Bab 4.1 Artikius dan Kristal Dayna
Tahun 1425 (5 tahun setelah penculikan putri mahkota)
Freya keluar dari kamar bersama dua kesatrianya—Arlan dan Grey. Dua pengawal dan tiga pelayan wanita yang sudah berbaris di depan pintu mengikuti dari belakang. Mereka hendak ke aula utama untuk menghadiri 'pertemuan para penguasa'. Sebuah acara yang hanya diadakan sekali dalam lima tahun dan ini kali pertama Freya menghadirinya. Tentu dengan status sebagai putri mahkota kerajaan Destrion.
Di tengah perjalanan, Freya berpapasan dengan kakak tertuanya, William. Lelaki 28 tahun itu menatap dingin, menghentikan rombongannya. Freya sedikit membungkuk untuk memberi hormat. Meskipun bisa dikatakan derajatnya lebih tinggi ketimbang sang kakak, tetapi Freya masih tetap menghormatinya sebagai orang yang lebih tua.
"Jaga sikap selama pertemuan!" William mengingatkan. "Jangan lengah dan dan menunjukkan kelemahan di depan mereka!"
"Baik, Kak. Terima kasih telah mengingatkan."
Pandangan William beralih pada Grey dan Arlan. "Jaga dia, kalian sudah cukup dewasa untuk mengemban tanggung jawab yang sebenarnya!"
Mereka berdua mengangguk hormat. "Baik, Yang Mulia."
"Tuan Putri, pertemuannya akan segera dimulai. Sebaiknya Anda bergegas!" seru Arion. Kedatangannya menyelamatkan mereka dari situasi canggung.
Tanpa menyiakan kesempatan, Freya segera pamit dan melanjutkan perjalanan. "Terima kasih," bisiknya pada Arion.
"Sudah seharusnya."
Mereka melanjutkan perjalanan hingga berhenti di depan pintu aula utama. Grey memasangkan tudung dari jubah biru tua berhias sulaman bunga perak di bagian tepinya. Dua orang penjaga membukakan pintu semua pasang mata tertuju pada Freya.
Menarik napas dalam, ia berjalan tegap, masuk menuju meja panjang di tengah ruangan. Grey dan Arlan mengikutinya di belakang sementara Arion menunggu di luar bersama pengawal yang lain.
Mata beriris cokelat madunya menatap lurus ke bagian ujung meja, menuju Raja Ferdinand yang berdiri menyambutnya.
"Perkenalkan, putri mahkota yang kelak akan menggantikanku. Satu-satunya pewaris yang dipilih oleh Kristal Dayna setelah lebih dari seratus tahun berlalu." Raja Ferdinand memperkenalnya.
Suasana menjadi tegang. Freya dapat melihat kilatan mata penuh ambisi yang tertuju padanya setelah raja mengucapkan Kristal Dayna. Semua yang ada di ruangan itu tahu betul betapa berharganya kristal itu. Sebuah sihir murni yang memadat dan menyimpan energi sihir yang sangat kuat.
'Pertemuan para penguasa' dihadiri oleh perwakilan dari ras lain selain penyihir, yaitu vampir dan siluman. Sebuah acara yang diadakan untuk menjaga perdamaian setiap wilayah. Tidak ada yang paling berkuasa di ruangan itu, sebab semuanya adalah pemimpin bagi bangsa mereka masing-masing.
Sebab hal itu pula aura intimidasi terasa begitu kental. Semuanya saling memperlihatkan kalau mereka lebih baik dari yang lain. Freya dibuat berkali-kali menelan ludah dan meremas gaun di pangkuannya untuk menahan kegugupan. Apalagi saat manusia serigala yang duduk di sebelahnya berusaha mengendus-ngendus ketika ada kesempatan.
Usai pertemuan singkat itu, Freya bergegas undur diri, tidak sanggup berlama-lama. Banyak yang ingin mendekat dan mengajaknya tinggal lebih lama, untung saja Arlan dan Grey menjadi blokade yang melindungi hingga akhirnya mereka berhasil keluar dari ruangan itu.
Arion segera menyambut di depan pintu dan mengikuti mereka untuk kembali ke kediaman putri mahkota.
