bertopeng itu, tetapi dielakkan dengan mudah.
"Lihatlah, bahkan kau menggunakan kekuatannya. Apa kau telah menyerahkan tubuhmu pada tuanku?"
"Mati!" Lagi, jarum itu menghujani si pria, tapi tetap tidak ada yang bisa mengenainya.
"Tenanglah, Tuanku. Aku bukan musuhmu!"
"Kau dan semua orang yang menjaukanku dari Freya sebaiknya mati saja!" Tanah pijakan Arion bergetar, lalu retak dan menguarkan asap ungu pekat dari dalam. Retakannya semakin memanjang menuju pria bertopeng.
Satu retakan panjang, menjadi retakan lain, semua tanah menjadi runtuh secara perlahan. Asap yang keluar semakin banyak dan di sekitarnya membusuk lalu mati, mulai dari tanaman hingga serangga dalam radius lima meter. Bahkan daun kering yang bertebaran hangus menjadi abu.
Merasa ada energi yang sangat besar, pria itu memilih mundur. Ia membuat sebuah portal dan menyeringai. "Sampai berjumpa lagi saat hari kembangkitan tiba!" ujarnya seraya masuk ke dalam portal dan menghilang. Menyisakan Arion yang tengah meluapkan amarah yang tidak terkendali.
"Sungguh malang," suara itu datang. "Sejak awal, dunia memang sudah mengutukmu."
Arion diam, tidak menanggapi. Ia jatuh berlutut saat pijakannya ambruk.Napasnya memburu. Sekeliling telah rata seperti habis terbakar—hangus menjadi abu. Keringat membasahi tubuhnya karena tidak kuat menampung semua energi yang meluap.
"Bahkan orang yang kau percaya menyimpan rahasia besar darimu. Dan mereka tertawa akan ketidak-tahuanmu."
Arion tersujud lelah. Ia memukul tanah yang kini tandus menggunakan sisa tenaganya. Meluapkan semua kekesalan tanpa mau menjawab suara bernada berat yang terus menggema di dalam kepalanya. Rasa marah makin meluap ketika hatinya membenarkan—bahwa ia tengah dibodohi oleh semua orang.
"Kehadiranmu seperti lelucon. Anak kesepian yang hilang arah. Mencari segala alasan untuk bisa terus bertahan. Pikirkan dirimu sendiri. Satu-satunya alasan untuk hidup hanyalah diri sendiri, bukan orang lain!"
"Diamlah!" bentak Arion pada kesunyian.
"Sudah saatnya untuk berhenti berpura-pura menjadi kesatria baik hati. Itu bukan dirimu, kau jauh lebih dari itu, kau bahkan bisa menjadi penguasa segalanya!"
"Diam!"
"Buatlah perjanjian denganku, maka semua akan berada di tanganmu. Akan kuwujudkan keinginanmu. Apa pun itu..."
"DIAMLAH!"
Kilatan cahaya ungu menguar dari tubuhnya, lalu menyebar ke segala arah hingga menciptakan angin panas.
"Ingatlah, Arion. Mereka hanya memanfaatkanmu."
Arion tidur terlentang, matanya terpejam di atas gundukan tanah yang gersang akibat ledakan sihir. Cahaya matahari kini dapat menyengat langsung tanpa ada pohon yang menghalangi. Lengannya bertumpu pada kening untuk menghindari cahaya, sementara ia enggan beranjak ke tempat teduh, terlalu lelah dengan semua yang terjadi.
Suara yang menggema di kepalanya mulai hening, menghentikan segala bujuk rayu yang amat menggiurkan. Arion merasa tidak tahu harus melakukan apa. Semua telah berakhir. Kehidupannya yang damai kembali terusik.
Lalu, pertanyaan dari suara asing itu terulang, apakah Freya memang hanya ingin memanfaatkannya? Apakah ini alasan sebenarnya kenapa dia sangat ingin mempertahankan Arion? Sebab Freya menginginkan kekuatan Lucifer?
Bros pemberian Grey masih tergenggam, sebuah bros yang telah dimantrai agar Grey dapat langsung melakukan teleport ke tempatnya sekarang—satu-satunya penghubung untuk saat ini. Meski ia tidak tahu pasti, kapan mereka akan datang menemuinya.
Satu-satunya harapan saat ini hanya menunggu. Kemudian mendengar sendiri semua kebenaran dari pengkhianatan yang baru saja terjadi. Sebuah pengkhianatan dari kedua belah pihak.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top