Bab 6.1 Berita Duka dari Akkadia
Mereka keluar dari hutan dengan napas tersengal.
Belum sempat beristirahat, William sudah berdiri menghadang dengan tatapan yang jauh lebih mengerikan ketimbang Troll di dalam sana. Tentu saja, ketahuan menyelinap keluar istana dan masuk ke dalam hutan yang saat ini merupakan tempat paling dihindari adalah kesalahan yang tidak dapat ditolerir olehnya.
Tanpa mengatakan apa pun, William melempar kutukan pada Arion dan membuatnya jatuh ke samping hingga terbatuk dan memuntahkan darah. Tangannya memegangi perut yang rasanya nyeri.
"Jangan!" pekik Freya, ia berdiri menengahi.
"Diam!" ketus William, tatapannya berkilat tajam seperti ingin mengubur mereka hidup-hidup. "Pergi seenaknya tanpa izin dan tanpa pengawalan. Sampai kapan kau akan bersikap seperti ini?"
Freya tersentak. Laki-laki 28 tahun itu memang tidak membentak, tapi nadanya yang berat dan dingin itu merontokkan kepercayaan dirinya. "Aku yang salah."
"Memang kau yang salah."
"Kami hanya ingin menyelamatkan anak-anak itu."
"Apa aku perlu mengingatkan soal statusmu saat ini, Freya Lastoria Grenzill?" Kembali, William menatapnya bengis. "Kau bukan sekadar calon ratu, kau adalah pewaris Kristal Dayna, kristal yang diinginkan penyihir gelap. Mereka melakukan segala cara untuk mencoba menerobos istana hanya demi mendapatkan kristal itu dan kau malah berlenggak-lenggok membawanya keluar seolah memanggil semua orang untuk mengambilnya."
"Dan kau, Grey!" William beralih mendelik pemuda berambut perak panjang yang berdiri tidak jauh darinya. "Kupikir kau sudah cukup dewasa dan matang untuk berpikir mana yang boleh dilakukan dan mana yang tidak."
"Maafkan saya."
Arion mendengkus. "Yang kau khawatirkan hanya kristalnya."
Tanpa menatapnya, William mengarahkan tangan pada Arion—seolah mencekik—dan benar saja, pemuda bermata emas itu merasa ada yang meremas lehernya hingga rasanya sakit dan sesak. Ia mencoba menggapai sesuatu yang mencengkeram di lehernya tetapi tidak ada yang teraih.
"Kau tidak punya hak untuk bicara apalagi mengkritikku, makhluk rendahan."
"Hentikan, Kak!" Freya berusaha menengahi, William selalu saja melampiaskan kemarahannya pada Arion, mencari cara untuk menghukumnya. "Aku tahu aku salah, tapi ada hal penting yang ingin aku bicarakan."
"Pangeran William," Adam menginterupsi mereka.
"Artikius?" William melepas mantra dan menurunkan tangannya, membuat Arion langsung tersungkur dengan napas terengah dan terbatuk-batuk. "Sudah kuduga, cepat atau lambat kalian akan datang mendekati sang pewaris," sinisnya.
Adam hanya tersenyum, berusaha untuk tidak menanggapi sindiran itu. "Saya hanya ingin menyampaikan kalau 'para pendosa' kembali menampakkan diri."
Alis William hampir bertaut, kali ini ia benar-benar fokus pada Adam. "Apa mereka berkaitan dengan kasus penculikan kali ini?"
"Benar. Mereka mencoba menyerap kekuatan Lucifer yang keluar akibat segel yang melemah, atau lebih buruknya, mereka akan memaksa melepas segel dan membangkitkannya."
"Kelompok yang menculikku lima tahun lalu, dia juga terlibat dengan semua ini." Freya menambahkan. "Dulu mereka memaksaku memberikan Kristal Dayna."
"Sepertinya mereka ingin menghancurkan kristal itu agar segelnya tidak dapat diperkuat." Adam kembali berspekulasi.
William hanya diam dengan tatapan yang sulit diartikan. Dia kembali menoleh pada Freya, menggunakan nada yang masih sama dinginnya memerintahkan mereka kembali ke istana. "Sekarang biar kami yang membereskan semuanya, kalian urus urusan kalian dan kami mengurus urusan kami."
"Saya harap Putri Freya dapat membantu kami menyempurnakan segelnya."
"Bukankah dibutuhkan reinkarnasi Putri Luna untuk melakukannya?"
"Kami sudah menemukannya."
"Siapa?"
Adam masih tersenyum, kali ini lebih terkesan mengejek. "Saya pikir kerajaan tidak tertarik dengan pekerjaan kami."
"Begitu." William hanya menanggapi sambil lalu, tidak berminat pada sesuatu yang dianggapnya omong kosong dan pergi begitu saja, diikuti rombongan yang lain.