"Rasanya aku akan mati!" kata Freya seraya menjatuhkan tubuhnya ke tempat tidur disertai tiang tinggi berhiaskan kelambu putih gading. "Kau bayangkan saja, saat tahu kalau aku adalah sang pewaris, mereka semua seakan ingin menelanku hidup-hidup!"
Arlan bersedekap dada, berdiri tegap di samping ranjang. "Tentu saja, jika ada kesempatan, mereka memang akan melakukannya."
"Apa yang terjadi?" tanya Arion.
Gadis yang masih menggunakan jubah biru itu merubah posisinya menjadi duduk dan memasang wajah jijik. "Kau tahu, di dalam sana ada manusia serigala yang terus mencari celah untuk mendekat dan mengendusku!"
"Apa perlu aku menyingkirkannya untukmu?" tanya Arion santai.
"Jangan mengatakan hal mengerikan seperti itu!" tegur Grey yang kembali bersama pelayan, membawakan teh dan makanan ringan.
"Grey ...," rengek Freya.
"Kemarilah, tenangkan dirimu!" Grey tersenyum lembut. "Kalian juga, kita minum bersama!"
Mereka berempat tidak banyak berubah, masih sama seperti dulu, selalu bersikap non-formal saat tak ada orang lain di sekitar. Hal yang berbeda hanya tubuh yang sekarang lebih tinggi—kecuali Freya, entah dia yang tidak tumbuh atau kesatrianya yang melonjak terlalu tinggi.
Arlan masih sama berambut hitam serta tatapan yang tajam. Lalu Grey yang sekarang, memiliki rambut putih tergerai panjang sepunggung, diikat ke belakang—memperjelas sisi androgininya. Sedangkan Arion menjadi lebih tegap dengan rambut hitam agak bergelombang dan mata emas yang terlihat lebih hidup dari sebelumnya.
"Pesta nanti malam, kalian ikutlah denganku!" seru Freya setelah meminum teh hangatnya. "Aku lebih tenang jika ada kalian."
Sudah sebuah tradisi kalau setelah pertemuan, akan diadakan pesta yang dihadiri berbagai orang penting, salah satunya adalah perwakilan dari lima keluarga besar Destrion—kecuali Galdion yang telah lenyap 40 tahun yang lalu.
"Aku boleh menghadirinya?" tanya Arion.
"Tentu saja, kau juga salah satu kesatriaku."
****
"Kau terlihat bersenang-senang sekarang. Sudah menikmati rupanya," sindir Austin saat mereka bertemu di koridor menuju aula pesta. "Setelah memonopoli ibu, kau juga memonopoli raja, dan sekarang kerajaan."
Freya mengepal, menahan diri untuk tidak melawan. Dia tahu betul bagaimana Austin suka sekali memancing pertengkaran. Saat masih kecil, Freya akan menanggapinya dan mereka berguling saling memukul satu sama lain. Namun, kali ini tidak bisa, ia harus bersikap layaknya putri mahkota.
"Ya, aku menikmatinya. Sekarang aku bisa bebas berkeliaran di istana, seperti kau dan Will."
Austin berdecak jengkel. "Bermuka dua. Kau begitu menginginkan takhta rupanya."
"Tentu saja. Orang bodoh mana yang tidak menginginkannya," tukas Freya seraya tersenyum hampa. "Oh, sepertinya aku harus segera ke aula, orang-orang pasti sudah menunggu. Aku permisi ya, Kak." Ia berlalu seraya mengulas senyum.
Sementara yang lain sudah mengikuti Freya, Arion berhenti dan berdiri di hadapan Austin dengan tatapan dingin.
"Apa?" ketus sang pangeran kedua yang wajahnya telah memerah menahan kekesalan.
Arion mengulurkan tangan kanannya ke leher Austin. Tatapannya begitu tajam dan dingin, membuat pemuda bermata biru cerah itu mundur hingga punggungnya merapat pada dinding batu koridor.
"Arion?" panggilan Freya menyentaknya. Ia menurunkan tangan dan mendecakkan lidah sebelum berbalik pergi meninggalkan Austin yang berkeringat dingin.