"Yang Mulia, bagaimana dengan wanita ini?" Seorang prajurit membawa Lucya yang masih pingsan menggunakan tandu ke hadapan William.
"Siapa dia?"
"Dia Lucya, temanku," jawab Freya cepat. "Dan juga salah satu korban."
"Bawa ke tabib istana!"
****
Mereka dibawa ke hadapan raja dan para dewan istana. Suasana menjadi mencekam saat Freya menceritakan tentang kejadian di desa tak bernama yang mereka temukan di tengah hutan. Keterlibatan 'para pendosa' menjadi cerita mengerikan bagi banyak orang. Jika penyihir penyembah iblis itu kembali berkuasa, maka perperangan akan terjadi.
Pembicaraan pun terus berlanjut hingga tentang reinkarnasi sang malaikat, Luna. Freya hanya diam saat ditanya identitas reinkarnasi Putri Luna, menurutnya ini bukan saat yang tepat. Ia bahkan belum memberitahu Arion tentang hal itu. Padahal pemuda itu adalah reinkarnasi yang dimaksud.
"Artikius meminta Putri Freya untuk segera membantunya melakukan ritual pemulihan segel," papar William.
"Para tikus itu akhirnya punya pekerjaan untuk dilakukan, biarkan saja!" raja tersenyum timpang. Meskipun Artikius adalah kelompok yang cukup berjasa dalam pemulihan setelah perang besar melawan Lucifer, mereka selalu menolak terikat dengan kerajaan, itu membuat Raja Ferdinand tidak menyukainya.
Pengawal diperintahkan untuk memperketat penjagaan. Ia juga mengirim utusan pada para bangsawan agar memperkuat pertahanan dan melakukan patroli di daerah masing-masing. 'Para pendosa' telah memasuki Ibu Kota Eidin, itu artinya mereka juga akan muncul di tempat lain—di sepenjuru Destrion.
Usai pertemuan dadakan itu, raja menyerahkan masalah hukuman pada William seperti biasa. Tentu si sulung akan melakukannya dengan senang hati sebab ia memang sudah gatal ingin menghukum mereka.
"Bawa dia ke menara hukuman. Cambuk lima puluh kali, jangan hentikan meski dia mati!" tunjuknya pada Arion.
"Jika Arion mendapat cambukan, itu berarti aku juga pantas mendapatkannya," sergah Freya.
"Aku juga." Arlan dan Grey berucap serempak.
William mendekati Freya, menatapnya tajam. "Sikap kesetia-kawanan kalian sama sekali tidak membuatku tersentuh. Jadi, berhenti membantah!"
Seolah menggunakan seluruh keberanian yang tersisa, Freya menatap langsung pada netra biru yang mengkilat tajam di hadapannya. "Kesalahan bawahan adalah kesalahan pemimpinnya juga."
Raut William semakin masam, mata cokelat Freya mengingatkannya pada raja—begitu mengintimidasi dan menjijikkan. Ia semakin mendekat, membuat Freya sontak menunduk. Menggunakan ucapan rendah tapi penuh penekanan, ia berkata pelan, "Andai raja mengizinkanku untuk menghukummu, mungkin cambukan lima puluh kali belum cukup untuk membuatmu bersikap lebih baik."
Freya meneguk ludah, aura menyeramkan khas William selalu berhasil menciutkan nyalinya.
"Dan kalian berdua, ikut ke ruanganku!" perintahnya pada Arlan dan Grey. Dihukum langsung oleh William tak kalah menyeramkan dari hukuman cambuk. Lelaki di hadapan mereka itu sangat lihai menggunakan mantra penyiksaan secara mental.
****
Arion meringis setiap kali cambukan merajam punggungnya. Perih, kulitnya terasa seperti terkelupas paksa. Dia memang sudah sering menerima hukuman cambuk sejak kecil, tetapi kali ini jauh lebih menyiksa. Satu cambukan saja mampu membuatnya hampir mati, lalu cambukan lain kembali mendarat dan semua itu terus berlanjut hingga lima puluh kali.
Usai hitungan terakhir, Arion dijemput oleh Freya untuk kembali. Punggungnya penuh memar dan darah, sehingga hanya dapat berbaring telungkup di sofa. Freya yang duduk di sampingnya membersihkan luka-lukanya dengan telaten.
Grey yang baru saja datang bersama Arlan langsung bergegas mendekat. Ia menggunakan mantra penyembuhan pada Arion, membuat lukanya menutup perlahan, walau masih meninggalkan bekas. Energinya sudah terkuras banyak dan tidak memiliki cukup tenaga untuk memaksimalkan penyembuhannya.