"D-dia mau mencekikku?" gumam Austin tergagap. Baru saja ia merasa terintimidasi oleh tatapan seseorang.
****
Freya memasuki aula diiringi tiga kesatrianya. Mereka langsung menjadi pusat perhatian, terutama Arlan, Grey, dan Arion yang sosoknya bagai pangeran. Banyak gadis yang menantikan pesta di istana hanya agar dapat bertemu mereka, terutama Grey yang terkenal karena kepiawaiannya dalam bicara dengan wanita—begitu lembut dan hangat.
"Freya!" sapa Liona—gadis kecil berambut pirang ikal-pendek menggunakan penutup di mata kiri.
"Akhirnya ketemu!" susul Lionil—lelaki yang kembar identik dengan Liona—penampilan mereka sama kecuali Lionil yang menggunakan penutup di mata kanan.
"Kau cantik," ujar Liona.
"Kami merindukanmu," tambah Lionil.
"Ayo kita berdansa!"
"Kami sangat menantikan hari ini."
"Akhirnya bisa bertemu lagi setelah sekian lama, ya kan, Lionil?"
"Benar sekali, Liona."
Si kembar bicara bergantian, sahut bersahutan dengan nada ceria layaknya anak kecil. Keduanya mengapit Freya di kiri-kanan.
"Senang bertemu kalian di sini. Kak Liona, Kak Lionil," sapa Freya seramah mungkin.
Lionil dan Liona merupakan seorang Ranfel, salah satu keluarga bangsawan paling berkuasa di Destrion. Walaupun tubuh dan sikapnya seperti anak-anak, sebenarnya mereka jauh lebih tua dari William.
Saat Freya masih kecil, mereka sering bertemu di istana—penampilannya masih sama, tidak pernah tumbuh dewasa. Orang-orang bilang kalau mereka menciptakan sihir yang dapat membuat awet muda, tapi tidak ada yang tahu sihir seperti apa yang digunakan.
Pintu kembali terbuka, William dan Austin datang bersamaan dan mendapat sambutan dari para tamu, perlakuan yang jauh berbeda dibanding kedatangan Freya. Semua orang mendekati William dan berbasa-basi. Sedangkan Freya, selain si kembar, tidak ada lagi yang menghampirinya.
Freya tahu kalau akan jadi seperti ini, sebab setiap pesta, pasti William yang akan menjadi pusatnya. Tidak ada yang suka jika perempuan memimpin kerajaan. Freya dianggap hanya beruntung karena dipilih oleh Kristal Dayna.
Sejak dahulu, seorang perempuan tidak pernah menjadi bagian dari pemerintahan, bahkan ratu sekali pun. Tugasnya hanya untuk memberikan keturunan dan menjadi penghias istana. Bahkan disediakan satu istana khusus di bagian Barat istana untuk ratu dan anak perempuan raja. Dibanding kediaman, tempat itu lebih cocok disebut sebagai penjara, sebab mereka hanya dapat keluar ketika ada acara penting kerajaan.
Freya juga diperlakukan sama—terkurung di istana Barat, sedangkan William dan Austin tumbuh dan besar di istana utama bersama raja.
Sebelas belas tahun yang lalu, ratu ketahuan hendak melakukan kudeta. Ia juga mempelajari sihir gelap untuk melancarkan rencananya. Pihak istana segera menangkap dan memberikan hukuman mati. Sementara William, Austin, dan Freya hanya dapat menangis menyaksikan eksekusi ibu mereka tanpa bisa melakukan apa pun.
Tidak lama setelah kejadian itu, Kristal Dayna memilih Freya sebagai pewarisnya. Seketika ia langsung di bawa ke istana utama dan diangkat menjadi putri mahkota, menyebabkan William turun takhta.
"Tuan Putri, senang bertemu dengan Anda." Seorang pria berambut pirang dan berhidung bangir menghampiri. "Perkenalkan, Saya Gluino Stainhold." Ia mencium tangan Freya.
"Stainhold!" celetuk Liona.
"Dia bangsawan vampir!" Lionil menambahkan.
"Apa kau mau menghisap darah Putri Freya?"
"Mengerikan ...."