Seorang Grandwill memang dapat menyembuhkan berbagai macam luka, tetapi semua itu membutuhkan banyak energi dan terkadang dapat mengancam nyawa. Makanya mereka jarang menggunakan sihir yang rumit. Bahkan untuk memperkecil penggunaan energi, mereka menggunakan busur panah jika berada di medan perang.
"Sepertinya William semakin membenciku," keluh Arion setelah kembali duduk dengan rasa perih yang perlahan menghilang.
"Memang sudah hobinya begitu, membenci semua orang." Freya menimpali. "Apalagi padaku."
"Apa karena dia kehilangan takhtanya?" tanya Arion.
"Sejak dulu dia sudah seperti itu. Sejauh aku bisa mengingat, dia bahkan tidak pernah tersenyum apalagi memperlakukanku layaknya seorang adik."
"Dia juga tidak pernah tersenyum pada kami. Selalu memasang wajah kaku seperti mayat hidup." Arlan menambahkan.
Freya tertawa kecil dan menambahkan, "Mayat hidup yang cerewet."
Baru saja merasa sedikit santai dan melepas penat, seseorang di luar mengetuk tergesa-gesa. Arlan membuka pintu dan seorang pelayan wanita bersama satu prajurit muncul memasang wajah panik. Mereka memanggil Grey yang saat ini sedang duduk tersandar, tampak sangat lelah.
"Kediaman Grandwill diserang oleh kelompok tak dikenal, Tuan!" ucap pelayan wanita.
Grey langsung berdiri. Letih tubuhnya terasa lenyap seketika. Mereka berempat bergegas menuju aula utama untuk mencari tahu kejelasan berita yang disampaikan sang pelayan. Tampaknya seisi istana sudah mengetahuinya, mereka juga ikut berkumpul. Membuat ketegangan semakin terasa di malam yang panjang.
Raja langsung mengirim beberapa penyihir terbaiknya untuk ke kediaman Grandwill yang berada di Desa Akkadia—tiga jam perjalanan menggunakan kuda. Freya menggenggam tangan Grey yang kini terasa dingin. Ia ingin mengatakan bahwa semua akan baik-baik saja, tetapi dirinya sendiri tidak yakin. Apalagi ketika mendengar kalau 'para pendosa' terduga sebagai penyerangnya.
"Tidak kusangka mereka bertindak secepat ini," geram raja.
"Izinkan saya menyusul ke Akkadia, Yang Mulia!" pinta Grey di tengah ketegangan. Semua mata menoleh ke arahnya, penuh pertanyaan sekaligus meremehkan.
"Tentu kau boleh ke sana. Tapi tidak sekarang. Tunggu hingga matahari terbit!" jawab raja.
"Tapi-"
"Jika kau ke sana sekarang, apa yang bisa kau lakukan? Bahkan saat ini, untuk menghasilkan satu matra sederhana saja kau sudah tidak sanggup," sela William.
"Tapi yang diserang adalah keluarganya," tukas Arlan. "Kau pikir dia dapat berdiam diri di sini hingga pagi?"
Sebelum terjadi ketegangan lain di ruangan itu, Grey menahan dan menatap Arlan seraya menggeleng pelan. "Pangeran William benar, saat ini aku tidak bisa melakukan apa pun. Bahkan menyembuhkan satu goresan kecil saja, aku sudah tidak sanggup."
"Aku senang kau masih bisa berpikir jernih," sahut William.
"Aku juga mengirim Dolhaf ke sana. Semua pasti akan terkendali," ujar raja kemudian.
Semua yang ada di ruangan itu dapat sedikit lega mendengarnya, sebab mereka tahu bahwa Dolhaf merupakan salah satu penyihir terkuat di Destrion—juga guru sihir yang mengajarkan para Pangeran dan Putri.
Freya dan yang lain disuruh kembali ke ruangan dan mengistirahatkan tubuh, memulihkan energi untuk perjalanan ke Akkadia besok pagi. Namun, seperti yang Arlan katakan, Grey sama sekali tidak bisa beristirahat. Walau tubuhnya memang sedang berbaring, tapi pikirannya berkeliaran ke mana-mana.
Penyerangan seperti ini pernah terjadi 150 tahun yang lalu, 'Para Pendosa' menyerang Kediaman Gladion—satu dari lima bangsawan tertinggi—dan yang terjadi berikutnya adalah lenyapnya seluruh keluarga dan satu desa. Bahkan tidak menyisakan seorang pun. Sebuah penyerangan yang akhirnya berujung pada perperangan.
Beruntung saat itu 'para pendosa' dapat disudutkan dan memilih mundur.
Harusnya Grey memercayakan semuanya pada Dolhaf, tapi mengingat kali ini segel Lucifer sudah melemah, 'para pendosa' pasti mendapat pasokan energi yang lebih banyak dari sebelumnya.
Tentu akan menjadi semakin sulit untuk mengalahkan mereka.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top