Gluino terkekeh kecil. "Mana mungkin saya melakukan hal seperti itu."
Liona mendekati pria itu dan menatapnya penuh selidik. "Ini pertama kalinya aku bertemu vampir bangsawan. Biasanya hanya kalangan rendah."
"Benar. Benar." Lionil ikut mendekat. "Kami suka sekali menancapkan pahat kayu ke jantung mereka."
Suasana di sekitar jadi mencekam, tapi tampaknya Gluino tidak terpengaruh, ia masih bersikap santai. "Cara yang sangat efektif untuk membuat kami berhenti beregenerasi."
Senyuman Lionil dan Liona lenyap, berganti raut datar. "Apakah cara itu juga berlaku sama pada bangsawan?"
"Maksud Anda darah murni?"
Si kembar mengangguk cepat.
"Tentu saja. Tapi akan cukup sulit untuk bisa menancapkannya dengan tepat."
"Kak Lionil, Kak Liona, sebaiknya kita mencicipi hidangannya. Ada banyak manisan kesukaan kalian!" Freya mencoba mengubah topik. Ia merasa tidak enak hati pada Gluino. Si kembar memang suka sekali bersikap seperti itu—membahas hal sensitif tanpa rasa bersalah sedikit pun.
"Manisan!"
"Puding!"
Si kembar berlari ke arah hidangan. Sementara Freya tersenyum canggung kepada Gluino. Meski begitu, pria itu tetap menatapnya ramah dan meyakinkan kalau ia tidak mempermasalahkan perilaku si kembar.
Vampir berparas tampan itu mengulurkan tangan, menawarkan Freya untuk berdansa dengannya, tapi Arion pasang badan dan mewakili Freya untuk menolaknya. Gluino tersenyum hambar lalu berpamitan—sekali lagi membuat Freya tidak enak hati.
"Dia terlihat berbahaya. Aku tidak suka senyumannya," ujar Arion jujur.
"Vampir memang tidak bisa dipercaya." Arlan menambahkan. Untuk urusan berprasangka buruk, mereka berdua memang selalu kompak.
Selama pesta, Freya hanya berdiri dikelilingi kesatrianya, kecuali Grey yang saat ini terjebak di antara para gadis. Sebenarnya Arlan dan Arion juga menjadi incaran, tapi kedua pemuda itu selalu memberikan tatapan mematikan saat ada yang berani mendekat. Membuat para gadis mengurungkan niatnya.
"Selamat malam, Tuan Putri." Seorang pria jangkung berambut hitam-panjang dikuncir rapi, menghampiri. Dia August, anak tertua dari keluarga Bartin—kakak kandung Arlan. Ia memperkenalkan seorang pria berkemeja hijau zambrut yang sepantaran dengannya. Pria itu memperkenalkan diri sebagai Adam dari organisasi Artikius.
"Artikius?" tanya Freya. Terdengar tidak asing.
"Organisasi pemburu penyihir gelap," bisik Arlan.
"Dahulu kami melayani penyihir putih pertama, Luna. Sekarang kami bertugas menjaga segel Lucifer dan mencari reinkarnasi Putri Luna."
Benar saja. Freya pernah membacanya di buku sejarah sihir yang ada di perpustakaan. Luna adalah asal mula adanya sihir putih, sedangkan Lucifer adalah awal dari bangkitnya kekuasaan para penyihir.
"Maukah Anda berdansa dengan saya?" Adam menawari. "Mungkin sambil berbincang?"
Arion hendak mencegah tapi delikan tajam August menghentikannya. Akhirnya ia hanya dapat berpasrah ketika Freya menyambut uluran tangan Adam dan mereka turun ke lantai dansa.
"Jangan terlalu posesif pada manjikanmu!" sergah August dengan suara berat dan nada dingin.
Arion mendengkus, meninggalkan kedua kakak-beradik itu. Ia tidak suka berada di dekat mereka.
"Bagaimana dia?" tanya August saat Arion sudah menjauh pergi.
"Tidak ada yang aneh," jawab Arlan, cuek.
"Terus awasi dia. Orang yang tak jelas asal-usulnya tidak bisa dipercaya!"
"Aku mengerti."
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top